Pemerintahan

Sambut Hari Anak Nasional 2024, Pemkot Surabaya Sosialisasikan Perwali Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak

131
×

Sambut Hari Anak Nasional 2024, Pemkot Surabaya Sosialisasikan Perwali Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mulai mensosialisasikan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak, di Convention Hall Arief Rahman Hakim, Jumat (12/7/2024).

Dalam menyambut Hari Anak Nasional, pelaksanaan sosialisasi itu, dikemas melalui kegiatan Training of Trainer (ToT) bagi Kader PKK terkait pencegahan perkawinan anak. Para peserta menerima sejumlah materi pembekalan, mulai dari Perwali, Sistem, Alur, Diska. Selanjutnya, materi mengenai Dampak Negatif Perkawinan Anak, dan Upaya Pencegahan Perkawinan Anak.

Mewakili Ketua TP PKK Kota Surabaya Rini Indriyani, Ketua Bidang Pokja 1 TP PKK Kota Surabaya Shinta Setia mengatakan, sosialisasi Perwali Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak merupakan salah satu upaya Pemkot Surabaya dalam menjamin hak-hak anak.

“Hari ini perwakilan Kader PKK dari semua kelurahan akan menerima pembekalan melalui ToT dengan para narasumber yang bagus-bagus. Mereka memiliki empat tugas yang diharapkan oleh Pemkot Surabaya bisa merubah pola pikir masyarakat, yakni melindungi dan memberikan hak pada anak,” kata Shinta Setia.

Nantinya, output dari masing-masing kelurahan akan membuat program kerja dalam rangka mencegah pernikahan pada usia anak. Kemudian, hasil praktek terbaik dari program kerja itu diharapkan bisa menular ke kelurahan yang lainnya. Sebab, kunci kemajuan Kota Surabaya ada di perlindungan anak. Apalagi Pemkot Surabaya telah membuat berbagai program dan kebijakan yang mendukung konvensi hak anak.

“Soal pernikahan anak ini, dampak negatifnya bisa menyerang ekonomi, fisik, kesehatan, sosial, dan masih banyak lainnya. Anak yang menikah muda rentan terkena kekerasan, dan bisa mengalami kesulitan ekonomi di masa depan. Kesulitan ekonomi memicu kemiskinan di generasi muda, ada pula resiko kematian ibu dan bayi, secara psikologis ada trauma, depresi, kecemasan, gangguan mental, serta terisolir dari teman dan keluarganya,” jelasnya.

Meskipun Surabaya sudah enam kali meraih Kota Layak Anak (KLA) Tingkat Utama, tetapi akan berupaya menjadi Kota Layak Anak Tingkat Paripurna. Oleh sebab itu, terdapat empat hal yang diharapkan oleh Pemkot Surabaya kepada PKK Surabaya. Pertama, Kader PKK memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak negatif perkawinan anak berupa sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat. Kedua, memberikan pendampingan kepada anak-anak dan keluarga jika diperlukan, berupa konseling, dukungan psikologis, dan bantuan yang lainnya.

“Ketiga, menyampaikan aspirasi dan masukan kepada Pemkot Surabaya mengenai temuan-temuan di lapangan untuk memperkuat kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemkot. Dan keempat, Kader PKK harus menunjukkan sikap dan perilaku positif, menghormati dan menghargai hak-hak anak di lingkungan keluarga maupun masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, Ida Widyawati mengatakan, sosialisasi pencegahan perkawinan anak adalah sebagai upaya mengantisipasi persoalan anak. Sebab, perlu adanya edukasi agar hak-hak anak bisa terpenuhi karena mereka harus menimba ilmu untuk masa depannya

“Nanti akan berkolaborasi lagi untuk Bina Keluarga Remaja. Kita juga melibatkan anak-anak untuk mensosialisasikan pencegahan perkawinan pada usia anak dan terus kita lakukan, bahkan Pemkot Surabaya sudah melakukan MoU dengan Pengadilan Agama (PA) terkait upaya pencegahan tersebut,” kata Ida.

Melalui Mou dengan Pengadilan Agama dalam pencegahan pernikahan pada usia anak, hasilnya memiliki dampak positif. Sebab, terdapat sejumlah aturan yang tegas dalam mengakomodir persyaratan pernikahan. “Batasannya semakin jelas, melibatkan KUA dan kelurahan,” imbunya.

Meski begitu, perlu adanya penguatan hingga di tingkat masyarakat. Menurut Ida, edukasi kepada masyarakat sangat penting karena kita harus merubah pola pikir masyarakat yang masih menganggap pernikahan pada usia anak adalah hal biasa. Karena itu, Pemkot Surabaya berkolaborasi dengan Kader PKK untuk mensukseskan pencegahan perkawinan pada usia anak.

“Kader PKK adalah orang terdekat bagi masyarakat, sangat kita butuhkan karena edukasi kepada masyarakat harus sering dilakukan. Kami sadar ini membutuhkan waktu, tapi kita harus berjuang untuk mencegah perkawinan pada usia anak. Nanti akan ada program kerja masing-masing kelurahan, laporannya akan kita monitor,” jelasnya.

Ditemui di lokasi yang sama, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, Thussy Apriliyandari mengatakan, tindak lanjut penandatanganan MoU antara Pemkot Surabaya, PA dan Kemenag Surabaya adalah Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerbitkan Perwali Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak.

“Terdapat perubahan beberapa alur pernikahan pada usia anak. Nanti akan kami sosialisasikan kepada seluruh pemuka agama, kelurahan, dan kecamatan terkait alurnya,” pungkasnya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *