SURABAYA (Suarapubliknews) – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, warga dari berbagai wilayah di Kota Surabaya secara serentak melaksanakan kerja bakti massal. Namun, tingginya intensitas kegiatan tersebut menyebabkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya kewalahan dalam menangani tumpukan sampah sisa kerja bakti, khususnya dari wilayah yang belum terdaftar dalam aplikasi Surabaya Bergerak.
Sejumlah Rukun Warga (RW) diketahui tidak melaporkan jadwal kegiatan kerja bakti melalui sistem Surabaya Bergerak, sehingga sampah yang dihasilkan tidak bisa langsung diangkut. Kondisi ini menyebabkan penanganan sampah baru dapat dilakukan beberapa hari setelah kegiatan selesai.
Menanggapi situasi tersebut, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RW 4, Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, pada Rabu (30/7/2025) pagi. Dalam sidaknya, ia menyatakan terkejut dengan jenis sampah yang dikumpulkan warga.
“Kalau hasil kerja bakti kan perantingan, endapan (lumpur) selokan. Tapi ini yang dibuang kasur, meja, kursi, kemudian kayu-kayu. Itukan sebetulnya bebannya masyarakat,” kata Wali Kota Eri.
Ia menegaskan bahwa jenis sampah seperti lemari dan kasur semestinya menjadi tanggung jawab warga, bukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
“Kalau mereka melakukan pembongkaran, itu dilakukan sendiri pembuangan (sampahnya) ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Jadi (sampah) yang diambil pemerintah kota adalah sampah rumah tangga,” bebernya.
Agar kejadian serupa tidak terulang, Wali Kota Eri menyampaikan tiga poin evaluasi yang akan diterapkan. Pertama, setiap RW yang hendak menggelar kerja bakti diimbau untuk mendaftarkan kegiatan melalui aplikasi Surabaya Bergeram. Sistem ini akan membantu mengorganisasi jadwal dan memudahkan pemantauan oleh Pemkot.
“Misal masuk (daftar) di minggu pertama, kedua atau ketiga bulan Agustus. Tapi kalau ternyata di Minggu pertama sudah penuh, maka dia masuknya di Minggu kedua. Maka jangan kerja bakti di Minggu pertama,” tegasnya.
Ia mengingatkan, jika warga tetap memaksakan kerja bakti di luar jadwal yang telah ditentukan, maka pengangkutan sampah tidak bisa dilakukan pada hari yang sama.
“Sampah hasil kerja bakti tidak kami angkut di hari Minggunya, tapi bisa di hari Senin, Selasa, atau Rabu,” imbuhnya.
Langkah kedua, Pemkot Surabaya akan membatasi jenis sampah yang dapat diangkut petugas. Hanya sampah hasil kerja bakti seperti lumpur dan ranting pohon yang akan ditangani. Sementara limbah rumah tangga besar seperti kursi, lemari, ban, dan kasur tidak termasuk dalam layanan pengangkutan.
“Maka saya berharap, ke depannya kalau ada yang kerja bakti, maka kalau ada kayak begini (kursi, lemari, kasur) tidak kami angkut. Yang kami angkut adalah sampah hasil kerja bakti,” tegasnya.
Langkah ketiga, Pemkot akan memperkuat upaya sosialisasi terkait larangan membuang sampah ke sungai. Wali Kota memastikan akan menerapkan sanksi sosial kepada warga yang masih membuang sampah sembarangan, khususnya ke aliran sungai.
“Sosialisasinya akan kita kuati lagi agar tidak ada lagi warga yang buang sampah di sungai. Kalau masih ada, kita terapkan sanksi sosial bagi warga yang buang sampah di sungai,” tandasnya.
Sebagai informasi, Surabaya Bergerak merupakan program gagasan Pemkot Surabaya yang bertujuan mengajak masyarakat bergotong royong menjaga kebersihan lingkungan, khususnya dalam pembersihan saluran air tersier. Program ini juga bertujuan mencegah banjir dan genangan, serta meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya kebersihan lingkungan.
Informasi lengkap mengenai pendaftaran dan pelaksanaan program Surabaya Bergerak dapat diakses melalui situs resmi bergerak.surabaya.go.id. (q cox)