SURABAYA(Suarapubknews) – Komisi D DPRD Kota Surabaya kembali menggelar rapat lanjutan untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Rabu (28/05/2025).
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) Johari Mustawan ini menghadirkan berbagai instansi terkait, mulai dari Bappeda, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), Bagian Hukum dan Kerjasama, hingga Direksi Rumah Potong Hewan (RPH) Surabaya.
Rapat tersebut menjadi ajang diskusi intensif berbagai persoalan teknis dan regulatif yang krusial, termasuk kejelasan lembaga yang mengawasi kehalalan daging, kewenangan dokter hewan, serta pengelolaan populasi hewan liar.
Anggota Komisi D, Ajeng Wira Wati, menyoroti belum adanya penjelasan mengenai dinas atau lembaga yang memastikan kehalalan daging ternak. Ia mempertanyakan siapa yang berwenang dalam proses sertifikasi halal, serta adakah lembaga khusus yang menangani isu tersebut secara langsung di Surabaya.
Sementara itu, dr. Michael Leksodimulyo mengkritisi pasal tentang kewenangan dokter hewan. Ia mengungkapkan bahwa tidak semua dokter hewan memiliki kewenangan untuk menandatangani dokumen penting terkait kesehatan hewan.
“Harus jelas mana dokter hewan yang berwenang. Jangan sampai dokter yang sudah dimutasi, masuk lagi tanpa rekomendasi. Ini perlu diatur dan diumumkan,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan keberadaan Balai POM khusus untuk pengawasan obat hewan, mengingat meningkatnya peredaran obat-obatan untuk ternak di daerah-daerah seperti Bali, yang juga berpotensi terjadi di Surabaya.
Hal senada juga disampaikan dr. Zuhrotul Mar’ah yang menilai soal pentingnya definisi halal dicantumkan secara jelas dalam pasal definisi agar tidak menimbulkan multitafsir. Menurutnya, penyembelihan hewan dengan cara halal harus memiliki landasan hukum dan pengawasan yang tepat.
Masukan lain juga datang dari Arjuna Rizki Dwi Krisnayana, yang menyoroti isu hewan liar seperti kucing jalanan. Ia mengusulkan adanya pasal khusus dalam Raperda ini mengenai pengendalian populasi hewan liar melalui program penangkapan, sterilisasi, vaksinasi, hingga adopsi.
“Kotoran hewan liar bisa menjadi sumber penyakit, bahkan membahayakan ibu hamil. Perlu penanganan serius,” ujarnya.
Ketua Pansus, Johari Mustawan, dalam rapat tersebut menegaskan bahwa Raperda ini bertujuan untuk menjamin kesejahteraan hewan, kesehatan masyarakat, dan keamanan produk peternakan yang beredar di Surabaya.
Ia menyebut bahwa produk peternakan harus memenuhi prinsip ASUH: Aman, Sehat, Utuh, dan Halal. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap hewan liar dan zoonosis, penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Dalam penjelasannya, Johari juga menyebut bahwa hewan yang masuk ke Kota Surabaya harus memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang menjadi jaminan terhadap standar keamanan produk hewan.
Ia mengakui bahwa sampai saat ini belum ada lembaga spesifik yang secara konsisten mengawasi peredaran daging, pakan dan obat-obatan hewan. Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar Pemkot Surabaya membentuk badan atau menunjuk instansi yang memiliki wewenang khusus untuk pengawasan ini.
Perwakilan dari DKPP Surabaya, drh. Aswin, menjelaskan bahwa RPH saat ini sudah memisahkan tempat penjualan daging R1 dari komoditas lain, serta mengawasi proses penyembelihan sesuai prosedur halal.
Ia juga menyatakan bahwa saat ini sudah ada dokter hewan berwenang yang ditunjuk berdasarkan pedoman otoritas veteriner. Namun, kewenangan tersebut masih berada di tingkat provinsi, sehingga nantinya perlu diatur lebih lanjut dalam Raperda.
Terkait obat hewan, Aswin menegaskan bahwa telah ada pengawas obat hewan di tingkat kota. “Pengawasan ini meliputi sediaan biologis, farmasi, dan produk obat hewan lainnya. Pasal 32 sudah memuat ketentuan pengawasan tersebut,” jelasnya.
Menjawab pertanyaan soal hewan liar, ia juga mengakui bahwa saat ini Surabaya masih mengandalkan komunitas pecinta hewan dalam pengelolaan populasi hewan liar, yang tentu saja memiliki keterbatasan.
Sementara itu, Kepala DKPP Kota Surabaya, Antik Sugiharti, menekankan pentingnya sistem pengawasan menyeluruh terhadap peredaran pakan, obat, dan hewan, termasuk hewan liar.
Ia menjelaskan bahwa pengawasan berjenjang telah ditetapkan dari kota hingga pusat, dengan melibatkan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Kesehatan Hewan dari Kementerian Pertanian.
Terkait peternakan rumah tangga, ia merujuk pada PP Nomor 5 Tahun 2021 yang mengatur skala usaha mikro hingga besar dan menyarankan agar warga tetap mengikuti prosedur perizinan jika hendak memelihara ayam atau bebek di perkampungan padat. (q cox, fred)