SURABAYA (Suarapubliknews) – Pandemi Covid-19 membutuhkan penanganan dalam skala lokal. Pasalnya, masing-masing daerah memiliki budaya yang berbeda, sehingga membutuhkan cara penyelesaian masing-masing.
Pendapat itu, menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, disampaikan Prof. Dr. Rajib Shaw dari Keio University, Japan, dalam rapat melalui teleconference yang diselenggarakan oleh United Cities and Local Government (UCLG) Asia Pasific (Aspac), Kamis (09/04/2020).
Pertemuan antar kepala daerah se-Asia Pasifik melalui teleconference tersebut, dalam rangka membahas strategi dan aksi di daerah menghadapi wabah Covid-19.
“Pandemi ini memang global, tapi action harus lokal, karena budaya tiap daerah berbeda. Seperti budaya berpelukan. Makanya, Satpol PP aku suruh ke warung-warung (Bagi masker dan sosialisasi) karena budaya orang di Surabaya di warung-warung itu,” kata Wali Kota Risma, Jumat (10/04/2020).
Wali Kota Risma menilai, penanganan Covid-19 antara Surabaya dengan daerah lain, semisal Palembang dan Medan pasti juga tak sama. Apalagi, Kota Surabaya memiliki banyak akses masuk, mulai dari pesawat, kapal, kemudian jalan darat. Terlebih, jarak antar daerah juga dekat.
“Itulah kenapa pandemik harus diselesaikan dengan cara lokal masing-masing,” ujarnya.
Ia menceritakan, di Guangzhou, China, bisa membangun rumah sakit sendiri, sekaligus mendatangkan petugas medis sendiri dari beberapa kota lainnya. Hal itu, karena adanya kebijakan sentralistik di China.
“Kalau kita tidak bisa dengan cara itu, karena masing-masing daerah juga mengalami (wabah Covid-19) sendiri,” katanya.
Wali Kota Risma mengakui, dalam menangani wabah Covid-19 ini masih ada keterbatasan, terutama jumlah fasilitas, prasarana dan sumber daya manusia. Sementara, Surabaya sering menjadi rujukan rumah sakit dari daerah. Namun, ia memastikan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya semaksimal mungkin melakukan pencegahan Covid-19.
“Kalau tidak, berat. Itu yang dilakukan di beberapa kota, diantaranya di salah kota di Jepang membuat border control perbatasan,” katanya.
Perempuan pertama yang menjadi Wali Kota Surabaya ini menegaskan, yang paling penting untuk mengurangi penyebaran Covid-19 adalah dengan sikap disiplin melalui menjaga jarak, memakai masker, dan menjaga kebersihan dengan cara rajin cuci tangan.
“Kenapa PMK terus lakukan penyemprotan. Bahkan, semua resources kita kerahkan, karena kalau sudah begitu tinggi (penderita), berat,” jelasnya.
Di pasar tradisional, pihaknya juga memperbanyak pemasangan wastafel dan hand sanitizer. Pemasangan tak hanya di luar, di dalam pasar juga disediakan perlengkapan tersebut. Bahkan, hand sanitizer itu terpasang dengan jarak sekitar 20 meter.
“Kita juga terus membagi ribuan masker ke pedagang dan Ojek online. Kalau kita disiplin dan skala kota kita lakukan, aku yakin turun. Skala kota, dengan di bordernya, penanganan lingkungan dan cara menjaganya seperti apa,” tuturnya.
Tak hanya itu, untuk menekan penyebaran virus, di sejumlah perbatasan pintu masuk ke Kota Surabaya, juga dilakukan penyemprotan disinfektan. Upaya ini dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19.
Wali Kota Risma juga mengakui, bahwa sebelumnya pihaknya telah mengeluarkan surat edaran yang berisi tentang serangkaian protokol-protokol pencegahan Covid-19 dan disampaikan hingga tingkat RT/RW.
“Edaran sudah semua. Pengelola apartemen, hotel, mal, perkantoran sampai RT/RW. Masing-masing harus punya protokol,” pungkasnya. (q cox)