SURABAYA (Suarapubliknews) – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan kedigdayaannya di bidang robotika. Kali ini, tim robot bawah air Banyubramanta ITS sukses menjadi jawara pada ajang Technogine 2020 kategori ROUV (Remotely Operated Underwater Vehicle) yang diselenggarakan Telkom University.
Koordinator Tim Banyubramanta ITS Reza Maliki Akbar AMd ST mengatakan dengan mengusung robot bawah air pendeteksi ranjau laut bernama Wikraluga, tim Banyubramanta ITS berhasil meraih juara pertama pada subtema Technology, Human, Environment. Lomba ini secara keseluruhan digelar secara daring.
Wikraluga adalah robot bawah air yang digunakan untuk mendeteksi serta membersihkan lautan dari keberadaan ranjau apung. Ranjau tersebut merupakan bekas dari peperangan yang terjadi di perairan Indonesia pada masa lampau. “Keberadaan ranjau ini berbahaya bagi perairan Indonesia karena dapat mengancam biota laut, para nelayan, hingga kapal kargo dan penumpang,” katanya.
Keberadaan ranjau apung, tersebar di laut wilayah Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Kalimantan, dan paling banyak terdapat pada laut di wilayah Pulau Jawa. Ranjau apung sendiri biasa terdapat pada perairan air dangkal dengan kedalaman 3 meter. Pendeteksian ranjau apung oleh robot bawah air Wikraluga ini dilakukan oleh sensor sonar yang akan menangkap sinyal keberadaan benda asing.
Usai pendeteksian, Wikraluga akan mengidentifikasi lebih lanjut dengan kamera beresolusi 12 mp yang dibantu penerangan oleh senter selam. Apabila objek benar berupa ranjau, maka inductive proximity sensor akan bekerja untuk mendeteksi keberadaan detonator atau komponen yang dapat menyebabkan ledakan. “Detonator akan dicabut dengan gripper, kemudian rantai ranjau apung dipotong dan ranjau digiring oleh robot ke tepi pantai,” paparnya.
Tepi pantai merupakan lokasi yang tepat untuk meledakkan ranjau. Alasan tersebut didasari karena pasir pantai dapat meredam ledakan dari ranjau. “Tidak di sembarang tepian, lokasi peledakan sendiri akan memilih di mana tidak ramai keberadaan orang,” ujarnya.
Wikraluga ini merupakan terobosan yang tepat, mengingat di Indonesia sendiri masih menggunakan cara manual untuk mendeteksi ranjau di lautan. Cara tersebut antara lain dengan menggunakan kapal dan manusia untuk menjinakkan ranjau secara langsung. Keberadaan robot Wikraluga, akan menggantikan manusia, sehingga meminimalisir risiko kecelakaan penyelam saat gagal dalam penjinakan ranjau yang berujung dengan timbulnya ledakan.
Penggunaan robot Wikraluga juga dapat menekan biaya pengeluaran, karena tidak perlu mengerahkan kapal besar hanya untuk mendeteksi ranjau. Robot Wikraluga yang memiliki dimensi yang cukup mungil, yakni 49,5 x 37,5 x 15 cm ini, dapat dimanfaatkan juga oleh siapapun mulai dari nelayan hingga para komunitas kelautan yang ingin menjelajah laut dengan rasa aman.
Tidak hanya penggunaan skala kecil, Wikraluga ini memiliki target spesifik yakni Kementerian Pertahanan (Kemenhan), TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kelautan. “Kami berharap robot ini dapat membantu tugas pemerintah dalam membuat perairan Indonesia merupakan tempat yang aman bagi semua makhluk hidup,” harap Maliki.
Tidak puas hanya dengan prototipe, tim yang dikomandoi secara teknis oleh Afrizal Pradana Firmansyah, mahasiswa Departemen Teknik Elektro ITS ini, ke depannya akan merealisasikan robot Wikraluga untuk dapat diaplikasikan secara nyata pada lautan. Pengembangannya akan diteruskan hingga menjadi AUV (Autonomous Underwater Vehicle) yang dilengkapi dengan image processing serta database karakteristik dari semua tipe ranjau yang ada di lautan Indonesia. (q cox)