SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi B DPRD Surabaya mnggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait pengaduan warga Kelurahan Kandangan yang mengeluhkan dampak operasional pabrik peleburan logam milik PT. Suka Jadi Logam (SJL). Rabu (23/7/2025)
Rapat koordinasi yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi B, Mochammad Machmud, dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, mulai dari perwakilan dinas DPRKPP, DLH, DPMPTSP, Satpol PP, hingga unsur pemerintahan wilayah seperti Camat Benowo dan Lurah Kandangan, serta puluhan perwakilan warga dari RT 01 hingga RT 05 RW 06.
Kisruh antara warga Kandangan dan PT. Suka Jadi Logam memasuki babak baru. Warga tak lagi hanya menuntut segel formal, tetapi penutupan total operasional pabrik yang dinilai mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.
Warga menyuarakan tuntutan agar penyegelan terhadap PT. SJL benar-benar dilaksanakan dengan tegas, tidak hanya bersifat simbolik dan tidak menyentuh akar persoalan Utama, yakni aktivitas produksi yang masih terus berjalan meskipun bangunan telah dinyatakan melanggar Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Eni, salah satu warga terdampak, dengan suara penuh keprihatinan menyampaikan bahwa pencemaran dari aktivitas peleburan logam telah menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat, terutama anak-anak di lingkungan sekolah yang berdampingan langsung dengan lokasi pabrik.
Ia mengingatkan bahwa masalah ini telah dibahas sejak dua bulan lalu, tepatnya pada pertemuan 27 Mei 2025. “Yang penting itu bukan hanya masalah bangunan, tapi operasionalnya. Gedung itu izinnya workshop, tapi digunakan untuk peleburan logam. Ini yang merugikan warga. Sudah ada warga yang mengalami gangguan pernapasan, dan seharusnya eksekusi dilakukan dari dulu,” tegasnya.
Senada dengan Eni, Ketua RT 04 RW 06, Mardi, juga menekankan bahwa aspirasi warga sudah bulat bahwa operasional pabrik harus dihentikan total. Ia menjelaskan bahwa Komisi B bersama dinas teknis telah menyepakati akan melakukan evaluasi ulang terhadap penyegelan dan menjadikan tanggal 7 Agustus 2025 sebagai batas akhir untuk pembongkaran bangunan.
Jika sampai batas waktu tersebut tak ada tindakan tegas dari Pemkot, warga siap membawa persoalan ini ke level provinsi dan bahkan ke kepolisian. “Penutupan ini harga mati bagi warga. Kami tidak ingin lagi aksi jalanan atau anarkis. Tapi jika tidak ada hasil dari jalur resmi ini, kami akan melaporkan ke Gubernur dan Polda Jatim,” ujar Mardi.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B, Mochammad Machmud, menjelaskan bahwa fokus utama saat ini adalah menertibkan pelanggaran IMB terlebih dahulu. Ia memastikan bahwa Dinas Cipta Karya akan segera mengirimkan surat permohonan penertiban dan memberikan kesempatan kepada pihak PT. SJL untuk membongkar sendiri bangunan yang bermasalah. Jika tidak dilakukan, maka Satpol PP akan turun tangan melakukan eksekusi.
“Segel kemarin hanya di pintu dan pagar, tapi operasional usahanya tetap jalan. Ini keliru. Kalau tidak dibongkar sendiri, maka Satpol PP akan bergerak. Ini sudah menjadi komitmen yang harus dijalankan Pemkot. Jangan ada lagi oknum yang membela perusahaan dan mengabaikan penderitaan warga,” tegas Machmud.
Ia juga menambahkan bahwa untuk aspek izin operasional yang dikeluarkan oleh Pemprov Jawa Timur, Komisi B akan mengundang DLH dan DPMPTSP tingkat provinsi untuk membahas kemungkinan pencabutan izin secara menyeluruh.
Dan dalam waktu dekat, kata Machmud, pihaknya akan mengagendakan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi bersama media, agar publik dapat melihat langsung kondisi sebenarnya.
Komisi B DPRD Surabaya memberi angin segar dengan menetapkan batas waktu tegas hingga 7 Agustus 2025 untuk eksekusi pembongkaran. Ketegasan pemerintah dan pengawasan publik kini menjadi kunci, apakah janji rapat akan berbuah aksi nyata, atau hanya sekadar formalitas di atas kertas. Yang pasti, bagi warga, penutupan PT. SJL adalah harga mati. (q cox, Fred)