HukrimJatim Raya

Blak Blakan di Persidangan, Hakim Itong: Uang ‘Ngurus’ Perkara di Pengadilan Ibarat Kentut

22
×

Blak Blakan di Persidangan, Hakim Itong: Uang ‘Ngurus’ Perkara di Pengadilan Ibarat Kentut

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Hakim Itong Isnaini Hidayat blak-blakan soal perputaran uang untuk ‘mengurus’ perkara yang terjadi di lingkaran pengadilan. Ia pun menyebut, uang ngurus perkara itu ibarat kentut dimana hanya ada bau namun sulit untuk memegangnya.

Ungkapan ini diutarakan oleh Hakim Itong yang menyebut dirinya bisa membedakan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya yang ada bau “uangnya” atau tidak.

“Saya tahu kalau ada perkara yang ada uangnya. Dari mana tahu? Ya itu dari pengalaman, paling Rp1 juta, Rp5 juta, tapi itu tidak saya persoalkan, karena panitera kan banyak pekerjaannya,” ujarnya, Selasa (26/7), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Saksi dalam perkara dugaan suap dengan terdakwa Panitera Pengganti (PP) M Hamdan dan Pengacara RM Hendro Kasiono ini awalnya menanggapi pertanyaan jaksa soal keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal uang Rp20 juta yang diterimanya dari Hamdan. Saat itu jaksa bertanya apakah ia bisa menjelaskan soal muasal uang tersebut.

Itong lalu menjelaskan, jika ia memang tidak membantah jika pernah menerima uang sebesar Rp20 juta dari PP Hamdan. Namun, uang tersebut diakuinya sebagai uang pinjaman yang akan digunakannya untuk berobat bagi keponakannya. Sang keponakan, saat itu diakuinya sedang kena Covid-19.

“Agustus (2021) saya pernah pinjam karena ponakan sakit covid. Saat itu saya butuh segera, saya pinjam Rp20 juta. Hubungan saya (dengan Hamdan) sudah dekat, tapi saya tidak pernah minta uang,” katanya.

Hal ini pun memantik pertanyaan jaksa, memgapa seorang hakim bisa meminjam uang pada seorang panitera? Itong pun menjawab singkat. Jika di Pengadilan Surabaya, banyak Panitera Pengganti yang disebutnya lebih kaya dari pada hakim. Saat ditanya apakah uang yang dipinjam itu sudah dikembalikan pada Hamdan? Ia pun menjawab belum sempat.

“Di PN Surabaya banyak PP yang lebih kaya dari hakim. Uang belum sempat dikembalikan,” ujarnya.

Jaksa lalu menunjukkan bukti percakapan via whatsapp antara Hakim Itong dengan Hamdan. Dalam percakapan itu terdapat sebuah kalimat “Sudah pak…relevan utk dikabulkan tinggal ngurus di ketua nya”. Frasa “ngurus” inilah yang kemudian dipertanyakan oleh jaksa.

“Jadi maksudnya apa ‘ngurus’ ini. Ngurus perkara pakai uang? Bisa saudara saksi jelaskan,” tanya JPU dari KPK Wawan Yunarwanto.

Hakim Itong lalu menjelaskan, jika frasa ngurus yang dimaksud adalah kebiasaannya yang terjadi di lingkungan kerjanya seperti itu. Namun jawaban Itong ini terkesan berbelit-belit, lantaran ia mengaku tidak mengetahuinya sendiri.
“Biasanya begitu, tapi saya tidak tahu sendiri,” pungkasnya.

Dikonfirmasi ulang se usai sidang terkait pernyataannya tersebut, hakim Itong pun menjelaskan, jika dirinya memang hanya mendengar saja dan tidak melihat sendiri hal-hal semacam itu.

“Iya itu yang saya dengar saja kan. Saya memang tidak melihat sendiri itu memang kabar-kabar yang saya dengar,” tegasnya.

Dikonfirmasi apakah soal mengurus perkara dengan uang itu juga pernah terjadi pada perkara-perkara yang ditanganinya? Itong lalu menyebut satu perkara, dimana perkara itu Panitera Penggantinya adalah juga terdakwa Hamdan.

Saat itu, pihak yang berkepentingan menginginkan dirinya menjadi hakim dalam perkara itu. Meski ia tidak mengiyakan, namun ia menyebut jika dalam perkara itu tiba-tiba dirinya yang ditunjuk menjadi hakimnya.

“Ada perkara yang pak Darmaji tadi. Pak Darmaji minta saya hakimnya dan ternyata bener saya hakimnya, untuk yang ngurus siapa saya tidak tahu. Untuk PP nya pak Hamdan,” terangnya.

Berapa uang yang ditawarkan dalam perkara itu? Itong mengaku tidak mengetahuinya. Namun ia mendengar jika ada uang Rp.50 juta dalam perkara itu.

“Saya tidak tahu, tapi yang saya dengar untuk bisa memperoleh perkara itu, saya tidak tahu persis ya tapi saya denger Rp.50 juta kalau tidak salah. Itu untuk mengurus perkara saja bukan untuk membayar perkara, tidak ada, untuk dapat perkara,” katanya.

Lalu siapa yang menerima uang tersebut, apakah panitera? Lagi-lagi ia mengaku tidak tahu persis. Namun, ia menyebut jika hal-hal semacam itu diibaratkannya seperti kentut.

“(Panitera terima uang perkara?) Saya tidak tahu persis, karena saya tidak melihat sendiri, malah jadi fitnah. Tapi kayak-kayak gitu kan seperti kentut, ada baunya tapi kita tidak bisa memegangnya,” katanya.

Bagaimana tanggapan terdakwa Panitera Pengganti M Hamdan soal pernyataan hakim Itong itu? Ia pun secara tegas membantahnya. Ia menyatakan, soal uang Rp.20 juta yang diakui Itong sebagai uang pinjaman itu adalah tidak benar. Ia menyebut, uang Rp20 juta itu terkait dengan pengurusan perkara waris yang pernah ditangani oleh hakim Itong

“Uang R20 juta itu tidak pinjam, itu uang perkara waris, ada uang Rp.50 juta juga. Lalu uang Rp.40 juta, itu bukan pinjaman sehubungan perkara (nomor) 1165. Tidak ada istilah pinjaman terhadap saya,” ujarnya.

Diketahui, sidang perkara tindak pidana korupsi gratifikasi suap Hakim Pengadilan Negeri Surabaya nonaktif, Itong Isnaeni Hidayat digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Surabaya. Atas perkara ini, Itong tidak sendirian, ia pun didakwa bersama dengan M Hamdan; Panitera Pengganti, dan Hendro Kasiono; seorang pengacara, dalam berkas terpisah. Total suap yang diterima dalam perkara ini mencapai Rp.545 juta.

Hakim Itong dan Panitera Pengganti M Hamdan pun dijerat dengan pasal berlapis. Diantaranya Itong Isnaeni dan Hamdan sebagai penerima suap didakwa pasal Kesatu: Pasal 12 huruf c UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1.

Sedangkan, terdakwa Hendro Kasiono sebagai pemberi suap didakwa Kesatu: Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kedua: Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (q cox, Yo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *