SURABAYA (Suarapubliknews) – U.S. Diplomatic Security Overseas Criminal Investigations (OCI) di Konsulat Jenderal AS Surabaya bersama Homeland Security Investigations (HSI) Kedutaan Besar AS Jakarta melakukan pelatihan sehari penuh kepada lebih dari seratus petugas imigrasi dan penyelidik Polri.
Konsul Jenderal AS Mark McGovern mengatakan program pelatihan ini bertepatan dengan Hari Dunia Menentang Perdagangan Orang dan berfokus pada perdagangan manusia dan eksploitasi anak, analisis dokumen, deteksi palsu, serta fitur keamanan paspor dan visa.
“Sesi ini merupakan bagian dari program OCI dan HSI Kedutaan Besar AS Jakarta untuk seluruh Kawasan Timur Indonesia. Program penjangkauan ini disponsori oleh INL (biro Narkotika dan Penegakan Hukum Internasional Departemen Luar Negeri) di Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk mendukung kapasitas lembaga penegak hukum Indonesia dalam investigasi perdagangan manusia dan mendokumentasikan deteksi penipuan untuk mencegah masuknya ilegal ke Indonesia,” katanya.
Sejak Januari 2019, pelatihan ini telah dilaksanakan di Kupang (Timor), Oecussi (Timor Leste), Makassar, Manado, dan Denpasar dan akan berlanjut di Labuan Bajo dan Mataram sehingga total personel penegak hukum yang terlatih menjadi lebih dari 500 orang pada akhir 2019.
“Sementara kami mewakili berbagai organisasi dengan misi berbeda di Surabaya dan Jatim, warga negara kami menghadapi tantangan keselamatan dan keamanan yang sama. Kolaborasi semacam ini memastikan kami siap untuk melayani orang-orang kami dengan baik dalam keadaan darurat apa pun dan merupakan contoh yang sangat baik dari kemitraan strategis yang lebih luas antara Indonesia dan Amerika Serikat,” tambah Mark McGovern.
Wakapolda Jatim, Brigjen Pol Toni Harmanto mengatakan perempuan dan Anak masih menjadi merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban kasus pidana perdagangan manusia. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan mereka persyaratan mendapatkan pekerjaan.
“Minimnya pengetahuan korban, serta kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam dunia kerja membuat korban mudah ditipu. Kebanyakan pelaku merupakan orang dekat korban. Bisa keluarga atau teman dekat korban. Karena hal ini, korban cenderung percaya dengan pelaku,” katanya.
Terungkapnya kasus TPPO ini juga dari kesadaran masyarakat untuk pencegahan. Semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi di media, menjadi titik terang. “Namun yang terpenting adalah membentengi keluarga dari ancaman Tindak Pidana Perdagangan Orang,” tegas Toni Harmanto. (q cox, Tama Dinie)