SURABAYA (Suarapubliknews) – Rumah Padat Karya Krembangan atau Rumah Maggot diresmikan langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Rabu (22/6/2022). Di aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya itu, warga Krembangan melakukan budidaya maggot lalat BSF (black soldier fly), beternak ayam, budidaya ikan, hingga sayur organik. Peresmian itu ditandai dengan pemotongan untaian melati dan dilanjutkan dengan peninjauan ke Rumah Maggot Lalat BSF.
Pada kesempatan itu, Wali Kota Eri mengaku bangga sudah bisa meresmikan Rumah Padat Karya atau Rumah Maggot di Krembangan. Pasalnya, Rumah Maggot itu yang menggerakkan adalah warga, yang mengajarkan dan mengerjakan budidaya itu juga warga Krembangan sendiri.
“Apalagi ini juga bisa mempekerjakan warga MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), sehingga gotong-royong yang diajarkan oleh Bung Karno dalam Pancasila, benar-benar diterapkan dan ditunjukkan oleh warga Krembangan ini,” kata Wali Kota Eri seusai meresmikan Rumah Maggot itu.
Ia juga mengakui bahwa sebenarnya sudah ada salah satu pabrik yang meminta maggot 6 ton perhari kepada Pemkot Surabaya. Kalau bisa memenuhi 6 ton perhari, maka dipastikan akan banyak tenaga kerja yang terserap dari MBR Krembangan.
“Kalau kita jual Rp 4 ribu perkilogram, berarti 6 ton sekitar Rp 24 juta perhari atau Rp 720 juta perbulannya. Nah, kalau saya menargetkan setiap MBR punya penghasilan Rp 3 juta, maka ada sekitar 240-an orang MBR yang bisa memenuhi target 6 ton ini. Itu hanya satu pabrik saja, belum lagi yang lainnya,” kata dia.
Bahkan, kalau maggot lalat itu bisa dikeringkan dan dikirim ke luar negeri atau ekspor, bisa dijual hingga 4 US dan kalau dikeringkan untuk lokal saja, harganya bisa Rp 8 ribuan. “Makanya, saya berharap teman-teman ini bisa terus mengembangkan maggot ini supaya bisa diekspor dan bisa mengentas kemiskinan MBR di Krembangan ini. Nah, apa saja kebutuhan untuk bisa ekspor itu, nanti kita penuhi fasilitasnya, jadi biarkan warga itu bergerak,” tegasnya.
Di samping itu, ia juga meminta jajaran Pemkot Surabaya untuk berhitung dan bisa membaca peluang ketika membuka tempat rumah padat karya di wilayahnya masing-masing. Ia tidak ingin ketika di suatu tempat sudah ada jenis usaha, seperti laundry, maka di tempat lainnya diusahakan tidak membuka usaha serupa, kecuali peluangnya memang masih ada.
“Jadi, kita juga harus pandai membaca marketnya, dan yang paling penting bagaimana warga ini bisa bergerak,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Krembangan Ario Bagus Permadi menjelaskan bahwa Rumah Maggot ini untuk merespon angka MBR yang ada di Kecamatan Krembangan. Kala itu, ia diminta untuk mengidentifikasi aset pemkot yang tidak terpakai, sehingga ditemukanlah aset tersebut. Kebetulan, Ketua RW sudah melakukan budidaya Maggot Lalat BSF di lantai 2 Balai RW, sehingga itu dikembangkan ke tingkat kecamatan.
“Jadi, awalnya aset ini untuk maggot, karena masih ada tempat yang tersisa, akhirnya kita ternak ayam dan ikan serta sayuran organik, sehingga produksi maggot itu semuanya terpakai,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa tantangan ekspor yang disampaikan oleh Wali Kota Eri memang menjadi mimpi dia dan warganya ke depan. Sebab, apabila aset itu dimaksimalkan dan bisa berkolaborasi juga dengan tempat lainnya, maka insyallah target ekspor sangat memungkinkan. “Sementara ini kapasitas produksinya memang masih 30 persen, kita akan genjot dulu hingga 100 persen, dan selanjutnya baru berpikir untuk ekspor,” kata dia.
Ketua Kelompok Tani Krembangan Madani, Johan Tri Cahyono, mengatakan sementara ini memang masih memproduksi maggot 100 kilogram perhari, dan sebenarnya itu bisa digenjot lagi hingga 150-175 kilogram perhari dengan fasilitas yang ada. Bahkan, kalau fasilitas raknya ditambahkan, tentu produksi maggotnya akan semakin banyak.
“Jadi, tantangan Pak Wali untuk bisa ekspor ke luar negeri sangat realistis dan mungkin sangat mudah diwujudkan. Apalagi, kalau ada kerjasama dengan wilayah lainnya di Surabaya, tentu target itu akan sangat mudah,” pungkasnya. (q cox)