SURABAYA (Suarapubliknews) – Hendro Gunawan yang telah menjabat Sekda Kota Surabaya sejak di era Wali Kota Tri Rismaharini pada hari Jumat, 5 Juli 2013, akhirnya diganti Erna Purnawati sebagai pelaksana harian (Plh) oleh Wali Kota Eri Cahyadi, sampai ada sekda definitif.
“Banyak rekan di dewan sedih. Pak Hendro Gunawan sudah tak menjabat Sekda Surabaya lagi. Saya pun begitu. Dan saya yakin banyak teman-teman birokrat di Surabaya juga merasakan hal yang sama,” ucap Reni Astuti Wakil Ketua DPRD Surabaya. Senin (17/10/2022)
Menurut Reni, seperti mengulang momen, ini kali kedua Bu Erna menjabat plh Sekda hingga Pak Hendro diangkat sebagai sekda definitif menggantikan Pak Sukamto Hadi Sekda sebelumnya.
“Jika dihitung dari Jumat ke Jumat itu, maka masa jabatan Pak Hendro mencapai 3.388 hari. Angka yang mudah dihafal. Dan barangkali ada simbol dari angka 3 dan 8 itu,” ujarnya.
Hendro menjadi Sekda di tiga wali kota definitif. Yakni Tri Rismaharini, Whisnu Sakti Buana, dan Eri Cahyadi. Sempat pula jadi Plh Wali Kota Surabaya 17 Februari 2021- 26 Februari 2021.
“Tiga kali pula ia menghadapi 3 periode masa jabatan DPRD Surabaya. Pak Hendro sudah jadi sekda sejak periode pertama saya jadi legislator (2009-2014). Posisinya baru diganti hingga periode ke-tiga saya di DPRD Surabaya sekarang (2019-2024),” jelasnya.
“Sedangkan angka 88 ini saya bingung harus dikaitkan dengan apa. Belum ketemu. Kalau dicari-cari tafsirnya mungkin sangat banyak. Sama seperti tafsiran teman-teman terkait alasan Wali Kota Eri Cahyadi mengganti sekda di tahun keduanya menjabat,” tambhanya.
Tentu, lanjut Reni, Wali Kota sudah mempertimbangkan dengan sangat matang. Wali Kota Eri telah beberapa kali mengatakan bahwa tak boleh ada pejabat eselon yang menjabat lebih dari lima tahun. Sehebat apapun dia, pasti ada kecenderungan untuk bosan. Maka, rotasi harus dilakukan.
“Konsekuensi atas ucapannya itu tentu juga berlaku bagi jabatan sekda. Pak Hendro sudah 9 tahun diberi beban paling berat. Dan beberapa rekan di dewan sampai bilang” sulit mendapatkan pejabat sekaliber Pak Hendro. Saya pun setuju,” tandasnya.
Menurutnya, Hendro Gunawan sepertinya memang perlu merasakan penyegaran. Tentu ia bisa naik pangkat ke Eselon 1 di kementerian. Atau tetap di Eselon II A dengan mengabdi ke Pemprov Jatim. Atau di provinsi lain. Yang jelas tenaga dan pikirannya masih sangat dibutuhkan.
“Perjalanan karir Pak Hendro begitu unik. Ia adalah orang kepercayaan Bu Risma sejak Bu Mensos itu masih jadi Kepala Bappeko Surabaya,” jelasnya.
Begini Cerita sekaligus kenangan Reni Astuti terhadap sosok Hendro Gunawan:
Saat pak Hendro menjadi kepala bidang bu Risma di Bapeko, pernah diajak Bu Risma mampir ke rumah saya. Ketika Bu Risma sudah jadi wali kota, pak Hendro tetap jadi orang kepercayaan Bu Risma di posisi sekda hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Bu Risma jadi Mensos di penghujung 2020.
Pak Hendro mengantarkan Bu Risma terbang dan landing dengan mulus. Begitu banyak karya monumental yang dihasilkan.
Kombinasi keduanya begitu pas. Jika Bu Risma adalah arsitek yang merancang Surabaya, maka Pak Hendro eksekutor dengan latar belakang teknik sipil yang bisa mewujudkan ide-ide Bu Risma. Pak Hendro adalah birokrat pintar, cakap. Bagi pegawai pemkot, pak Hendro dikenang sosok yang tenang dan mengayomi.
