Bisnis

Surabaya International Jewellery Fair 2018 Diikuti 107 Peserta

19
×

Surabaya International Jewellery Fair 2018 Diikuti 107 Peserta

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Provinsi Jawa Timur memiliki potensi besar untuk pengembangan industri emas dan perhiasan mengingat luasnya area tambang serta bahan baku yang bisa diolah.

Pernyataan ini dilontarkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo saat membuka acara Surabaya International Jewellery Fair 2018. Jatim saat ini memiliki tambang emas di Tumpang Pitu Banyuwangi yang sudah beroperasi,

“Dan masih memiliki area tambang yang belum digali seperti tambang Silo di Jember, pasir besi di Malang dan Lumajang yang luasnya sampai 26.000 ha di Tulungagung hingga perbatasan Trenggalek seluas 56.000 ha serta yang terbesar di Pacitan 96.000 ha. Tambang emas ini masih tahap FS (feasibility study) di Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian,” katanya.

Menurutnya potensi tambang yang ada tersebut bukan hanya menghasilkan emas tapi juga diikuti oleh tembaga, berlian dan batu-batuan lainnya sehingga industri perhiasan Jatim bisa memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri sendiri

“Industri perhiasan di Jatim juga mengalami pertumbuhan yang positif. Pada 2016 tercatat mengalami pertumbuhan 12% dan tahun ini diperkirakan masih berada di angka dua digit. Tahun lalu di Jatim hanya ada 11 unit usaha industri perhiasan skala besar dan menengah dan tahun ini menjadi 26 perusahaan. Belum yang skala kecil ada 1.854 unit usaha,” papar Pakde Karwo.

Sekitar 50% industri perhiasan memang sudah ada di Jatim. Setidaknya ada 11 kota/kabupaten yang berpotensi dalam pengembangan industri perhiasan dan aksesoris seperti Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Lamongan, Pasuruan, Lumajang dan Pacitan.

Pakde Karwo menambahkan industri emas dan perhiasan Jatim selama ini pun telah menyumbang kinerja ekspor Jatim. Sampai September 2018, nilai ekspor perhiasan/permata dari Jatim sudah mencapai Rp45 triliun.

Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih mengatakan saat ini pemerintah pusat sedang melakukan evaluasi tentang jumlah ekspor dan impor komoditi dari dan ke Dubai serta Tukri yang masih menjadi hambatan.

“Memang ekspor perhiasan kita banyak ke Dubai dan Turki tapi kita dikenakan bea masuk ke sana 5%. Sedangkan Singapura dikenakan bea masuk 0% ke Dubai sehingga membuat daya saing kita lemah,” katanya.

Menurutnya, Singapura bisa mendapatkan bea masuk 0% ke Dubai karena antara kedua negara memiliki perjanjian Free Trade Agreement. Sedangkan Indonesia dengan Dubai belum ada FTA.

“Nah kita nanti akan bicara dengan Kemenkeu, Kemenperin, Kemendag soal bea masuk ini. Supaya bisa 0% harus FTA dan itu bukan hanya berlaku untuk perhiasan tapi juga komoditas lain, maka harus dibicarakan agar saat FTA dengan Dubai kita tidak rugi dikemudian hari,” jelasnya.

Dia menambahkan, sementara ini untuk bisa masuk ke Dubai dan Turki, komoditas perhiasan dari Indonesia diekspor ke Singapura dulu dengan bea masuk 0%, setelah itu produk Indonesia diekspor oleh Singapura ke Dubai. “Ini merupakan salah satu langkah tepat untuk menjadikan produk perhiasan Indonesia semakin dikenal oleh seluruh masyarakat dunia,” tegasnya.

Adapun dalam gelaran Surabaya International Jewellery Fair 2018 yang berlangsung di Hotel Shangri-La selama 25-28 Oktober 2018 itu menghadirkan 107 peserta, yang terdiri dari 29 peserta swasta, 15 peserta mesin dan perangkat industri perhiasan, dan 63 perajin IKM. Peserta bukan hanya pengusaha perhiasan dari Jatim tapi juga berbagai daerah di Indonesia. (q cox, Tama Dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *