Politik

Dewan Minta Pemkot Belaku Adil di Kawasan Konservasi Pamurbaya

56
×

Dewan Minta Pemkot Belaku Adil di Kawasan Konservasi Pamurbaya

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Sejak tahun 2007, Pemkot Surabaya sudah menetapkan kawasan RTH di wilayah pantai utara Surabaya (Pamurbaya). Namun sayangnya, kebijakan ini akhirnya harus berdampak terhadap sejumlah pengembang, bahkan terhadap penghuni bangunan rumah permanen di wilayah itu.

Jika mengacu kepada UU dan Perda tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH), maka tak satupun bangunan yang boleh didirikan. Artinya, Pemkot Surabaya tidak akan mengeluarkan ijin apapun terkait rencana pembangunan di kawasan RTH, seperti di Pamurbaya.

Lantas bagaimana nasib pengembang perumahan di kawasan Pamurbaya dan sejumlah penghuni yang saat ini telah menempati rumahnya. Apakah akan mendapatkan toleransi atau tetap akan ditertibkan?

Menanggapi fenomena ini, Sukadar anggota Komisi C DPRD Surabaya yang akrab disapa Cak Kadar mengatakan, Pemkot Surabaya harus membuat klasifikasi kasus dalam rencana penertibannya.

“Tidak bermaksud membela pengembang atau penghuni perumahan di kawasan itu, tetapi sebaiknya Pemkot juga harus berazaskan keadilan, artinya sebelum melakukan penertiban di kawasan itu, wajib hukumnya untuk kembali menelusuri proses dan perijinannya,” ucapnya, Senin (13/3/2017)

Hasil pengamatan media ini di lokasi, tak kurang dari 99 bangunan rumah permanen yang dibangun oleh pengembang kondisinya telah berpenghuni, dan sampai saat ini tidak bisa berbuat apa-apa, karena meskipun kewajiban pembayarannya telah lunas, tetapi legalitasnya sebagai pemilik masih terkatung-katung akibat UU dan Perda RTH tahun 2007.

“Harusnya ada klasifikasi, mana perumahan hasil pengembang yang dibangun sebelum aturan terkait RTH itu ditetapkan, dan mana yang sesudahnya, masing-masing harus dicarikan solusi, dan disinilah pemerintah harus hadir, termasuk kami yang ada di komisi C ini,” tandasnya.

Tidak hanya itu, Cak kadar juga menyentil kinerja pemkot Surabaya di jajaran Kecamatan dan Kelurahan yang selama ini dinggapnya lemah soal pengawasan.

“Idealnya, Pemkot Surabaya juga harus mengakui jika selama ini kecolongan, karena tidak mungkin ada kegiatan pembangunan di suatu wilayah yang tanpa sepengetahuan pihak Kecamatan dan Kelurahan, maka ini juga harus menjadi pertimbangan, jangan pakai pasal POKOK,E salah, ini tidak fair,” kritiknya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *