PeristiwaPolitik

Tagar #BelaBuRisma Trending di Medsos, Peneliti Pusham Ubaya: Itu ujaran kebencian

48
×

Tagar #BelaBuRisma Trending di Medsos, Peneliti Pusham Ubaya: Itu ujaran kebencian

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Viralnya video dengan konten nyanyian “Hancurkan Risma Sekarang Juga” yang dinyanyikan para pendukung salah satu paslon Pilkada Surabaya 2020, mendapat respons dari netizen alias warganet.

Nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau yang lekat disapa Bu Risma pun kembali menggema di dunia maya. Warganet berbondong-bondong memberikan dukungan kepada wali kota perempuan pertama Kota Surabaya tersebut.

Bahkan tanda pagar #BelaBuRisma sempat menjadi trending topic Twitter di Indonesia pada Kamis malam (26/11/2020). Tercatat hampir 4.000 cuitan membela Risma menggema di Twitter.

Warganet gerah lantaran selama ini menilai Risma telah berhasil memajukan Kota Pahlawan. Mereka mencurahkan dukungannya di linimasa Twitter hingga akhirnya bisa menjadi trending topic.

Merespon hal ini, peneliti HAM yang juga bekerja di Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya (Pusham Ubaya) Dian Noeswantari mengatakan, bahwa video tersebut menunjukkan telah terjadi ujaran kebencian.

Menurut dia, ihwal ujaran kebencian ini telah dimuat dalam pasal 19 Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi Undang Undang Nomor 12 Tahun 2015.

“Ujaran kebencian atau hatred ini jika dibiarkan terjadi terus-menerus, akan bertumbuh menjadi hate crime atau kejahatan yang tergolong dalam tindak pidana kebencian, yang masih belum ada kodifikasinya dalam sistem hukum di Indonesia,” katanya.

Ia menjelaskan, dalam pasal 19 Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik diatur sejumlah hal. Pertama, setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.

Kedua, setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi dan hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun, tanpa memandang batas negara, baik secara lisan, tertulis atau cetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain yang dipilihnya.

Ketiga, pelaksanaan hak yang diatur dalam ayat 2 pasal ini disertai dengan tugas dan tanggung jawab khusus.

“Oleh karena itu, pelaksanaan hak ini tunduk pada batasan tertentu, sebagaimana ditentukan oleh hukum dan harus menghormati hak atau reputasi orang lain, melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum (ordre public), atau kesehatan atau moral masyarakat,” jelas Dian.

Merefleksi pada kejadian apartheid di Afrika Selatan, dan tindak pidana genosida Rwanda, kata dia, maka tindak kejahatan demikian diawali dengan berbagai peristiwa yang mengarah pada hatred, yang bereskalasi menjadi hate crimes.

“Dan memuncak pada terjadi tindak pidana rasial atau apartheid di Afrika Selatan dan tindak pidana kejahatan atas kemanusian, genosida di Rwanda,” tutur anggota SEPAHAM Indonesia (Serikat Pengajar/Peneliti HAM) tersebut.

Oleh karena itu, lanjut dia, aparat kepolisian perlu bertindak cepat, agar tidak terjadi kejadian serupa di Afrika Selatan atau Rwanda.

Menurut dia, meskipun kebebasan berekspresi dan berpendapat dijamin oleh Negara, namun pelaksanaannya tetap harus menghormati hak atau reputasi orang lain, serta melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan, atau moral masyarakat.

“Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang multikultur, maka pemerintah dan aparat kepolisian perlu bertindak cepat dan tegas untuk menangani ujaran demikian, agar tidak meluas dan menjadi tindak pidana kejahatan ujaran kebencian,” katanya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *