Pemerintahan

Beri Kepercayaan Warga Jalankan Prokes, Wali Kota Risma Terbitkan Perwali Nomor 28 Tahun 2020

14
×

Beri Kepercayaan Warga Jalankan Prokes, Wali Kota Risma Terbitkan Perwali Nomor 28 Tahun 2020

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya telah berakhir pada 8 Juni 2020. Dengan berakhirnya PSBB itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menghimbau kepada masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) sembari menjalankan roda perekonomian.

Untuk mendukung hal itu, Wali Kota Risma menerbitkan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 28 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pedoman Tatanan Normal Baru Pada Kondisi Pandemi COVID-19 pada semua sektor lapisan masyarakat.

Wali Kota Risma mengatakan, dengan tak diperpanjangnya PSBB di Surabaya, ia berharap masyarakat tetap disiplin menjalankan protokol-protokol kesehatan. Tujuannya tak lain, agar aktivitas masyarakat dapat berjalan, serta roda perekonomian kembali lancar.

“Dengan begitu kami bisa menjalankan protokol kesehatan di samping menjalankan roda perekonomian,” kata dia.

Meski tugas ini tidak mudah, namun hal itu harus dilakukan mengingat warga juga harus melanjutkan kehidupan mereka untuk mencari nafkah. Akan tetapi, Wali Kota Risma meyakini baik pemerintah maupun masyarakat telah berkomitmen bersama untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

“Kami sadar sepenuhnya bahwa ini tanggung jawab yang berat dan besar bagi kami, namun kami berusaha untuk berkomitmen baik dari pemerintahan maupun seluruh warga Surabaya untuk tetap bisa kami berusaha mencegah penularan COVID-19,” jelasnya.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto menyampaikan, dalam Perwali nomor 28 tahun 2020, ada 12 poin yang dijelaskan mengenai protokol-protokol kesehatan di semua sektor lapisan masyarakat.

Pertama, mengatur protokol kesehatan di sektor kegiatan pembelajaran di sekolah, institusi pendidikan lainnya dan pesantren. Kedua, diatur mengenai kegiatan bekerja di tempat kerja. Ketiga, kegiatan keagamaan di rumah ibadah.

Keempat, kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Kelima, kegiatan di restoran/rumah makan/kafe/warung/ usaha sejenis. Sementara keenam, kegiatan di toko, toko swalayan, dan pusat perbelanjaan.

Sedangkan di poin ketujuh, Irvan menyebut, diatur mengenai protokol kesehatan kegiatan di Pasar Rakyat. Kemudian kedelapan, kegiatan di perhotelan, apartemen, dan rumah susun. Lalu poin kesembilan, kegiatan di tempat konstruksi.

Kesepuluh, kegiatan di tempat hiburan. Kesebelas, kegiatan sosial dan budaya. Sedangkan keduabelas, diatur mengenai kegiatan pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi.

“Ada 12 (poin) yang diterangkan, mulai dari tempat pendidikan, termasuk mengatur mal, pertokoan, tempat kerja, mengatur pasar dan hampir semua. Ini lebih detail dari SE (Surat Edaran) kemarin dan lebih mengikat karena ada sanksi di situ,” kata Irvan.

Untuk mendukung Perwali nomor 28 tahun 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya kemudian menerbitkan petunjuk teknik (juknis) di bidang khusus yang memerlukan petunjuk khusus. Mulai bidang gelanggang olahraga, hajatan, arena permainan, Spa, bioskop, karaoke dan hiburan.

“Jadi, kami sudah membuat petunjuk teknis beberapa bidang untuk mendetailkan Perwali itu. Kami juga sudah berkirim surat ke Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) dan melaporkan kepada Ibu Wali Kota soal juknis ini,” kata Irvan.

Pada intinya, Irvan menyebut, ketika Perwali itu ditandatangani, bukan berarti pelaku usaha langsung boleh membuka usahanya sembari mengatakan sudah menerapkan protokol kesehatan, sehingga siap membuka usahanya itu.

“Lha, yang menyatakan siap untuk dibuka itu bukan dirinya sendiri, tapi harus melalui mekanisme penilaian dan self assessment dari Disbudpar dan tim gugus tugas,” imbuhnya.

Pasal 34 dan 35 Perwali Nomor 28 Tahun 2020 Diatur Sanksi Bagi Pelanggar

Dalam Perwali tersebut juga diatur tentang Sanksi Administratif kepada setiap orang atau penanggungjawab kegiatan yang melakukan pelanggaran. Mulai sanksi berupa teguran, penyitaan KTP, pembubaran kerumunan, penutupan sementara, hingga pencabutan izin.

Selain penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, penegak hukum dapat menerapkan sanksi berdasarkan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sanksinya ada semua dalam Perwali ini dan mengikat pelaku usaha atau badan usaha. Jadi ketika ada orang melanggar bisa dikenakan sanksi,” tegas Irvan.

Di samping itu, Irvan mengungkapkan, dalam Perwali ini juga menitikberatkan kepada setiap pelaku atau badan usaha, tempat kerja atau kantor pemerintahan yang ada di Surabaya diharuskan membentuk Satgas COVID-19 dengan SK yang dibuat oleh pimpinan masing-masing.

“Jadi setiap tempat usaha, setiap tempat kerja, atau badan usaha, mereka harus memiliki Satgas yang bisa menegakkan protokol kesehatan dengan tegas,” katanya.

Namun demikian, Irvan menyatakan, bahwa penindakan protokol kesehatan ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada aparat berwenang. Sebab, dalam Perwali juga dijelaskan bahwa pembentukan Satgas merupakan upaya menertibkan masyarakat di lingkungannya masing-masing.

“Protokol kita berikan sesuai Perwali dan tidak bisa menggantungkan kepada aparat, Linmas, Satpol PP, Polisi, dan TNI, tapi harus diatur oleh setiap badan usaha atau pelaku usaha sendiri. Jadi itu yang diminta Ibu Wali Kota,” paparnya.

Menurutnya, sanksi yang diterapkan dalam Perwali ini berbeda saat penerapan PSBB. Ketika PSBB, sanksi langsung diberikan kepada setiap individu atau masyarakat yang melanggar.

Namun begitu, dalam tatanan normal baru ini, semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemkot Surabaya akan terjun bersama TNI, Polri, Satpol PP dan Linmas untuk memastikan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap Perwali ini.

“Dilihat di tempat usaha itu apakah sudah ada protokolnya atau belum. Nah, ketika itu belum maka dilakukan teguran serta tahapan-tahapan lebih lanjut sesuai dengan Perwali dan itu akan ada timeline selama 14 hari,” jelasnya.

Dalam menerapkan Perwali ini, pihaknya juga menggandeng para akademisi, khususnya di bidang kesehatan masyarakat. Mereka akan membantu dalam melakukan asesmen hubungan antara tingkat sebaran COVID-19 dengan kepatuhan masyarakat.

“Nanti juga ada asesmen yang dibuat rekan-rekan akademisi, khususnya akademisi kesehatan masyarakat. Sehingga nanti akan ada hubungan antara tingkat sebaran COVID-19 dengan kepatuhan masyarakat,” pungkasnya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *