SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo), menegaskan kembali komitmennya dalam menjunjung tinggi transparansi pemerintahan dengan menggelar Seminar Keterbukaan Publik, Jumat (17/10/2025).
Kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan International Right to Know Day (RTKD) 2025, mengangkat tema “Right to Know, Right to Grow: Youth Voices for Transparent Governance,” yang secara eksplisit menempatkan generasi muda sebagai pilar utama tata kelola yang terbuka dan berdampak.
Acara yang dipusatkan di Ruang Praban, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang), diikuti oleh 85 peserta, termasuk 50 mahasiswa penerima Beasiswa Pemuda Tangguh dan 35 mahasiswa asing yang tengah menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) di Kota Pahlawan. Kehadiran mahasiswa internasional ini turut memperkaya perspektif mengenai praktik keterbukaan informasi di berbagai belahan dunia.
Plt Kepala Dinkominfo Kota Surabaya, Muhamad Fikser, menekankan bahwa hak warga negara untuk mengakses informasi publik adalah fondasi dasar demokrasi, sebagaimana dicetuskan dalam Deklarasi International Right to Know Day di Sofia, Bulgaria, pada 28 September 2002.
Di Indonesia, prinsip ini dilindungi secara konstitusional melalui Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang diperkuat oleh Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP).
“Hak masyarakat untuk tahu bukan sekadar kewajiban administratif yang harus dipenuhi pemerintah. Melainkan sebuah fondasi esensial untuk menumbuhkan kepercayaan publik, meningkatkan partisipasi warga dalam pengambilan keputusan, dan pada akhirnya, melahirkan kualitas kebijakan yang lebih baik dan lebih tepat sasaran,” tegas Fikser.
Seminar ini secara khusus menargetkan generasi muda yang diklasifikasikan sebagai Gen Z. Menurut Fikser, generasi ini lahir dan tumbuh dalam era digital, menjadikannya sangat mudah mengakses informasi. Namun, kemudahan ini juga disertai tantangan serius.
“Keterbukaan informasi publik adalah jantung dari tata kelola pemerintahan yang modern. Transparansi bukan hanya soal membuka data, tetapi menciptakan ruang dialog, meningkatkan akuntabilitas, dan mendorong inovasi,” jelasnya.
Fikser menambahkan, ketika data dibuka, digunakan, dan dipahami dengan baik, data akan bertransformasi menjadi pengetahuan yang krusial. “Pengetahuan inilah yang diharapkan dapat memandu keputusan tepat dan program yang benar-benar berdampak bagi masyarakat Surabaya,” imbuhnya.
Untuk menunjang ekosistem KIP yang sehat, Pemkot Surabaya menyatakan terus memperkuat pemerintahan berbasis data. Upaya nyata mencakup peningkatan kualitas portal data, standarisasi metadata, serta penguatan peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan Walidata.
“Semua ini kita dorong agar data tidak berhenti pada tahap rilis, tetapi berlanjut hingga pemanfaatan nyata dalam peningkatan layanan publik,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, apresiasi khusus disampaikan kepada Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur (KI Jatim) dan Narasio Data. Fikser, menyebut kehadiran perwakilan KI Jatim, Yunus Mansur Yasin, serta Co-Founder dan CRO Narasio Data, Farida, sebagai pengingat sekaligus penyemangat bagi Pemkot Surabaya.
“Kami berkomitmen memperkuat pelayanan informasi dan selalu mengikuti mekanisme penyelesaian sengketa informasi dengan baik,” ungkapnya.
Ia berharap sinergi pemkot, KI Jatim, dan Narasio Data semakin produktif dalam pendampingan teknis dan replikasi praktik baik. “Para narasumber akan menjelaskan secara detail mengenai klasifikasi data, mana yang bersifat rahasia dan mana yang wajib dibuka, serta konsekuensi hukum jika terjadi kesalahan dalam penyampaian data privasi,” terangnya.
Tak hanya itu, Fikser juga menekankan pentingnya literasi digital dan sikap kritis. Ia mengingatkan bahwa algoritma media sosial cenderung menyajikan informasi yang disukai pengguna, bukan informasi yang valid atau benar, sekaligus mendorong mahasiswa agar tidak hanya menjadi pengguna data, tetapi juga menjadi co-creator solusi yang memanfaatkan data secara bertanggung jawab dan etis.
“Inilah tugas kita, butuh cara mencari informasi yang benar. Di sinilah pentingnya mereka tahu sumber informasi yang kredibel agar dapat menangkal hoax dan disinformasi yang marak beredar, apalagi sekarang sudah zamannya AI,” pungkasnya. (q cox)