Hukrim

Saksi Mengaku Pesan Terdakwa Terkirim Secara Berantai

114
×

Saksi Mengaku Pesan Terdakwa Terkirim Secara Berantai

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya (PN) Surabaya yang diketuai Isjuaedi, kembali menggelar sidang lanjutan dugaan perkara pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang melibatkan Saidah Saleh Syamlan sebagai terdakwa.

Sidang digelar dengan agenda mendengarkan keterangan 1 saksi dan 2 ahli, Senin (28/1/2019). Mereka adalah dari Bank Syariah Exim Indonesia, Renaldi Amriza, ahli Bahasa dan Sastra Indonesia dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Andik Yulianto, S.S, Msi dan Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Dinas Kominfo Jatim, Dendy Eka.

Dalam keterangannya, saksi Renaldi mengakui bahwa dirinya awal kali mengetahui isi pesan Whatsapp terdakwa—saat ini diperkarakan–, berasal dari kiriman ulang Kepala Divisi Bank Syariah Exim Indonesia, Komaruzzaman pada 11 Juli 2017 silam.

“Saya diforward oleh Komaruzzaman, isi pesan itu menginformasikan kondisi Pisma dan PPT. Lalu saya diinstruksikan untuk mengecek kondisi perusahaan (PT Pismatex Textile Industry) yang beroperasi di Pekalongan dan memang pada saat itu perusahaan terdapat penurunan produksi,” terang Renaldi.

Penasehat hukum terdakwa Sururi akhirnya bereaksi, ia menanyakan apakah pesan tersebut berhenti kepada saksi atau mengalami penyebarluasan lagi kepada pihak lain.

“Ya. Saya sempat mengirim ulang satu kali pesan itu kepada atasan saya, ibu Meta, karena saat itu kita satu tim,” tambah Renaldi.

Sedangkan, ahli Andik Yulianto dalam sidang kerap kali menyebut istilah kata perusahaan yang terkandung dalam isi pesan terdakwa, padahal dalam pesan terdakwa yang dikirim secara jaringan pribadi (japri) kepada Komaruzzaman, tidak menyebut secara eksplisit nama PT Pismatex Textile Industry (PTI) maupun PT Pisma Putra Textile (PPT), seperti yang dilaporkan Ceo PT PTI, Jamal Ghozi Basmeleh.

“Dari whatsapp tersebut terdapat bahasa campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada pesan “Posisi saiki mitra podo kosong, bahwa karena ini perusahaan, maka ada mitra bisnis. Kemudian “PPT stop juga” menurut saya ini bahan-bahan yang dipakai pada perusahaan tersebut. Misal dikatakan 100% stop total jika itu tidak benar dapat menyebabkan hal tersebut (pencemaran),” pendapat ahli Andi.

Lalu, ahli Dendy Eka menerangkan bahwa pesan Whatsapp yang dikirimkan melalui sistem japri, tidak bisa diakses publik, selain antara pengirim dan dan penerima pesan.

“Jadi pesan media sosial yang bisa diakses semua orang meliputi facebook, instagram dan whatsaap. Akan tetapi pesan whatsapp japri tidak bisa diakses publik,” tukas Dendy Eka.

Usai sidang, ahli Andik kepada wartawan membenarkan bahwa secara eksplisit pesan yang dikirim oleh terdakwa tidak menyebut nama perusahaan maupun nama pemilik perusahaan.

“Tidak, ini terkait analisis-analisis bahasa. Mengenai kronologi penyidik mengemukakan itu. Asalnya itu ini, dari perusahaan ini. Nah saya mendapat keterangan-keterangan itu ya dari kronologi yang dikemukan penyidik,” jelasnya.

Untuk diketahui, terdakwa Saidah Saleh Syamlan, istri eks Dirut Keuangan PT Pisma Group, dilaporkan karena mengirim pesan yang berisikan sebagai berikut. “bozz … piye iku pisma kok tambah ga karu2an ngono siih. “Kmrn mitra tenun 100% stop total .. aku di tlp ni mereka ”, “PPT stop juga … ga ono fiber piye paaak ”, “Posisi saiki mitra podo kosong … ppt praktis total mandeg greg.. Yo opo pakk ”, kepada mitra bisnis perusahaan sarung Gajah Duduk, PT Pisma Group.

Oleh Jaksa Penuntut Umum Roginta Siraid, wanita paruh baya ini didakwa Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU RI Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (q cox)

Foto: Tampak saksi Renaldi Amriza, karyawan Bank Syariah Exim Indonesia, saat memberikan keterangan pada persidangan di PN Surabaya, Selasa (29/1/2019).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *