Hukrim

Disebut Terima Aliran Dana, Ini Klarifikasi Sunarno Mantan Dirut PDAM Surabaya

23
×

Disebut Terima Aliran Dana, Ini Klarifikasi Sunarno Mantan Dirut PDAM Surabaya

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Merasa dirinya tidak pernah terlibat, Sunarno Mantan Dirut PDAM Surabaya spontan membantah ketika namanya disebut sebagai salahsatu penerima aliran dana terkait kasus pemerasan di PDAM Surabaya yang saat ini sedang dalam proses penyidikan pihak Kejaksaan.

“Saya klarifikasi bahwa penyebutan nama saya yang dianggap menerima aliran dana tersebut adalah sangat tidak benar, dan saya tidak tahu menahu kasus tersebut dan juga tidak tahu aliran uang yang dituduhkan,” ucapnya kepada media ini. Selasa (29/01/2019)

Sunarno mengatakan jika penyebutan nama dirinya dalam pemberitaan media ini dan beberapa media lainnya sangat merugikan dirinya (nama baik), karena dampaknya meresahkan keluarganya.

“Untuk itu mohon berita tersebut diluruskan karena secara pribadi saya dirugikan nama baik saya dengan berita tersebut, dan hal tersebut sudah membuat keluarga ikut resah,” tandasnya.

Tidak hanya itu, Sunarno juga mengatakan jika dirinya belum pernah dimintai keterangan oleh pihak Kejaksaan terkait kasus dugaan pemerasan terhadap rekanan PT Cipta Wisesa Bersama (CWB).

“Tidak pernah sama sekali mas,” jawabnya ketika dikonfirmasi media ini dengan pertanyaan, apakah bapak pernah dimintai keterangan sebagai saksi oleh Kejaksaan?

Diketahui, sebelumnya media ini memberitakan jika Retno Tri Utomo, Manager Pemeliharaan Jaringan Distribusi PDAM Surya Sembada Surabaya sekaligus tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap rekanannya, PT Cipta Wisesa Bersama (CWB), proses penyidikan sampai kini masih berlanjut.

Kasus yang ditangani tim penyidik dari Kejagung RI ini, sudah memeriksa sejumlah saksi. Namun, disebabkan berbagai alasan, proses penyidikannya dilakukan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

“Mulai penangkapan sampai penyidikan di sini semua (Kejati Jatim). Saksi semua diperiksa di sini,” ujar Aspidsus Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi, Minggu (27/1/2019).

Pemeriksaan dilakukan di Kejati untuk mempermudah proses penyidikan. Mengingat sebagian besar saksi berdomisili di Surabaya. Namun, Didik mengaku tidak tahu siapa saja saksi yang sudah diperiksa dan perkembangan penyidikan. Termasuk keterlibatan pejabat PDAM lain dalam kasus pemerasan tersebut. Pemeriksaan menurutnya dilakukan oleh tim penyidik dari Kejagung.

“Timnya dari gedung bundar (Kejagung) semua. Nanti mereka yang tahu (perkembangan penyidikan),” katanya.

Retno hampir dipastikan menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini. Dari informasi yang diterima kejati, tim penyidik kejagung sudah hampir merampungkan penyidikan. Sementara sampai kini belum ada pertanda akan ada penetapan tersangka lain. Tidak lama lagi, berkas perkara Retno akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk disidangkan.

“Informasinya segera mau dilimpahkan (ke pengadilan). Saya pikir tidak akan terlalu rumit. Kapan penuntutan kami masih belum mendapat informasi,” ungkapnya.

Dari informasi yang berkembang, uang Rp 900 juta yang diterima Retno dari hasil pemerasan diduga mengalir ke sejumlah oknum pejabat PDAM lain. Termasuk diduga mengalir ke mantan Dirut PDAM Sunarno. Dikonfirmasi mengenai perihal tersebut, Kepala Pusat Penerangan Kejagung Mukri menyatakan jika penyidikan masih belum mengarah ke aliran uang hasil pemerasan.

“Sampai saat ini belum ada indikasi kesana,” ucapnya.

Namun, saat dikonfirmasi lebih lanjut, Mukri tidak menjawab. Retno sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka setelah dianggap bersalah dengan meyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat BUMN untuk memeras perusahaan rekanan senilai Rp 1 miliar.

Tersangka ketika itu pada 2017 lalu ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pembangunan jaringan pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya-Jalan Gunung Anyar (MERR) sisi timur. Pembangunan jaringan pipa itu melibatkan PT Cipta Wisesa Bersama (CWB) sebagai rekanan.

Dengan jabatannya sebagai PPK, Retno meminta uang kepada Direktur PT CWB Chandra Arianti. Uang itu lalu diserahkan dengan cara ditransfer sebanyak delapan kali yang totalnya Rp 900 juta.

Retno dianggap melanggar Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 tahun 1991 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 421 KUHP. Retno terancam dipidana penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 1 miliar. (q cox)

Berita terkait:

http://suarapubliknews.net/kasus-pemerasan-oknum-pejabat-pdam-disidik-di-kejati-jatim/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *