SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi A DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang cukup panas dan penuh dinamika, Selasa (29/7/2025), terkait dugaan peralihan aset tanah dan bangunan tanpa sepengetahuan pemilik awal.
Kasus ini telah berlangsung lama bahkan telah masuk ke ranah hukum yang melibatkan Maria Lucia Setyowati sebagai pengadu dan Permadi Wahyu Dwi Mariyono sebagai pihak terlapor.
Rapat dipimpin langsung oleh Rio Pattiselano dan dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, termasuk Lurah Tenggilis Mejoyo, perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bagian Hukum Pemkot, dan kuasa hukum dari kedua belah pihak.
Dalam kesaksiannya, Maria menyampaikan bahwa dua persil aset miliknya diduga telah berpindah tangan secara tidak sah. Ia menekankan bahwa proses penandatanganan dokumen tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti semestinya.
“Saya tidak pernah tanda tangan di kantor PPAT. Itu di rumah saya, dan tidak ada saksi. Bahkan tanda terima pun dibuat oleh pihak lain, bukan dari lembaga resmi,” tutur Maria dengan nada kecewa.
Permadi, pihak terlapor, membantah adanya niatan jahat dalam proses pembelian aset tersebut. Ia mengaku telah beritikad baik, termasuk memberikan sejumlah uang sebagai bentuk bantuan, meskipun mengaku tidak memahami sepenuhnya situasi hukum yang terjadi.
“Saya tidak kabur, saya hadir. Saya tidak merasa membeli dengan maksud buruk. Semua komunikasi saya terbuka, bahkan pernah datang langsung ke rumah Bu Maria,” jelas Permadi.
Sementara itu, perwakilan BPN, Mega, menekankan bahwa dalam proses peralihan hak, harus ada dokumen resmi seperti akta hibah, sertifikat asli, dan pernyataan tidak dalam sengketa. Ia juga menegaskan bahwa PPAT memiliki hak menolak jika terdapat syarat-syarat formil yang tidak terpenuhi.
Anggota Komisi A, Ashar Kahfi, menanggapi tegas. Ia melihat ada indikasi pelanggaran berat yang berpotensi pidana.
“Ini sudah terang-terangan. Kenapa notaris tidak hadir? Kenapa proses bisa berlangsung tanpa prosedur resmi? Ini bukan sekadar kelalaian, ini bisa masuk kategori penipuan,” tegasnya.
Ashar pun mendorong agar Maria segera melapor ke pihak kepolisian dan menempuh jalur hukum, karena menurutnya indikasi kelemahan prosedural dan dugaan sindikat sangat jelas.
Menutup rapat, Rio Pattiselano menyampaikan bahwa Komisi A akan tetap mengawal kasus ini. Ia menyarankan langkah mediasi sebagai upaya penyelesaian yang tidak merugikan pihak pengadu.
“Kita bersyukur hari ini tidak pulang dengan tangan hampa. Ada rencana untuk koordinasi dengan Kapolrestabes, peninjauan lokasi, serta upaya mediasi lanjutan. Kami minta Pak Permadi juga tetap bantu Ibu Maria, anggaplah sebagai orang tua sendiri. Ini ladang amal jariah,” ujar Rio.
Kasus ini membuka mata banyak pihak terhadap celah dalam sistem administrasi pertanahan yang bisa disalahgunakan. DPRD sebagai wakil rakyat berperan penting menjadi jembatan, namun penguatan pada jalur hukum tetap menjadi solusi utama untuk memastikan keadilan dan mencegah praktik serupa terulang. Mediasi boleh diupayakan, tapi penegakan hukum tidak boleh diabaikan. (q cox, Fred)