SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang dugaan kasus penipuan dan penggelapan jual beli apartemen Royal Afatar World (Sipoa Grup) senilai Rp 12 miliar, yang melibatkan dua petinggi PT Sipoa Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso sebagai terdakwa, Kamis (1/11/2018).
Sidang diruang Cakra PN Surabaya ini digelar dengan agenda pemeriksaan kedua terdakwa. Pada pokok keterangannya, kedua terdakwa mereka merasa tidak bersalah atas perkara ini. Mereka mengaku tidak mengetahui pihak mana yang paling bertanggung jawab atas konsep harga murah apartemen RAW, kendati kedua terdakwa tercatat sebagai komisaris dan direktur Sipoa Group.
Terdakwa Budi Santoso mengatakan jika tidak ikut dalam menentukan konsep harga murah apartemen.
“Jadi pada waktu awal kita jual pokok dengan memberikan harga murah. Jadi kita jual pokok saja. Selanjutnya, terkait konsep ini saya tidak ikut menentukan lagi,” terang Budi Santoso.
Menanggapi jawaban Budi, Jaksa Hari, lantas memperjelas jawaban terdakwa dengan memberikan pertanyaan siapa yang paling bertanggung jawab atas penentuan konsep harga murah apartemen.
“Jadi itu bukan konsep saya seratus persen. Saya cuma ikthiar bahwa kalau jual itu jangan mahal. Kalau yang murah aja tidak laku apalagi yang mahal,” tambah Budi.
Keterangan tersebut bertentangan dengan
Pada Berita Acara Sumpah (BAS), dan Salinan Berita Acara (RUPS), pada poin 12. Dalam poin tersebut dijelaskan jika Yuridis kedua terdakwa tercatat dalam susunan direksi.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P2S), Antonius Mulyono mengatakan, jika terdakwa melalui tim kuasa hukumnya terkait itikad baik akan mengembalikan uang korban sebanyak 1.104 wajib diumumkan di media cetak dan elekronik.
“Umumkan dong di media cetak maupun elektronik. Bukan dengan cara via melalui pesan Whatapp. Tapi kalau itu hanya sekedar jaminan, itu bukan itikad baik,” tukasnya.
Tak hanya itu, dalam hal investor, lanjut Antonius, itu kewenangan Sipoa. Dikarenakan konsumen setor ke PT Sipoa Internasional Properti (SIP) maupun PT Bumi Samudra Jedine (BSJ). Tak hanya itu, kedua terdakwa juga mempersoalkan adanya keterlambatan pembangunan Apartemen RAW terhambat adanya Saluran Tegangan Tinggi (Sutet).
“Kalau mereka merasa dirugikan, silahkan digugat perdata. Sudah tahu adanya Sutet, malah beli tanah disana, bahkan mau bangun proyek tersebut,” terangnya.
Terkait aliran dana dari 1.104 konsumen korban apartemen fiktif, kedua terdakwa menyebut jika digunakan untuk Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal tersebut menuai tanggapan dari ketua P2S.
“Modal developer apa coba, kalau pakai uang konsumen yang notabene uang tersebut mestinya digunakan untuk membangun. Bukan malah bayar IMB maupun operasional,” pungkasnya.
Anton juga mengungkapkan bahwa IMB keluar pada tahun 2015 namun 2013 manajemen sudah melakukan jual beli apartemen.
Usai sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki mengatakan, pembelaan yang dilakukan para terdakwa merupakan hak mereka.
“Itu hak mereka (para terdakwa, red) yang pasti mereka gak bisa berkelit terkait apapun hasil fakta persidangan yang ada,” ujar Hari.
Ditanya soal keyakinan, jaksa mengaku yakin seratus persen bahwa pihaknya mampu menjerat para terdakwa dengan berbekal terbuktinya unsur pidana yang ada di fakta persidangan.
Ditanya adanya niat baik yang diungkapkan para terdakwa diakhir agenda-agenda sidang, jaksa menegaskan bahwa hal itu tidak menghapus unsur pidana yang diperbuat. “Sifatnya hanya merigankan (hukuman) saja, tapi dengan catatan para terdakwa harus mengembalikan seluruh kerugian yang diklaim oleh para korban,” ujar jaksa.
Soal adanya upaya pengembalian kerugian korban, hal ini sempat juga menggugah reaksi majelis hakim. I Wayan Sosiawan, ketua majelis hakim berharap niat baik tersebut segera direalisasikan. “Jangan cuma ngomong thok (saja) loh ya,” singgung hakim.
Sidang dilanjutkan dua pekan depan pada 15 Nopember 2018 dengan agenda pembacaan tuntutan oleh jaksa terhadap kedua terdakwa.
Atas kasus ini, para terdakwa dijerat dengan Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka Klemen Sukarno Candra dijerat Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus ini berdasarkan laporan Syane Angely Tjiongan dengan nomor laporan LPB/1576/XII/2017/UM/JATIM. Mewakili 71 orang pembeli apartemen Royal Avatar World di Jl Wisata Menanggal Waru Sidoarjo, dirinya melaporkan kedua tersangka.
Laporan ini terkait dugaan penipuan jual beli apartemen Royal Afatar World. Penyebabnya, janji pihak developer yang akan menyelesaikan bangunan apartemennya pada 2017 ternyata tidak ditepati. Padahal, tahun itu juga dijadwalkan dilakukan serah terima unit apartemen.
Bahkan hingga saat ini tahap pembangunan apartemen ini juga belum dilaksanakan. Padahal sebagian pembeli sudah melakukan pembayaran dan total uang yang masuk developer diperkirakan sekitar Rp 12 miliar sesuai bukti kuitansi pembelian. (q cox)
Foto: Dua petinggi PT Sipoa Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso, saat jalani sidang pemeriksaan terdakwa di PN Surabaya, Kamis (1/11/2018).