SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Misi penggabungan dua OPD Pemkot Surabaya yakni Linmaspol dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) akhirnya kandas, setelah Pansus DPRD Surabaya mengembalikan usulan Raperda nya di rapat paripurna.
Alasan efisiensi yang disampaikan Pemkot Surabaya tidak bisa mempengaruhi rapat pembahasan Pansus DPRD Surabaya, karena hasil berbagai konsultasi yang salah satunya ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mendapatkan referensi jika wilayah Kota Surabaya masuk kategori rawan bencana.
“Surabaya masuk kategori beresiko bencana, dengan indeks resiko bencana 167, data ini yang mengeluarkan BNPB, untuk seluruh Indonesia masuk peringkat 94,” ucap Sutadi ketua Pansus Organisasi Perangkat Daerah (OPD) DPRD Surabaya
Oleh karenanya, lanjut Sutadi, Pansus mengundang pakar dari ITS untuk menguji indeks tersebut, dan ternyata mendapatkan data dan informasi jika wilayah Kota Surabaya dilalui oleh dua sesar (patahan), yakni sesar kendeng dan kali Surabaya.
“Kedalam bencana itu 10 Km, tetapi potensi bencananya adalah 6,2 SR, dan contoh kasus yang disampaikan para pakar adalah Gunung Kidul Yogyakarta, karena hanya dengan 5 SR ternyata dampaknya sangat fatal yakni rata dengan tanah, dan ini karena tidak ada goodwill dari pemerintah setempat, tentang kesiapan dan pemahaman soal bencana,” tuturnya.
Bicara soal wilayah Kota Surabaya, ketua Fraksi Gerindra DPRD Surabaya ini menyampaikan jika ada tujuh (7) potensi bencana, diantaranya gempa, karena pergerakan sesar kendeng ini 0,05 mm pertahun, pergerakannya ke dalam, mendesak.
“Jadi gambaran bencananya bukan patah ke bawah, tapi patah ke atas, jadi dampaknya ke bangunan itu terangkat ke atas, dan ternyata hal ini dibenarkan oleh BNPB pusat,” tambahnya.
Menurut anggota komisi D DPRD Surabaya ini, selanjutnya adalah potensi lumpur, yang terdangkal saja adalah 30 meter, artinya dalam kedalam 30 meter lebih baru bisa mendapatkan tanah keras, yang paling dalam ada di wilayah kalianak yang mencapai 100 meter, maka tak sedikit tiang pancang yang posisinya menggantung.
“Kemudian bencana puting beliung, yang selama ini sering terjadi dan sudah dilaporkan. Selanjutnya soal banjir, ini potensi akan besar jika ROB nya datangnya dari arah kali surabaya,” jlentrehnya.
Masih Sutadi, yang kelima adalah bencana kebakaran, dan yang terjadi selama ini kan banyak yang disebabkan oleh konsleting listrik, tetapi Surabaya sudah menggunakan pipa gas, ini yang dampaknya jauh lebih berbahaya.
“Contoh kasus di Filipina, kasus kebakaran yang disebabkan oleh pipa gas itu eribu orang meninggal dunia,” tandasnya
Rawan bencana lain adalah keberadaan industri, terutama industri kimia. Jika di Gresik itu sampai terjadi bencana, maka racun yang ditimbulkan bisa terbawa angin ke wilayah Surabaya.
“Yang perlu diingat, BPBD itu dimunculkan tidak dalam rangka menangani saat terjadi bencana, tetapi yang penting mitigasi nya. jadi membuat kota ini siap bencana karena sudah memiliki master plan bencana, contohnya di mayjend sungkono itu daerah lempeng, maka bangunan yang berdiri harus tahan gempa, faktanya pemkot belum membuat kebijakan itu,” jelas Sutadi.
Sutadi menerangkan, jika awalnya Pemkot Surabaya mempunyai usulan penggabungan tiga OPD yakni Bakesbang, Linmas dan BPBD. Maka lembaga BPPD ini menjadi lembaga eselon tiga atau empat, karena setingkat bidang.
“Maka jika terjadi bencana, BPBD hanya bisa mengandalkan koordinasi, seperti PMK, kesehatan dan PU, maka mitigasi nya tidak ada, dan Kesbangpol itu urusan pemerintah pusat yang tidak bisa dicampur dengan urusan bencana,” terangnya.
Dampaknya, lanjut dia, jika lembaga ini setingkat eselon tiga, maka bantuan mitigasi yang biayanya sangat mahal dari BNBD tidak bisa turun, yang salah satunya soal pelatihan, apalagi dengan luas kota Surabaya saat ini dengan populasi 3 juta lebih ini, ini cukup memakan waktu dan biaya.
“Artinya apa, tidak bisa ditanggung sendiri (pemkot Surabaya), sekarang memang belum terasa karena memang belum terjadi dan mudah-mudahan aman-aman saja sampai kapanpun, tetapi kesiapan itu tetap perlu dan penting, makanya Pansus tidak mau ambil resiko untuk menyetujui,” lanjutnya.
Dengan dikembalikannya Raperda OPD saat ini melalui paripurna, maka posisi BPBD tetap berdiri sendiri, meskipun dengan kondisi yang memiliki hanya dua bidang (belum memenuhi syarat untuk eselon dua). “Bantuan berharap hanya dari provinsi,” pungkasnya. (q cox)