Hukrim

Bernada Keras di Persidangan, Henry J Gunawan Dapat Peringatan dari Hakim

16
×

Bernada Keras di Persidangan, Henry J Gunawan Dapat Peringatan dari Hakim

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Henry Jocosity Gunawan ((HJG) kembali berulah saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pembelaan (Pledoi) di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (17/12/2019).

Dari pantauan di ruang sidang Garuda 1, Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) yang terjerat dalam perkara memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik itu, menunjukkan sikap tak terpuji dengan membentak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakosa.

Ketua majelis hakim Dwi Purwadi yang coba mengingatkan Henry untuk tidak menuding nuding jaksa, malah mendapat bentakan kasar. Nasihat hakim yang menganjurkan terdakwa Henry untuk lebih bersabar tidak dihiraukan, malah terkesan menantang hakim.

“Apa, emangnya dia ketawa pak, apanya yang sudah, kenapa, matiin saya gak apa,”kata Henry pada hakim Dwi Purwadi dengan nada tinggi.

Ketika keadaan semakin memanas, dua tim penasehat hukumnya yakni Hotma Sitompoel dan Jeffry Simatupang kemudian menghampiri Henry sambil berbisik bisik dan mengelus-elus pundak Henry untuk menenangkan.

Atas sikap kasar tersebut, Hakim Dwi Purwadi mengancam akan mengeluarkan Henry dari ruang sidang.

“Pak Hotma, kalau terdakwa ribut terdakwa tak kasih keluar,”kata hakim Dwi Purwadi yang pada Hotma.

Setelah suasana kembali tenang, majelis hakim meminta tim penasehat hukum untuk melanjutkan pembacaan nota pembelaannya.

“Silahkan dilanjutkan,”kata hakim Dwi Purwadi yang disambut kata siap Hotma Sitompoel.

Sebelumnya, selain tim penasehat hukumnya, Henry J Gunawan dan istrinya, Iuneke Anggraini terlebih dahulu membacakan masing masing pembelaannya.

Henry diberi kesempatan untuk membacakan nota pembelaannya kemudian dilanjutkan oleh Iuneke Anggraini dan tim penasehat hukumnya secara bergantian.

Dalam pembelaan tim penasehat hukum kedua terdakwa, meminta majelis hakim membebaskan Henry dan Iuneke karena dianggap tidak terbukti melanggar hukum.

“Menerima seluruhnya pembelaan, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Membebaskan terdakwa dan melepaskan dari tuntutan hukum. Mengembalikan alat bukti, mengeluarkan dari Rutan, merehabilitasi nama baik para terdakwa, bebankan biaya perkara pada negara,”pungkas Hotma.

Atas pembelaan tersebut, JPU Ali Prakoso tidak mengajukan tanggapan (duplik) secara tertulis melainkan ditanggapi secara lisan.

“Setelah mendengarkan pembacaan pembelaan terdakwa maupun tim penasehat hukum, kami tetap pada tuntutan,”kata JPU Ali Prakoso diakhir persidangan.

Dengan sikap tersebut, Majelis hakim memutuskan untuk menunda persidangan pada Kamis (19/12) dengan agenda pembacaan putusan.

“Giliran majelis hakim akan bermusyawarah untuk putusan. Sidang ditunda hari Kamis tanggal 19,”pungkas hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.

Terpisah, Usai persidangan JPU Ali Prakoso mengatakan alasannya tidak mengajukan tanggapan (duplik) dikarenakan apa yang menjadi pembahasan pembelaan tim penasehat hukum kedua terdakwa sudah tertuang dalam surat tuntutanya.

“Karena selama proses pembuktian sudah jelas ketika para terdakwa datang ke kantor notaris statusnya bukan suami istri. Terkait pengingkaran kedua terdakwa mengenai proses penandatanganan akta itu hak mereka, tapi yang jelas pengingkaran itu sama sekali tanpa didukung saksi atau alat bukti. Disidang nyatanya PH tidak bisa mendatangkan saksi menguntungkan yg bisa mendukung pengingkaran kedua terdakwa,”pungkas Jaksa Ali Prakoso saat dikonfirmasi usai persidangan.

Untuk diketahui, Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan 3 tahun dan 6 bulan penjara terhadap Henry J Gunawan. Sedangkan istrinya, Iuneke Anggraini dijatuhi tuntutan 2 tahun penjara.

Perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee.

Namun faktanya, mereka baru resmi menikah baik secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *