Politik

Dukung Kadisbudpar Surabaya, Vinsensius Awey: Jika Tak Berdampak, Sister’s City Tak Perlu Lagi

14
×

Dukung Kadisbudpar Surabaya, Vinsensius Awey: Jika Tak Berdampak, Sister’s City Tak Perlu Lagi

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Dalam waktu dekat, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali menggelar kegiatan bertajuk Cross Culture International (CCI) ke-13 dengan Tema Folk Art Festival. Acara tersebut menampilkan berbagai macam tari kesenian budaya Indonesia dan mancanegara.

Acara ini terbagi menjadi dua sesi, pertama tanggal 9 Juli dan tanggal 16-20 Juli 2017, dan total peserta sebanyak 1.260. Masing-masing dibuka Tari Remo remaja 12 grup yang terdiri dari anak usia 5 tahun hingga 16 tahun.

Namun belakangan, Drs. Ec. Widodo Suryantoro, MM, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya mengaku merasa perlu mendesak kepada beberapa Kota di negara lain yang tergabung dalam hubungan Sister’s City untuk menggelar acara atau festival yang setara dengan Cross Culture seperti di Surabaya, sebagai perimbangan.

Pandangan Kadisbudpar yang baru ini spontan mendapatkan respon dari anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey, yang mengatakan bahwa sebaiknya acara Urban Cross Culture dan sister’s city tidak lagi hanya menjadi acara ceremonial yang tanpa dampak apapun terhadap warga dan Kota Surabaya.

“Supaya jaring sister city selama ini dengan beberapa kota yang ada dibelahan dunia manapun menjadi tidak sia sia dan tidak hanya sekedar seremonial menanda tangani kesepakatan sister city, padahal nothing to do,” terangnya kepada Suarapubliknews.net, Sabtu (8/7/2017)

Politisi asal Partai Nasdem berharap, agar pagelaran Urban Cross Culture yang melibatkan beberapa kota di dunia yang tergabung dalam sister’s city, bisa memberikan dampak yang lebih bagi masyarakat dan Kota Surabaya serta negara.

“Nah kalau bisa kondisikan mereka untuk gelar cross culture di kota Surabaya dengan berbagai aktivitas pertunjukan budaya masing-masing negara, maka setidak-tidaknya bisa menaikkan devisa negara, pertumbuhan ekonomi Surabaya mulai dari perhotelan, ruang pertemuan, restoran, UMKM dll, kalu itu terjadi maka good job, patut di apresiasi,” tandas Awey yang saat ini posisinya masih berada di Australia.

Namun demikian sebaliknya, lanjut Awey, jika tidak bisa memberikan dampak apapun terhadap masyarakat, Kota Surabaya dan negara, maka MoU yang hanya merupakan ceremonial belaka tidak perlu dilanjutkan.

“Kalau nggak bisa menggelarnya atau tidak berbuat sesuatu hal maka ada baiknya tidak lagi jalin sister city ddengan negara manapun. Supaya tidak dipenuhi dengan seremonial tandatangan MoU & MoA belaka,” pungkasnya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *