SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Bank Indonesia kembali menggelar Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) Regional Jawa 2025 sebagai rangkaian menuju Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF), ajang ekonomi dan keuangan syariah terbesar di Indonesia. Penyelenggaraan Fesyar merupakan bentuk dukungan Bank Indonesia terhadap visi menjadikan Indonesia sebagai pusat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dunia.
Fesyar Regional Jawa tahun ini berlangsung di Masjid Al-Akbar Surabaya sejak 12 September dan resmi ditutup Minggu (14/9/2025). Mengusung konsep “Satu Gerbang”, acara ini menjadi inspirasi untuk memperkuat integrasi dan gerakan ekonomi syariah di tingkat regional. Selain pameran produk halal dan layanan keuangan syariah, juga digelar seminar tematik, talkshow, hingga business matching yang mempertemukan pelaku usaha dengan perbankan syariah.
Dalam ajang tersebut, LAZISMU Jawa Timur berhasil meraih juara pertama Kompetisi Program Pemberdayaan Ekonomi Lembaga Ziswaf. LAZISMU menjadi salah satu dari lima lembaga yang masuk nominasi dan tampil dengan program nyata yang telah dijalankan di masyarakat. Penghargaan ini pertama kalinya diperoleh LAZISMU Jatim di ajang Fesyar, untuk selanjutnya LAZISMU Jatim berhak untuk mengikuti ajang ISEF Di jakarta pada awal Oktober ini.
Ketua LAZISMU Jawa Timur, H. Imam Hambali, M.SEI, menjelaskan bahwa LAZISMU merupakan lembaga amil zakat nasional Muhammadiyah yang mendapat pengesahan Kementerian Agama sejak 2002 dan terakhir diperbarui tahun 2021. “Sebagai lembaga resmi, Lazismu berhak menghimpun zakat, infak, dan sedekah, lalu menyalurkannya kepada asnaf, mulai fakir miskin hingga amil,” katanya.
Dalam operasionalnya, LAZISMU mengembangkan enam pilar program: pendidikan, sosial dakwah, kemanusiaan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Pada Fesyar, LAZISMU menampilkan pilar ekonomi, yang dinilai paling strategis untuk mengangkat masyarakat miskin menjadi mandiri.
- Dalam kompetisi, LAZISMU mengajukan tiga program utama:
Bankziska (Bantuan Keuangan berbasis Zakat, Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan) – skema pembiayaan tanpa bunga, denda, atau biaya administrasi bagi fakir miskin dan UMKM mikro yang terjerat rentenir. Program ini sudah membantu sekitar 850 orang keluar dari jeratan utang. - Kampung Berkemajuan – pemberdayaan masyarakat melalui budidaya ayam petelur di Blitar, dengan pendampingan intensif. Dari semula 400 ekor per kelompok, kini meningkat menjadi 800 ekor, bahkan naik hingga 100 persen dalam satu periode 20 bulan.
- Tani Bangkit – budidaya cabai bekerja sama dengan perusahaan profesional. Dengan pola khusus yang sudah diperhitungkan risikonya, program ini mampu menghasilkan margin keuntungan 60–80 persen per tahun. Dalam hitungan Imam, modal Rp100 juta dapat menghasilkan laba sekitar Rp50 juta dalam setahun.
“Produk yang kami tampilkan adalah program nyata di lapangan. Arti penghargaan ini bagi kami penting sekali karena menunjukkan keseriusan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat,” terangnya.
Sejauh ini, program LAZISMU Jatim telah tersebar di berbagai daerah:
- Blitar menjadi pusat pengembangan budidaya ayam petelur dengan model Kampung Berkemajuan.
- Mojokerto menjadi lokasi utama pengembangan budidaya cabai.
- 15 kawasan lain di Jawa Timur menerima manfaat dari program Bankziska yang fokus pada pembiayaan bebas bunga untuk membantu masyarakat terlepas dari jeratan rentenir.
Dengan pola ini, LAZISMU berupaya memastikan program tidak hanya terpusat di satu wilayah, tetapi benar-benar menjangkau masyarakat di berbagai daerah.
Meski meraih prestasi, Imam mengakui tantangan terbesar adalah keterbatasan tenaga ahli internal. Karena itu, LAZISMU banyak berkolaborasi dengan mitra swasta yang berkompeten. Untuk saat ini, program belum melibatkan pemerintah secara langsung. “Biasanya pemerintah akan ikut setelah ada bukti nyata. Karena itu, sementara kami buktikan dulu secara mandiri,” jelasnya.
Imam menegaskan program LAZISMU dirancang berkelanjutan dengan horizon jangka panjang. Budidaya ayam memakan waktu sekitar 18–20 bulan, sementara cabai 6 bulan per panen. Namun, targetnya adalah 5–10 tahun, dengan harapan kelompok usaha binaan bisa tumbuh menjadi komunitas wirausaha baru.
“Harapan kami, dari mustahik bisa bertransformasi menjadi muzakki. Inilah misi besar yang terus kami jalankan. Kami ingin membentuk saudagar-saudagar baru dari masyarakat kecil,” pungkasnya. (q cox, tama dini)