SURABAYA (Suarapubliknews) ~ PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menegaskan komitmennya terhadap penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) serta keberlanjutan dalam seluruh kegiatan operasinya. Komitmen tersebut disampaikan oleh Tom Malik, Head of Corporate Communication PT Merdeka Copper Gold Tbk, dalam kegiatan Media Gathering yang digelar oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Jawa Timur di Surabaya.
Tom menjelaskan, selain kinerja keuangan, para investor kini semakin menaruh perhatian pada kinerja non-keuangan perusahaan, terutama dalam aspek ESG. “Investor sekarang makin cerdas. Mereka tidak hanya menilai laba, tetapi juga bagaimana perusahaan mengelola dampak lingkungan, sosial, dan tata kelola. ESG menjadi tolok ukur penting dalam menilai keberlanjutan bisnis,” ujarnya.
Tom menuturkan, sektor pertambangan menyumbang Rp2.090 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional tahun 2024, atau sekitar 9,44 persen dari total ekonomi Indonesia.
Indonesia juga menduduki peringkat dunia untuk berbagai komoditas strategis:
• Peringkat pertama produsen dan pemilik cadangan nikel global,
• Ketiga untuk timah,
• Kelima untuk emas,
• Keenam untuk tembaga dan batu bara, serta
• Ketujuh untuk cadangan bauksit.
“Pertambangan bukan sekadar menggali sumber daya, tapi menggerakkan ekonomi di wilayah terpencil. Di Banyuwangi misalnya, tambang PT Bumi Suksesindo berkontribusi lebih dari separuh pendapatan asli daerah,” terangnya.
Tom menambahkan, industri pertambangan juga mendukung transisi menuju energi hijau. “Mobil listrik menggunakan enam kali lebih banyak logam dibanding mobil konvensional. Mineral seperti tembaga, nikel, dan kobalt menjadi bahan utama industri energi bersih dan kendaraan listrik,” jelasnya.
Tom menjelaskan, Merdeka Copper Gold adalah induk dari sejumlah perusahaan yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia. MDKA tercatat sejak Juni 2015, diikuti oleh Merdeka Battery Materials (MBMA) yang IPO pada April 2023, dan Merdeka Gold Resources (EMAS) pada 23 September 2025.
Perusahaan memiliki portofolio tambang yang tersebar di berbagai daerah:
• PT Bumi Suksesindo (BSI) di Banyuwangi, mengelola tambang emas dan kini mengembangkan proyek tambang bawah tanah tembaga,
• Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) di Sulawesi Tenggara, tambang nikel besar yang menopang pabrik pengolahan di Konawe,
• Wetar Copper Mine di Maluku Barat Daya, yang kini mengoptimalkan sisa bijih untuk menghasilkan asam sulfat, bahan baku industri baterai nikel.
“Kami menerapkan konsep konservasi mineral. Dari hasil ekstraksi tembaga, kami masih bisa mengolah turunan lain seperti pirit untuk menghasilkan asam sulfat. Jadi, tidak ada yang terbuang,” katanya.
Tom menegaskan bahwa seluruh perusahaan tambang di Indonesia wajib melakukan rehabilitasi pascatambang. “Di Banyuwangi, proses rehabilitasi dilakukan bertahap. Saat area tambang selesai, langsung direstorasi. Dari total izin seluas 4.000–5.000 hektare, area yang terganggu hanya sekitar 900 hektare. Sekitar 20 hektare sudah direhabilitasi,” paparnya.
Selain itu, Merdeka juga telah menyerahkan 2.000 hektare lahan kritis di Situbondo dan Sukabumi untuk direforestasi. Perusahaan pun menyetor jaminan reklamasi pascatambang kepada pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab. “Wilayah tambang kami kini justru menjadi habitat bagi satwa langka seperti lutung dan elang Jawa. Artinya, kami jaga dan tidak biarkan ekosistem terganggu,” tambahnya.
Tom menyebutkan bahwa Merdeka telah menerbitkan Laporan Keberlanjutan sejak 2018, jauh sebelum kewajiban dari OJK diberlakukan pada 2021. Upaya ini berbuah pengakuan global:
• Peringkat ESG “A” dari MSCI dua tahun berturut-turut, satu-satunya perusahaan tambang Indonesia dengan nilai tersebut.
• Peringkat #1 Risiko ESG Sustainalytics untuk perusahaan pertambangan terdiversifikasi di Indonesia.
• Peringkat “B” dari CDP (Carbon Disclosure Project) untuk pelaporan tahun 2024.
• Masuk dalam dua indeks ESG BEI: ESG Sector Leaders IDX KEHATI dan ESG Quality 45 IDX KEHATI.
“Kalau manusia berbuat baik, Tuhan yang mencatat. Tapi kalau perusahaan berbuat baik, harus sombong — artinya dilaporkan secara transparan agar publik tahu,” ungkapnya.
Tom menambahkan, perusahaan menargetkan pengurangan emisi karbon tiap tahun melalui penggunaan listrik bersertifikat energi terbarukan, biodiesel, dan panel surya di lokasi tambang. “Seluruh listrik yang digunakan BSI di Banyuwangi kini bersertifikat energi hijau, artinya nol emisi. PANI di Gorontalo juga akan mengikuti,” tegasnya.
Menutup sesi, Tom menegaskan bahwa transparansi menjadi prinsip utama Grup Merdeka dalam menjalankan bisnis tambang yang berkelanjutan.“Kami ingin menunjukkan bahwa tambang bisa beroperasi secara bertanggung jawab, transparan, dan tetap memberi manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. ESG bukan sekadar laporan, tapi cerminan nilai perusahaan. Kami percaya keberlanjutan adalah masa depan industri tambang Indonesia,” pungkasnya. (q cox, tama dini)