SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rachmat berpendapat, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan RPH sekarang. Karena itu, kata Edi, Komisi B DPRD Surabaya mengusulkan Perda PD RPH diubah.
Edi Rachmat juga mengaku prihatin dengan kondisi gedung tua, dan sarana prasarana yang ada di RPH saat ini sudah tidak memadai lagi. Maka, agar perusahaan daerah pelat merah ini bisa lebih berkembang, maka diperlukan revitalisasi yang tentu membutuhkan anggaran.
Menurut Edi, Perda RPH sudah lama dan sampai sekarang belum mengalami perubahan. Sehingga hal itu berdampak dengan tumbuh kembangnya rumah pemotongan hewan tersebut.
Apalagi, lanjut dia, RPH tidak bisa lagi bergantung pada pendapatan dari hasil pemotongan hewan, melainkan harus ada usaha lain.
“Untuk itu, RPH butuh dana segar melalui penyertaan modal. Tapi saat ini belum tahu berapa nominal yang dibutuhkan karena masih dirinci direksi RPH,” kata Edi Rachmat, kemarin.
Politisi Partai Hanura ini menyatakan, komisi B mendukung penuh adanya penyertaan modal untuk RPH. “Karena kondisi RPH memprihatinkan, kami menilai penyertaan modal ini mendesak,” ujarnya.
Dia menambahkan, Komisi B DPRD Surabaya bakal melakukan inspeksi ke RPH di Pegirian untuk mengetahui langsung kondisi RPH sebenarnya.
Selain itu, pihaknya ini mendengarkan paparan perencanaan manajemen dalam pengembangan perusahaan. “Kita akan lihat, seperti apa yang akan dikerjakan RPH,” tambah dia.
Sementara itu, Dirut PD RPH Teguh Prihandoko mengatakan sebelumnya meminta suntikan modal kepada Pemkot Surabaya untuk revitalisasi RPH yang belum pernah direvitalisasi sejak RPH didirikan pada tahun 1927.
“Kami memperkirakan penyertaan modal sekitar Rp 30 miliar,” katanya.
Menurut dia, bangunan rumah potong 30 persennya sudah tidak layak, dan butuh sekali pembangunan ulang untuk revitalisasi, baik RPH yang di Kedurus maupun yang di Pegirian.
Teguh menyebutkan, kondisi alat dan juga tempat pemotongan hewan di perusahaannya sudah tidak layak pakai.
Dia mencontohkan alat pemotongan hewan sudah lama, bangunan fisik sudah banyak yang hancur. Selain itu kandang sapi dan hewan yang lain juga sudah tidak layak digunakan.
“Yang di Kedurus sudah hancur total. Kandangnya rusak. Selain itu tempat air minum di lokasi kandang jaraknya hanya sepuluh meter dari sungai. Kalau air sungai meluap sedikit saja kandang bisa banjir dan limbah kandang bisa masuk sungai. Dan ini bisa jadi pelanggaran hukum,” kata Teguh.
Oleh sebab itu, pihaknya ingin agar RPH Pegirian dan Kedurus bisa mendapatkan bantuan modal untuk revitalisasi. Jika tidak, akan terus menghabiskan dana perbaikan serta membahayakan keselamatan pekerja. (q cox)