SURABAYA (Suarapubliknews) – Sidang lanjutan Praperadilan yang diajukan JE Pengurus Sekolah Menengah Atas (SMA) Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu terkait perkara dugaan Pencabulan terhadap murid-muridnya yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Martin Ginting di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan Agenda Keterangan saksi dari Pemohon.
Saksi Dila yang merupakan alumni SMA SPI Batu Malang mengatakan,SMA SPI merupakan sekolahan yang menampung anak-anak dari seluruh Indonesia tidak membedakan Suku dan Agama. Dan diprioritaskan untuk anak yatim-piatu. Awalnya sebelum adanya permasalahan ini kami baik-baik saja dan setelah adanya laporan dari Shiren pada bulan Mei 2021 kami merasa difitnah dengan Pemberitaan dari media massa.
“Dengan adanya masalah ini membuat kami risau dan sedih selain itu orang tua wali murid juga merasa kuatir padahal sebelumnya kita baik-baik saja,” kata Dila.
Disinggung saksi mengetahui atau melihat adanya peristiwa pencabulan atau perbuatan yang tidak senonoh yang dilakukan JE terhadap SN, padahal Dila adalah teman sekamar SN selama sekolah di SPI.
“Saya tidak pernah melihat ataupun mendengar peristiwa tersebut selama sekitar 12 tahun di SPI,” katanya.
Ia menambahkan awalnya SN beragama Islam saat masuk SPI dan setelah lulus berganti agama Katholik tahun 2011, dan juga ia kaget saat di talkshow (2021) SN memakai Jilbab, Dan Ko Jo (JE) merupakan idola dari SN. Ko Jo sendiri bukan guru cuma kadang- kadang memberikan materi kepada murid-murid di SPI paling banyak dalam setahun 4-5 kali aja.
Lanjut ke Sayidah yang merupakan alumni SPI dan juga adalah sahabat SN, berkerja di bagian Keuangan Yayasan SPI mengatakan, bahwa dengan Sheren sering bertemu kerena saat itu Sheren berkerja di bagian Performance dan untuk Robert sendiri di bagian Multi Media.
Dulu Robert dan Sheren pernah berpacaran kemudian putus lalu nyambung lagi sekitar tahun 2018 dan sempat melihat Robert memberikan hadiah berupa Boneka Tiger. Terakhir SN izin bulan januari 2021, untuk Pamit mau mempersiapkan pernikahannya dengan robet dan sekaligus tour the hotel di madiun.
“Untuk sheren sendiri orangnya gampang Cinta Lokasi (Cinlok) dan untuk terkait masalah ini tidak ada rumor dan gosip malah yang terdengar adalah hubungan Sheren dengan Robert dan pernah tidur bareng,” beber saksi di hadapan Majelis Hakim.
Saksi menjelaskan jika SN tidak suka pada film anak garuda (tahun 2019) karena kisahnya tidak menonjol. “Yang menonjol adalah kisah yohana dan SN tidak suka karena dia tidak terpilih menjadi direktur utama PT. Berkat terus berlipat (2018) itu yang menyebabkan dia marah kepada JE,” terangnya.
Menangapi Keterangan tersebut pihaknya Termohon tidak melakukan haknya karena keberatan dengan saksi.
Saksi Risna Kepala Sekolah SPI juga menyatakan tidak pernah mendengar atau melihat bahkan gosip gosip saja tidak pernah dengar tentang adanya perbuatan cabul dilakukan oleh Ko Jul. “Lagian Ko Jul kalau di SPI pasti saya tahu karena saya ada disitu dan ko jul terjadwal kalau mau SPI serta tidak pernah sendiri,” tandasnya.
Menurut Risna, SN ini pemberani dan dipanggil jenderal harusnya dia bisa melapor kalau memang benar, “Kalau saya tau pasti saya juga akan melaporkan, tetapi SN tidak pernah ada isu isu ini selama 12 tahun dan saya tidak pernah tau,” tuturnya.
Dengan adanya masalah ini, lanjutnya, sekitar September 2021, ditjen pendidikan memeriksa sekolahnya dan anak anak diperiksa satu satu. Tetapi, semuanya menyatakan tidak pernah ada isu sama sekali tentang hal ini, oleh karena itu akreditasinya masih A diterbitkan di desember 2021.
Sedangkan, Sandy Fransisco, dalam keterangannya, mengatakan jika dirinya juga pernah di periksa di Polda Jatim. Hal lainnya, sebagai Ketua Yayasan dia menyampaikan jika sejak 2015 sehari-hari Yayasan disokong oleh para donatur.
Sejak awal berdirinya Yayasan dengan maksud berkomitmen hanya menerima siswa Yatim Piatu. “Yang diutamakan, Yatim Piatu atau siswa dari keluarga yang tidak mampu,” ucapnya.
Saksi juga memaparkan, selama mendirikan Yayasan pada Tahun 2003 hingga 2020, tidak pernah dengar ada pencabulan yang dilakukan Eko Julianto (Kojul). Sedangkan pada 2011 dia mengaku mulai aktif tinggal di Yayasan.
Oleh karenanya, dia tidak percaya dengan santernya pemberitaan di beberapa media jika ada permasalahan dengan isu Eko Julianto melakukan perbuatan cabul.
“Atas isu tersebut, saya tidak percaya masalah yang membelit Kojul karena sebagian saya di sana juga (tinggal di Yayasan) dan saya tidak pernah mendengar bahkan isu isu pun tidak ada selama 12 tahun ini,” jelasnya.
Diketahui SN selaku, Pelapor, saksi menyampaikan, sehari-hari beberapa kali saya dengar dari guru-guru memang SN anak yang ambisius kreatif dan ingin menonjol.
“Yang kerap menonjol dalam diri SN yaitu, termasuk saat ikuti pelajaran selalu sering izin ke belakang” tuturnya.
Terkait alumni yang bekerja di Yayasan, disampaikan bahwa selalu melalui prosedur dan harus memenuhi syarat-syarat yang diterapkan Yayasan.
Saksi juga mengeluhkan soal keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dianggapnya membuat luka yang membekas dalam dirinya, karena saya jelaskan tidak benar.
“Di penyidikan kepolisian saya shock lantaran ada pertanyaan SN saya ajak ke kamar Kojul. Hal tersebut, membekas bagi saya dan sangat tidak masuk akal karena tidak mungkin, saya ini adik ipar Ko Jul,” bebernya.
Menanggapi laporan SN, saksi justru balik mempertanyakan kenapa tidak bilang saat itu, karena kejadian pada tahun 2009 dan hingga 2020 baru dimunculkan.
“Kenapa saat itu nggak bilang. Padahal Yayasan ini, pernah dikunjungi Kapolres Batu, Sandiaga Uno maupun beberapa pengusaha-pengusaha mengapa masalah ini muncul sekarang, padahal SN anak yang pemberani,” imbuhnya.
Menurutnya, perkara ini muncul di YouTube dan beberapa media bahkan sudah viral. “Maka dampaknya tidak baik bagi Yayasan Selamat Pagi Indonesia (SPI),” ujarnya.
Sementara, Sirait saat ditemui usai persidangan mengatakan, jika dirinya melihat substansi tentang penetapan tersangkanya karena semua saksi atau penilaian yang dilakukan saksi saksi dari Penasehat Hukum Pemohon mengatakan, tidak tahu.
“Semua saksi saksi pada keterangan intinya sama. Itu artinya, sudah di setting khan! dan ini merugikan Eko Julianto sendiri karena Polda Jatim sudah memiliki 2 alat bukti atau bukti-bukti yang kuat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dipersidangan Penasehat Hukum dari Polda Jatim, tidak menggunakan hak hukumnya karena karena keberatan saksi dihadirkan. (q cox)