SURABAYA (Suarapubliknews) – Vanessa Angel akhirnya menerima putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menyatakan dirinya bersalah dan menghukum lima bulan penjara atas perkara pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran konten asusila.
Hal ini sangat kontradiksi dengan pernyataan VA sebelumnya. Melalui tim penasehat hukumnya, ia menyakini bahwa dirinya tidak bersalah dan bahkan menyebut penanganan proses hukum atas kasus yang menjeratnya tersebut dinilai penuh kejangalan. Pernyataan tersebut, kerap kali diulang-ulang pada kesempatan wawancara dengan wartawan.
Oleh majelis hakim yang diketuai Dwi Purwadi, VA dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mengadili Vanesza Adzania alias Vanessa Angelia Adzan alias Vanessa Angel terbukti secara sah dan menyakinkan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Menjatuhkan pidana kepada Vanessa dengan pidana selama 5 bulan,” ujar hakim membacakan amar putusannya, Rabu (26/6/2019).
Vonbis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim yang dibacakan pada agenda siding sebelumnya. Oleh jaksa, VA dituntut enam bulan penjara.
Usai vonis dibacakan, majelis hakim memberikan kesempatan VA untuk berkonsultasi dengan tim penasehat hukumnya. Tak membutuhkan waktu lama, VA akhirnya mengantongi jawaban atas vonis hakim. “Saya menerima (vonis, red) pak hakim,” singkatnya menjawab pertanyaan hakim.
Sisi lain, tim jaksa masih menyatakan pikir-pikir untuk menempuh upaya hukum banding. Apabila proses hukum atas perkara ini sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht), hal itu mengartikan VA tidak lama lagi bakal menghirup udara bebas. Terhitung, VA ditahan oleh penyidik Polda Jatim sejak 30 Januari 2019 lalu, sehingga bisa bebas pada Minggu (30/6/2019) mendatang, sesuai vonis hakim pengadilan tingkat pertama.
Untuk diketahui, Kasus yang menjerat artis film televisi (FTV) ini bermula pada 5 Januari 2019, saat Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim mengamankan Vanessa di sebuah hotel di Surabaya.
Di hotel yang sama, polisi juga mengamankan seorang tersangka muncikari prostitusi daring (online) Endang Suhartini alias Siska.
Selain itu, polisi juga mengamankan satu artis lain yakni seorang model majalah dewasa, Avriella Shaqqila. Malam harinya, penyidik kembali mengamankan satu orang muncikari bernama Tentri Novanta di wilayah Jakarta Selatan.
Usai pemeriksaan 24 jam, Vanessa dan Avriella kemudian dibebaskan. Keduanya dinyatakan masih sebagai saksi kasus tersebut. Sementara, dua muncikari langsung dinyatakan sebagai tersangka.
Beberapa hari kemudian, dua orang muncikari diringkus penyidik. Mereka adalah Intan Permatasari Winindya atau Nindy dan Fitriandi.
Penyelidikan kasus pun berjalan. Temuan polisi menyebutkan sedikitnya 45 artis dan 100 model diduga terlibat dalam jaringan prostitusi online tersebut.
“Siska ini yang memang langsung berhubungan dengan oknum artis yang dia sediakan. Yang Tentri yaitu dari model, dari FHM, dari Popular. Ini nama-nama sudah kita pegang, ini ada 100 nama dari majalah populer dari iklan dan lain-lain,” ujar Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan kepada wartawan di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (7/1).
Saat itu, meski masih berstatus saksi dan dikenai wajib lapor, ternyata polisi terus mendalami keterlibatan Vanessa dalam lingkaran dugaan bisnis prostitusi online tersebut.
Hasilnya, Vanessa pernah beberapa kali menerima transaksi keuangan terkait order prostitusi. Data itu dilacak penyidik berdasarkan transaksi digital dalam rekening Vanessa.
Hal itu diungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim Kombes Ahmad Yusep Gunawa. Ia menyebut transaksi itu bersumber dari enam muncikari yang berbeda.
Yusep juga menyebut penyidik menemukan sembilan kali transaksi dana yang mengalir ke rekening Vanessa. Sembilan kali transaksi tersebut tercatat dari sembilan lokasi berbeda, dua di antaranya bahkan terjadi di luar Indonesia.
“Di Singapura 2 kali, Jakarta 6 kali, dan 1 kali Surabaya. VA difasilitasi 6 mucikari,” kata Yusep pada wartawan, Kamis (10/1).
Namun, pada Rabu (16/1), alih-alih menjerat Vanessa dalam kasus prostitusi online, penyidik Polda Jatim malah menjerat Vanessa dengan pasal pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Luki menjelaskan penyidik menghimpun bukti-bukti berupa foto vulgar dan percakapan Vanessa terhadap muncikari yang bisa menguatkan penetapan status tersangka Vanessa.
“Dari data forensik dan fakta-fakta yang ada, yang bersangkutan (Vanessa) mengeksploitasi diri pada dirinya sendiri. Mengirimkan fotonya dan ada pembicaraan-pembicaraan yang lain,” kata dia.
Hal ini berbeda dengan pasal yang menjerat para muncikari Vanessa, Tentri, Siska Winindya dan Fitriandi, yakni pasal Pasal 296 dan 506 KUHP tentang prostitusi. (q cox)