SURABAYA (Suarapubliknews) – Agatha Retnosari, ST, anggota DPRD Provinsi Jatim dari Fraksi PDI Perjuangan, mengaku prihatin munculnya berbagai pemberitaan dan laporan yang masuk terkait keributan bahkan sampai berebut vaksin dosis kedua di puskesmas-puskesmas.
Menurut Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya ini, penggunaan sistem “berebut antrean” sejak pagi bukan hanya tidak manusiawi, tapi juga melecehkan akal sehat publik mengingat penggunaan teknologi sudah semakin masif di kalangan warga.
“Untuk itu, saya mendesak Pemerintah Daerah untuk cepat tanggap melakukan antisipasi agar kejadian ini tak terulang. Gunakan teknologi informasi (TI) yang sudah ada dan tersedia. Untuk pelaksanaan vaksinasi dosis 2, otomatis basis data sudah tersedia berdasarkan pelaksanaan vaksinasi dosis 1. Warga bisa dikonfirmasi melalui SMS/WhatsApp dengan pengaturan oleh Dinas Kesehatan melalui Puskesmas,” ucap Agatha. Rabu (4/08/2021)
Mengingat saat ini stok vaksin untuk dosis 2 terbatas, Agatha mengusulkan dua aspek untuk mengatur undangan ke warga. Pertama, rentang waktu jadwal pemberian dosis 2. Jangan sampai warga yang sudah telat 10 hari dari jadwal pemberian dosis 2, kalah cepat rebutan nomor antrean dengan yang baru telat sehari, hanya gara-gara rebutan nomor antrean di Puskesmas sejak dinihari.
Kedua, gunakan pertimbangan epidemiologi, misalnya mengutamakan pemberian dosis 2 untuk warga yang berusia 50 tahun ke atas serta memiliki komorbid sesuai basis data yang dimiliki Dinkes/Puskesmas.
“Saya yakin Wali Kota Surabaya Eri sangat memahami soal penggunaan basis data dan instrumen teknologi untuk memudahkan pelaksanaan vaksinasi,” ujarnya.
Agatha meminta agar tidak lagi membiarkan rakyat jadi berlomba-lomba tanpa kendali untuk bisa vaksin tanpa melakukan prokes. “Saya berharap alokasi vaksin untuk Surabaya bisa disegerakan hadir. Dan saya berharap percayakan saja pelaksanaan vaksin di puskesmas-puskesmas atau sentra-sentra vaksin yang tetap,” tandasnya.
Menurut Agatha, stock vaksin di puskesmas rata-rata hanya 150-200 tapi di tempat lain, beberapa pihak bisa menjalankan vaksinasi gratis dalam jumlah yang lebih besar.
“Saya harap pemprov untuk benar-benar memperhatikan hal ini juga. Untuk apa ada sentra vaksin yang lain jika pasokan di puskesmas belum bisa terpenuhi stock permintaannya. Apalagi banyak sekali jatah vaksin kedua yang terpaksa mundur. Dan yang belum vaksin pertama juga tidak bisa vaksin akibat stock di puskesmas yang sangat terbatas,” tuturnya.
Dia menegaskan jika penggunaan teknologi sangat besar artinya karena semua pihak bisa dengan tertib mencari dan mendaftar untuk bisa vaksin, termasuk pilihan jadwal vaksin.
“Jika hanya diumumkan saja bahwa akan ada pelaksanaan vaksin tanpa memanfaatkan teknologi agar bisa mengatur antrian dan jumlah peserta maka yang terjadi adalah keributan. Seperti yang sudah terjadi di beberapa puskesmas sampai harus antri dari subuh hanya untuk ambil nomor antrian dan ternyata habis,” imbuhnya.
Tambahan lagi jika pelaksanaan vaksin dilaksanakan di puskesmas atau sentra vaksin yang tetap dengan memanfaatkan teknologi, dapat memudahkan orang untuk melacak sertifikat vaksin, terutama saat terjadi kesalahan input.
“Jadi jika ada kesalahan input data atau yang lainnya pada sertifikat vaksin selain bisa menghubungi 119 ekstension 9 untuk komplain juga bisa segera datang ke tempat vaksin untuk melakukan perbaikan. Karena saat ini saya juga menerima beberapa keluhan warga terkait sertifikat vaksin yang belum ada di sistem satu data dan juga keluhan akibat salah input data atau pun salah input tanggal vaksin,” pungkasnya. (q cox)