SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Sutradara ternama Hanung Bramantyo kembali menyuguhkan karya sinematik terbarunya yang berjudul Gowok: Kamasutra Jawa. Film ini mengangkat tradisi kuno dari budaya Jawa yang jarang diangkat ke layar lebar, yaitu tradisi gowok — seni memuaskan pasangan yang diwariskan secara turun-temurun sejak abad ke-15. Film berdurasi 124 menit ini diproduksi oleh Raam Punjabi melalui MVP Pictures dan Dapur Films, dan telah lebih dulu berkompetisi di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025.
Cerita film ini berpusat pada Nyai Santi (Lola Amaria), seorang gowok legendaris yang mengasuh Ratri (Alika Jantinia saat muda, Raihaanun saat dewasa) untuk meneruskan tradisi tersebut. Film ini tidak hanya mengangkat sisi budaya, tetapi juga mengajak penonton untuk membuka diskusi tentang seksualitas, pendidikan seksual, dan kritik terhadap nilai patriarki dalam masyarakat Jawa.
Dalam special screening film Gowok: Kamasutra Jawa yang digelar di TP I, kehadiran dua pemeran utama, Alika Jantinia dan Nayla Purnama, yang turut berbagi pengalaman mereka selama proses syuting.
Alika, yang memerankan Ratri muda, menjelaskan bahwa tradisi gowok pernah menjadi bagian penting dari budaya Jawa, meskipun kini mulai ditinggalkan karena perubahan sosial dan norma agama. Ia juga menambahkan bahwa beberapa mantra dalam film ini telah dimodifikasi agar tidak menimbulkan kontroversi.
Sementara itu, Nayla Purnama yang berperan sebagai Sri, mengungkapkan tantangan yang ia hadapi, terutama dalam mempelajari bahasa Jawa Ngapak Banyumasan yang banyak digunakan dalam dialog film. “Tantangannya aku harus belajar bahasa ngapak Banyumasan. Karena memang banyak dialog dari film ini yang menggunakan bahasa Jawa Ngapak,” ujarnya.
Film Gowok: Kamasutra Jawa akan tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia mulai 5 Juni 2025. Menariknya, film ini hadir dalam dua versi, yakni 17+ dan 21+. Hal ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan jam tayang bagi film dengan klasifikasi 21+, sehingga versi 17+ dibuat agar film ini dapat dinikmati oleh penonton yang lebih luas.
“Sebenarnya inginnya 21+ tapi karena gak bisa tayang siang, harus di jam tertentu. Maka diadakan 17+ supaya lebih banyak yang menonton,” jelas Alika.
Gowok: Kamasutra Jawa bukan sekadar film drama biasa. Film ini membuka ruang diskusi penting tentang seksualitas perempuan, hak-hak perempuan, dan warisan budaya yang kompleks. Hanung Bramantyo berhasil menyajikan narasi yang puitis sekaligus kritis, menantang penonton untuk memaknai ulang nilai-nilai tradisional dalam konteks masyarakat modern. (q cox, tama dini)