SURABAYA (Suarapubliknews) – Tak banyak masyarakat yang mengetahui kapan Pemilihan Umum (Pemilu) akan dilaksanakan. Hal ini terungkap dalam hasil riset yang dilakukan Surabaya Survey Center (SSC), dimana sebagian besar responden hanya mampu menyebut tahun saja.
Peneliti Senior SSC, Ikhsan Rosidi mengungkapkan responden dalam mengetahui kapan Pemilu akan dilaksanakan setidaknya yang mampu menyebut tahunnya saja ada 55 persen. “Responden yang mampu menyebut bulan dan tahun sebanyak 10,2 persen, sedangkan yang mampu menyebut tanggal, bulan, dan tahun hanya 7,8 persen. Sementara yang tidak tahu atau tidak menjawab ada 27 persen,” katanya.
Sedangkan dalam menggunakan hak pilih, sebagian besar menjawab akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2024 ke depan. Prosentasenya cukup tinggi, yakni 86,8 persen responden menjawab ya, pasti menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi 2 tahun ke depan, sementara yang masih belum pasti 13,2 persen. “Paling tidak sebagian besar responden bisa menggunakan hak pilihnya ke depan,” lanjutnya.
Sementara responden masyarakat Jatim, menunjukkan bahwa Televisi dan Portal Media Online merupakan media yang paling sering diakses, dengan implikasi dapat memberikan pengaruh cukup besar dalam menentukan pilihan politik.
Media Televisi masih menjadi media yang paling sering diakses oleh masyarakat Jatim. “Setidaknya 52,8 persen responden yang mengungkapkan hal ini. Sementara media lainnya yakni Portal Media Online 43,4 persen. Media lainnya hanya mencapai prosentase di bawah 2 persen saja, seperti Radio dengan 1,8 persen, bahkan koran/majalah 0,8 persen, sisanya tidak mengakses media 1,2 persen,” jelasnya.
Pengaruh media dalam pilihan politik ini cukup besar, yakni 61,8 persen berpengaruh. Tak dipungkiri bahwa pengaruh media dalam preferensi politik masyarakat memang cukup besar, mengingat bahwa sehari-hari kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari peran media massa, baik media konvensional, elektronik maupun media online.
“Sehingga berbagai informasi yang dikonsumsi dari media massa akan secara langsung mempengaruhi pola berfikir, selanjutnya pola berfikir akan berpengaruh pada preferensi politik masyarakat. Namun demikian masih ada sebanyak 32,8 responden menjawab bahwa media tidak berpengaruh pada pilihan politik mereka. Terdapat 5,4 persen yang menjawab tidak tahu atau tidak memilih,” urainya.
Dari hasil riset yang dilakukan oleh Surabaya Survey Center (SSC) dengan responden masyarakat Jatim, menunjukkan bahwa media sosial atau medsos WhatsApp merupakan platform yang paling sering diakses, dengan potensi dapat memberikan pengaruh dalam menentukan pilihan politik.
Peneliti Senior SSC, Surokim Abdussalam mengungkapkan mayoritas responden menunjukkan jika WhatsApp menjadi medsos yang paling sering diakses. Setidaknya 54 persen responden yang mengungkapkan hal ini.
Sementara medsos lainnya yakni facebook 10,5 persen, kemudian medsos lainnya hanya mencapai prosentase di bawah 10 persen saja, seperti Instagram dengan 6,9 persen, Youtube dengan 6,1 persen, TikTok ada 3,2. Sementara Telegram dan Line keduanya 0,1 persen,” paparnya.
Pengaruh medsos dalam pilihan politik ini cukup besar, yakni 57,6 persen berpengaruh. “Pengaruh media dalam pilihan politik memang cukup besar, namun sebanyak 34 responden tidak berpengaruh. Bahkan 8,4 persen yang menjawab tidak tahu atau tidak memilih”, urai Dekan FISIB Universitas Trunojoyo Madura ini.
Sebagai informasi, hasil penelitian yang dilakukan oleh SSC ini dilaksanakan dari tanggal 01-10 Agustus 2022 di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Sebanyak 1.200 responden dipilih dengan menggunakan metode stratified multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,83 persen dan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Penentuan responden dalam setiap Kartu Keluarga (KK) dilakukan dengan bantuan kish grid. (Q cox, tama dini)