SURABAYA (Suarapubliknews) – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan perjuangannya ketika mempertahankan Rp1,6 triliun honor tenaga Non-ASN (Aparatur Sipil Negara) atau Outsourcing (OS) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Perjuangan itu dilakukannya hingga ke tingkat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Hal tersebut disampaikan Wali Kota Eri Cahyadi di momen halal bihalal bersama seluruh pegawai di lingkungan Pemkot Surabaya, Kamis (27/4/2023). Halal bihalal yang berlangsung virtual di Lobby Lantai 2 Balai Kota Surabaya tersebut, juga diikuti Sekretaris Daerah (Sekda) bersama para Asisten.
Wali Kota Eri Cahyadi mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, tenaga honorer atau Non-ASN harus sudah dihapus per tanggal 28 November 2023. Sebab, dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa ASN hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Ada kabar bahwa seluruh pegawai Non-ASN atau OS di seluruh Indonesia akan dihapus dan sudah tidak boleh lagi. Tapi (jika tidak dihapus), maka mereka harus ikut pihak ketiga. Di situlah saya sampaikan ke kementerian, saya tidak akan melepas saudara-saudara saya,” kata Wali Kota Eri Cahyadi mengawali ceritanya.
Karena itulah kemudian Wali Kota Eri menghadap ke Kementerian PAN-RB. Di sanalah dia bersikukuh untuk mempertahankan tenaga Non-ASN atau OS agar jangan sampai dilepas atau ikut pihak ketiga. Karena menurutnya, jika hal itu dilakukan, maka Surabaya akan hancur dan terjadi pengangguran yang luar biasa.
“Kalau saudara-saudara saya ini dilepas dari tenaga kontrak di Surabaya, maka hancur Kota Surabaya, akan terjadi pengangguran luar biasa. Maka saya dengan seluruh kekuatan saya Pak Menteri, saya mohon maaf tidak akan melepas mereka kecuali mereka ada kesalahan yang memang melanggar hukum,” ungkap Wali Kota Eri ketika menghadap Kementerian PAN-RB.
Perjuangan Wali Kota Eri mempertahankan tenaga Non-ASN, rupanya sempat mendapatkan penolakan dari kementerian. Alhasil, di situlah terjadi perdebatan argumen antara Wali Kota Eri dengan pihak Kementerian PAN-RB, meski akhirnya kemudian diberikan opsi jalan keluar.
“Akhirnya saya geger (bertengkar) luar biasa saat itu dengan kementerian. Kemudian saya diberikan jalan (keluar) kementerian. Kalau (kerja) di pemerintah kota, maka (Non-ASN) harus ikut aturan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tidak boleh ikut aturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker),” katanya.
Apabila mengikuti aturan Kemenaker, maka besaran gaji Non-ASN diatur berdasarkan Upah Minimum Kota (UMK). Nah, secara otomatis ketika UMK sebuah kota meningkat, maka gaji pegawai ikut naik. Sementara jika mengikuti aturan Kemenkeu, maka besaran gaji pegawai Non-ASN dihitung berdasarkan beban kerja.
“Itu pilihan yang sulit bagi saya. Karena kalau ikut gaji UMK, gaji naik terus tapi teman-teman (Non-ASN) harus ikut pihak ketiga (perusahaan swasta). Tapi kalau ikut pihak ketiga, apakah sudah pasti teman-teman ini akan mendapatkan besaran gaji UMK,” ujarnya.
Di situlah kemudian Wali Kota Eri melakukan perhitungan besaran honor pegawai Non-ASN jika mengikuti aturan dalam Kemenaker dan Kemenkeu. Ia pun lantas juga berkaca dari pegawai swasta seperti petugas keamanan dan kebersihan yang ikut pihak ketiga justru mendapatkan besaran gaji jauh di bawah UMK.
“Karena itu saya tidak rela kalau teman-teman ikut pihak ketiga (perusahaan swasta). Maka itu (Non-ASN) saya pertahankan, akhirnya ikut aturan Menteri Keuangan,” sebut Cak Eri, sapaan lekat Wali Kota Surabaya.
