SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Sidang dugaan tindak pidana penipuan dan tindak pidana penggelapan dengan terdakwa Edy Susanto Santoso alias Ie Liang, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam persidangan yang terbuka untuk umum, Senin (15/5) di ruang sidang Garuda II ini, tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso alias Ie Liang membacakan nota keberatan.
Secara bergantian, lima orang advokat yang ditunjuk mendampingi terdakwa Edy Susanto Santoso tersebut membacakan nota keberatannya. Lima orang advokat yang mendampingi terdakwa Edy Susanto Santoso itu bernama Ivan Satria Wijaya, Yasin Efendi, Krisdiyansari Kuncoro Retno, Taufan Adi Wijaya dan Adrian Febrianto.
Kelima tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso alias Ie Liang itu memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, supaya menerima nota keberatan atau eksepsi penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso untuk seluruhnya.
Para advokat tersebut dalam nota keberatan yang dibacakan di muka persidangan, selain memohon supaya eksepsi ini diterima juga menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. Selain itu, tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso meminta kepada majelis hakim supaya mengeluarkan terdakwa Edy Susanto Santoso dari tahanan sejak putusan ini diucapkan.
Apa yang membuat tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso mengajukan nota keberatan atau eksepsi? Dalam nota keberatan setebal 10 halaman itu dijelaskan, surat dakwaan yang disusun JPU, tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP, khususnya terhadap syarat materiil yang diatur dalam pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP.
“Terkait syarat formil, bahwa surat dakwaan yang diterima tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso, tidak diberi nomor yang lengkap serta tidak diberi tanggal dan tidak ada tanda tangan dari penuntut umum yang berwenang menuntut perkara ini, “ ujar Ivan Satria Wijaya, salah satu tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso saat membacakan nota keberatannya di muka persidangan, Senin (15/5).
Surat dakwaan yang disusun JPU dengan terdakwa Edy Susanto Santoso, lanjut Ivan ketika membacakan nota keberatannya, dapat dikategorikan sebagai surat dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap dan dakwaan kabur atau obscuur libel.
Alasan lain yang dikemukakan tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso untuk mengajukan nota keberatan adalah alat bukti yang diajukan ke persidangan tidak sesuai. Dalam surat dakwaan yang disusun JPU, menurut tim penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso, terdapat ketidaksesuaian atau kesalahan akibat JPU tidak menyusun surat dakwaan secara cermat
“Di dalam surat dakwaan, JPU menguraikan baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua, terdapat saksi yang bernama Tanti yang menurut JPU merupakan pegawai dari saksi korban Suhwadji. Akan tetapi, di dalam berkas perkara, tidak dapat ditemukan satu pun Berita Acara Pemeriksaan atas nama saksi Tanti tersebut, “ ungkap salah satu penasehat hukum terdakwa Edy Susanto Santoso yang lain, saat membacakan nota keberatannya di muka persidangan.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Jaksa Farkhan Junaedi yang bertugas menyidangkan perkara ini pada persidangan sebelumnya menyatakan bahwa terdakwa Edi Susanto Santoso alias Ie Liang dijerat dengan pasal 378 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP untuk dakwaan kesatu. Selain itu, terdakwa Edi Susanto Santoso, dalam dakwaan kedua dijerat dengan pasal 372 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jaksa Farkhan, ketika membacakan surat dakwaannya mengatakan, perbuatan terdakwa Edi Susanto Santoso alias Ie Liang ini terjadi sekitar tahun 2014. Hal itu diawali dengan perkenalan terdakwa Edi Susanto Santoso alias Ie Liang dan Lia Emelita, istri terdakwa Edi Susanto Santoso dengan Suhwadji, tahun 2011.
“Karena sudah sangat akrab, terdakwa Edi Susanto Santoso alias Ie Liang kemudian sering meminjam uang ke Suhwadji hingga akhirnya uang yang dipinjam terdakwa Edi Susanto Santoso itu berjumlah Rp. 1.538.334.000, “ ujar Jaksa Farkhan saat membacakan surat dakwaannya.
Uang yang dipinjam terdakwa Edi Susanto Santoso alias Ie Liang itu, lanjut Jaksa Farkhan membacakan surat dakwaannya, untuk modal usaha tambang pasir. Supaya Suhwadji yakin, terdakwa memberikan jaminan.
“Jaminan yang diberikan terdakwa Edi Susanto Santoso itu berupa dua Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah, dua BPKB mobil Honda Jazz dan Toyota Yaris, dua BPKB dump truk dan surat alat berat. Namun, jaminan yang diberikan terdakwa Edi Susanto Santoso tersebut tidak dilengkapi dengan surat perjanjian atau surat kuasa menjual kepada saksi korban Suhwadji, “ ungkap Jaksa Farkhan, mengutip isi surat dakwaan.
Dalam surat dakwaan setebal tiga halaman tersebut juga dipaparkan, terdakwa juga memberikan 13 lembar cek Bank BNI atas nama Lia Emelita senilai Rp. 1.538.334.000. Kepada Suhwadji, terdakwa Edi Susanto Santoso mengatakan, bahwa 13 lembar cek yang sudah diberikan itu, dapat dicairkan setelah jatuh tempo.
Masih dalam dakwaan yang ditanda tangani Jaksa Anggara Suryanagara tersebut juga dipaparkan, cek atas nama Lia Emelita yang diberikan Edi Susanto Santoso kepada Suhwadji tertanggal 9 Juni 2014 senilai Rp. 25.750.000, cek BNI tanggal 14 Juni 2014 senilai Rp. 51.250.000, tanggal 16 Juni 2014 senilai Rp. 102.500.000, cek tanggal 17 Juni 2014 senilai Rp. 358.750.00 hingga total keseluruhannya Rp. 1.538.334.000.
“Begitu jatuh tempo, 13 lembar cek yang diberikan terdakwa Edi Susanto Santoso itu tidak dapat dicairkan. Bahkan, Suhwadji mendapat Surat Keterangan Penolakan (SKP) karena saldo rekening giro atau rekening giro khusus tidak cukup dan rekening sudah ditutup, “ jelas Jaksa Farkhan.
Masih menurut Jaksa Farkhan ketika membacakan surat dakwaan, bahwa terdakwa Edi Susanto Santoso sudah memberikan cek kepada saksi korban Suhwadji, dengan mekanisme pengeluaran cek yang tidak sesuai dengan prosedur pengeluaran cek.
Di surat JPU juga dijelaskan, setelah 13 lembar cek itu tidak dapat dicairkan, saksi korban Suhwadji mencoba menghubungi terdakwa Edi Susanto Santoso untuk minta pertanggung jawaban.
“Terdakwa berjanji akan mengganti dengan pembayaran tunai. Namun apa yang dikatakan itu hanya janji-janji belaka tanpa pernah ada realisasinya. Akhirnya, Suhwaji meminta kepada terdakwa Edi Susanto Santoso untuk membuat perjanjian dan Ikatan Jual Beli (IJB) atas dua SHM rumah, dua BPKB mobil Honda Jazz dan Toyota Yaris, dua BPKB dump truk dan surat alat berat, namun terdakwa Edi Susanto Santoso tidak mau, “ kata Jaksa Farkhan.
Di dalam surat dakwaan itu juga dijelaskan, bagaimana cara Suhwadji menyerahkan uang ke terdakwa Edi Susanto Santoso alias Ie Liang hingga akhirnya berjumlah total Rp. 1.538.334.000. (q cox, Elang)