SURABAYA, (Suarapubliknews) ~ Dalam rangka memperingati 50 tahun hubungan diplomatik antara Peru dan Indonesia, Kedutaan Besar Peru di Indonesia menggelar serangkaian inisiatif budaya, dengan fokus utama pada promosi sinema dan seni Peru. Program ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman budaya timbal balik dan menampilkan realitas Peru yang beragam di luar stereotip umum.
Duta Besar Peru untuk Indonesia, Luis Tsuboyama, memimpin langsung upaya diplomasi budaya ini. “Kami ingin masyarakat Indonesia mengenal Peru lebih dalam, bukan hanya sebatas Machu Picchu,” ujar Duta Besar Tsuboyama. “Film dan seni adalah jembatan yang kuat untuk memahami kompleksitas identitas kami, dari kehidupan perkotaan hingga budaya adat,” katanya.
Untuk memperluas jangkauan ke luar Jakarta, Kedutaan Besar Peru menggandeng Orasis Art Space di Surabaya. Kolaborasi ini menandai langkah strategis dalam mendesentralisasi diplomasi budaya, mengakui keragaman geografis dan budaya Indonesia yang luas. “Dengan hadir di Surabaya, kami berharap dapat menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat dan memperkuat infrastruktur budaya regional,” tambahnya.
Acara pembukaan program bertajuk “Peruvian Film Screening” di Orasis Art Space diawali dengan “Vernissage and Art Dining” yang unik. Hidangan gastronomi istimewa disajikan, hasil kolaborasi antara seniman lokal Moch. Krismon Ariwijaya, Nomu Café and Bistro, dan Kedutaan Besar Peru. Hidangan tersebut merupakan respons artistik terhadap karya-karya yang ditampilkan, menawarkan pengalaman budaya yang menyatukan seni rupa dan kuliner.
Setelah makan malam, program dilanjutkan dengan pemutaran film “Las Mejores Familias” (2020) karya sutradara Javier Fuentes-León. Film ini menyoroti ketimpangan sosial, dinamika kekuasaan, dan konflik keluarga dalam masyarakat Peru, sebuah tema yang relevan dengan konteks sosial di Indonesia. Film ini sendiri telah meraih penghargaan Special Jury Mention pada Havana Film Festival New York 2021.
“Peruvian Film Screening” dibuka untuk umum mulai 12 hingga 19 Juli 2025, dengan dua sesi pemutaran setiap hari: sesi pertama pukul 12.00–15.00 WIB dan sesi kedua pukul 15.00–18.00 WIB. Film-film yang diputar dalam program ini menampilkan beragam aspek kehidupan Peru, mulai dari lanskap pedesaan Andes hingga dinamika perkotaan Lima, termasuk kisah-kisah yang menyoroti bahasa dan budaya adat seperti Aymara. Film “Viña y Pacha”, yang menggambarkan perjuangan filosofis pasangan lansia di Andes, menjadi salah satu sorotan.
Program ini juga dilengkapi dengan karya instalasi seni oleh Moch. Krismon Ariwijaya berjudul “Gelora Mistica”. Karya ini merespons pembangunan yang berpusat pada objek dan bangunan, serta kompleksitas buruh tani yang menghadapi urbanisasi. Isu-isu sosial serupa juga terhubung dengan kondisi yang ditampilkan dalam film “La Herencia de Flora” karya Augusto Tamayo San Román, sebuah biografi Flora Tristan yang menggambarkan kondisi sosial pascakolonial.
Kolaborasi ini juga menyoroti warisan kolonial bersama yang membentuk Peru (oleh Spanyol) dan Indonesia (oleh Belanda), yang dieksplorasi melalui karya seniman lokal seperti Chris Wong. Film-film yang diputar juga secara kritis mengkaji peran perempuan dalam masyarakat Peru, menawarkan refleksi tentang hierarki sosial dan dinamika tenaga kerja.
Melalui inisiatif budaya seperti ini, Kedutaan Besar Peru tidak hanya merayakan tonggak diplomatik yang penting, tetapi juga berupaya membangun koneksi antarmanusia yang lebih dalam, menumbuhkan rasa saling menghormati, dan memperkuat fondasi kerja sama masa depan antara Peru dan Indonesia di luar hubungan ekonomi formal. (q cox, tama dini)