Cak Eri lantas menjabarkan, pada tahun 2021 pegawai penunjang di lingkup pemkot seperti petugas keamanan dan kebersihan, besaran honor sekitar Rp4,3 juta per bulan mengikuti aturan Kemenaker atau UMK. Apabila besaran gaji itu dikalikan selama satu tahun atau 12 bulan, maka ketemunya adalah Rp51,6 juta.
Sedangkan jika mengikuti aturan dalam Kemenkeu, maka besaran gaji pegawai penunjang seperti petugas keamanan dan kebersihan sekitar Rp3,7 juta per bulan. Nah, jika honor itu dikalikan dalam satu tahun atau 12 bulan, maka ketemunya adalah Rp44,4 juta.
“Sehingga ada selisih sekitar Rp7,2 juta. Akhirnya saya menghadap lagi bertemu Pak Menteri (PAN-RB), tidak bisa ini jaraknya (selisih) terlalu jauh. Akhirnya disampaikan (Pak Menteri) kalau ikut aturan Menteri Keuangan, ada gaji ke-13,” paparnya.
“Sehingga jika gaji Rp3,7 dikalikan 13 bulan, maka dalam satu tahun mendapatkan Rp48,1 juta. Nah, jika Rp48,1 juta dibagi 12 bulan, maka pegawai penunjang per bulannya masih menerima gaji Rp4 juta lebih,” sambungnya.
Cak Eri mengungkapkan, bahwa di seluruh Indonesia, tercatat jika Pemkot Surabaya paling banyak memberdayakan tenaga kontrak atau Non-ASN. Jumlahnya pun mencapai sekitar 28.000 pegawai. Sedangkan jumlah pegawai PNS pemkot sendiri hanya sekitar 15 ribu.
Dengan jumlah pegawai Non-ASN sebanyak 28.000, maka anggaran yang harus dikeluarkan Pemkot Surabaya untuk membayar honor mereka dalam satu tahun mencapai sekitar Rp1,6 triliun. Besarnya anggaran yang dikeluarkan pemkot untuk membayar honor pegawai Non-ASN itupun mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
“Karena itu saya diseneni (dimarahi), dipoyoki (diejek) kementerian, tapi saya tidak bergeming, karena saya tidak mau panjenengan (Non-ASN) ikut pihak ketiga (perusahaan) yang gajinya bisa di bawah Rp3,7 juta. Bahkan, jika ada acara di mana-mana, saya (Pemkot Surabaya) dirasani, karena pegawai Non-ASNnya terbanyak dan tidak dikurangi,” tuturnya.
Mendapat penjelasan Wali Kota Eri mengenai perjuangannya mempertahankan tenaga Non-ASN, sejumlah pegawai pun lantas menyampaikan terima kasih. Satu per satu pegawai dari beberapa instansi mewakili rekan-rekannya mengucapkan terima kasih karena sudah menerima gaji ke-13 sebelum Hari Raya IdulFitri 1444 Hijriah.
“Matur suwun sanget dumateng (terima kasih banyak untuk) Cak Eri, bapak e arek-arek Suroboyo. Untuk gaji ke-13 sudah saya terima sebelum Hari Raya Idulfitri. Gaji ke-13 sangat berarti bagi keluarga kami, semoga Cak Eri bersama keluarga diberikan kesehatan,” kata seorang pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya ini.
Ucapan yang sama juga disampaikan seorang anggota Satpol PP Kota Surabaya. Mewakili rekan-rekannya, ia menyampaikan terima kasih karena sudah menerima gaji ke-13 dan masih tetap bisa bekerja di lingkungan Pemkot Surabaya.
“Mewakili rekan-rekan Satpol PP, kami sangat bersyukur, terima kasih banyak atas gaji ke-13 sebelum IdulFitri, itu sangat berarti dan bermanfaat bagi keluarga kami. Kami sangat bersyukur sampai saat ini masih bisa bekerja di pemerintahan, bisa memberikan kontribusi terbaik kepada Bapak Wali Kota dan Pemkot Surabaya,” pungkasnya. (Q cox)