Menariknya mereka berdua sama-sama dari ITS yang juga almamater saya. Bu Risma Arsitek, Pak Hendro Teknik Sipil, sedangkan saya statistika. Di DPRD saya menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran. Soal pengawasan dan anggaran ini saya agak rewel.
Suatu ketika di rapat badan anggaran saya melayangkan kritik ke Pak Hendro sebagai ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Surabaya. Tugas tim itu adalah menyiapkan dan melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD.
Saya masih ingat itu tahun 2018. Banyak PNS kirim WhatsApp ke saya soal gaji ke-13. Semua daerah sudah cair kecuali Surabaya. Aneh sekali.
Informasinya Bu Wali belum berkenan mencairkan. Alasannya karena tidak ada anggaran. Saya sebagai anggota badan anggaran merasa punya tanggung jawab untuk menjelaskan dan mencari kebenaran apa benar Pemkot Surabaya sedang mengalami defisit anggaran?
Saya mengumpulkan sejumlah data laporan anggaran. Termasuk realisasi dana pendapatan daerah dan juga belanja daerah. Dari analisa data dan dokumen itu, dapat disimpulkan bahwa anggaran pemkot cukup untuk membayar hak ASN.
Katanya, ekonomi Surabaya masih belum stabil setelah serangan bom teroris. Saya cek, ternyata serangan teroris tidak banyak berpengaruh ke perekonomian Surabaya. Gaji ke-13 harus segera dicairkan.
Di rapat banggar saya menyampaikan kritik begitu keras untuk Pak Hendro. Pak Eri Cahyadi yang menjabat sebagai Kepala Bappeko duduk disebelahnya. Keduanya kompak menyampaikan alasan-alasan untuk memperkuat pernyataan wali kota. Namun menurut saya alasan Pak Hendro dan Pak Eri kala itu kurang tepat.
Sampai suatu ketika Pak Eri menggunakan bahasa Jawa Ngoko didepan Ketua DPRD Surabaya kala itu: Pak Armudji. Saya menegur Pak Eri karena kalimatnya tidak pas disampaikan di rapat resmi. Apalagi membahas sesuatu yang begitu krusial menyangkut nasib belasan ribu PNS.
Malam harinya, Pak Eri menelepon. Ia menanyakan mengapa saya sampai marah begitu serius di rapat itu. Dalam percakapan tersebut Pak Eri mencoba menerangkan situasinya.
Ia sangat membela Pak Hendro yang jadi atasannya. Intinya ia menerangkan bahwa Pak Hendro tidak salah. Dan Pak Eri sebagai anak buah begitu mendukung ketua TAPD. Singkat cerita, akhirnya masalah gaji ke-13 beres. Cair, meski agak diundur.
Ketika menjabat sebagai wali kota, Pak Eri masih mempercayakan jabatan sekda ke Pak Hendro. Ia masih butuh tangan dingin Hendro ketika Covid-19 memporak porandakan dunia. Cukup beresiko melakukan perubahan di awal masa jabatan.
Makanya ketika situasi sudah terkendali, Pak Hendro diberi kesempatan istirahat. Sudah terlalu banyak jasanya bagi Surabaya. Semoga penggantinya bisa teruskan kebaikan-kebaikan pak Hendro.
Di penghujung 2021 saya membuat rilis berita untuk mengapresiasi TAPD. Capaian pendapatan APBD bisa tembus 90 persen. Ini prestasi luar biasa di tengah pandemi. Penghasilan dari sektor pajak terkendala karena hotel sepi, pun demikian dengan restoran.
Jual beli properti yang menyumbang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BNPHTP) juga masih minim. Masyarakat masih sulit mencari uang. Banyak juga yang tak mampu bayar pajak bumi bangunan (PBB) karena kehilangan pekerjaan dan himpitan ekonomi.
Almarhum Ibnu Shobir, mantan rekan kami di Fraksi PKS Surabaya pernah bilang: tugas wali kota cuma dua: menggali potensi pendapatan daerah sebesar-besarnya dan membelanjakannya secara cerdas.
Sejak Bu Risma hingga Pak Eri, Prestasi Surabaya dalam urusan pendapatan dan belanja bisa diacungi jempol. Anda sudah tahu ada jasa siapa di balik prestasi itu.
Terima Kasih Pak Hendro Gunawan, Surabaya, 16 Oktober 2022, Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti. (q cox)