Bisnis

Berguru Energi Terbarukan dari Denmark di ITS

19
×

Berguru Energi Terbarukan dari Denmark di ITS

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Terkait isu pengembangan energi terbarukan yang menjadi perbincangan hangat di Indonesia saat ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mencoba menggali potensi yang ada melalui kuliah umum bertajuk Peluang dan Tantangan Penerapan Energi Terbarukan.

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Kerajaan Denmark, Muhammad Ibnu Said mengatakan Denmark adalah negeri kecil dengan ambisi yang besar.

“Ambisi ini yang menjadikan Denmark sebagai negara yang modern, makmur, dan sejahtera. Saking sejahteranya, pendapatan per kapita penduduk Denmark bahkan mencapai 61,900 US Dollar,” katanya.

Pria yang merangkap sebagai Duta Besar (Dubes) RI untuk Republik Lithuania ini memaparkan Denmark merupakan negara yang sangat mudah menjalin kerja sama dengan negara lain. Hal tersebut dibuktikan dengan aktif berpartisipasi di berbagai organisasi internasional seperti PBB, NATO, European Union, dan sejumlah organisasi internasional lainnya.

“Denmark sendiri, melihat Indonesia sebagai pihak yang menjanjikan untuk menjalin kerja sama. Di mata pemerintah Denmark, Indonesia adalah pasar yang sangat potensial. Potensi tersebut meliputi berbagai aspek seperti perdagangan, investasi, dan pariwisata,” terangnya.

Investasi yang dimaksud salah satunya mengenai pembangunan infrastruktur energi terbarukan. Hal tersebut, menurutnya, selaras dengan salah satu fokus riset yang ada di ITS yaitu energi terbarukan.

“Setahu saya ITS sudah punya riset di bidang energi terbarukan. Kuncinya adalah bagaimana membawa ITS untuk go international,” tuturnya optimistis.

Kepala Pusat Studi Energi ITS, Dr Ir Ali Musyafa MSc menjelaskan saat ini ada banyak kelebihan yang dimiliki Denmark menjadi sorotan dunia. Hal yang sangat ditonjolkan oleh negara Denmark ini salah satunya adalah penerapan energi terbarukan dengan meggunakan sistem turbin angin.

“Denmark adalah negara yang menerapkan turbin angin terbaik dan menjadi panutan negara-negara yang ingin menerapkan turbin angin pula,” jelasnya.

Bahkan saat ini, Indonesia memilih Denmark sebagai panutan dalam mengembangkan energi terbarukan dalam bentuk turbin angin yang saat ini juga sedang dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.

Melihat adanya suatu prospek perkembangan energi terbarukan di Indonesia ke depannya, Denmark menilai Indonesia sebagai mitra kerja sama yang setara.

Ibnu menambahkan bahwa potensi kerja sama tersebut sesuai dengan kondisi geografis Indonesia sendiri. Konsumsi energi di Indonesia tumbuh lebih tinggi daripada pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) tahun lalu, yakni sekitar 5 persen, sementara pertumbuhan konsumsi energi hamper mencapai 6 persen.

“Permintaan energi tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan PDB, di mana hal ini jarang sekali ditemui di negara lain,” ujarnya.

Adapun konsumsi energi terbesar Indonesia di tahun 2016 masih didominasi oleh minyak bumi 41 persen, batu bara 36 persen, dan gas 19 persen. Sementara produksi minyak di Indonesia hanya mampu mencukupi 55 persen dari kebutuhan konsumsi dalam negeri.

Maka dari itu, terlihat tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar fosilsaat ini masih cukup tinggi. Sehingga peralihan menuju sumber energi terbarukan  menjadi solusi atas permasalahan ini.

Dengan potensi kekayaan alam yang berlimpah seperti sinar matahari, air dan 40 persen panas bumi dunia berasal dari Indonesia menjadikan acuan data ini sebagai hal yang tak terbantahkan untuk memulai pembangunan nergi terbarukan di Indonesia.

Ibnu mengatakan, sebagai kampus paling inovatif di Indonesia, ITS harus dapat menjadi centre of excellence, setidaknya untuk wilayah Indonesia Timur. Apalagi saat ini ITS juga telah ditunjuk sebagai coordinator jaringan perguruan tinggi di wilayah Indonesia timur atau yang dikenal dengan Eastern Part of Indonesia University Networking (EPI-UNet).

“Tujuan tersebut dapat dirintis melalui pengembangan selaras dalam hal kompetensi, profesionalisme, dan inovasi,” pungkasnya. (q cox, Dn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *