SURABAYA (Suarapubliknews) – BUMN Pelindo III semakin serius memperbesar ekspansinya di bisnis layanan terminal pendukung industri minyak dan gas (migas). Setelah mengoperasikan terminal LNG terapung di Pelabuhan Benoa Bali.
Kemudian belum lama ini juga bersinergi dengan sesama BUMN, yakni Perusahaan Gas Negara, untuk memulai pembangunan terminal LNG di Terminal Teluk Lamong, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
“Infrastruktur pelabuhan sangat penting untuk disinergikan untuk melayani kebutuhan logistik energi nasional. Karena pelabuhan merupakan pintu masuk yang dapat berkontribusi untuk menekan cost recovery dari industri migas di Indonesia,” kata Direktur Transformasi dan Pengembangan Bisnis Pelindo III Toto Nugroho. Selasa (2/4).
Pernyataan tersebut disampaikan Toto Nugroho dalam kegiatan worskhop migas bersama antara Pelindo III dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Surabaya.
Toto Nugroho menambahkan, kerja sama pengembangan fasilitas pelabuhan untuk mendukung operasional di hulu industri migas potensinya sangat besar, karena banyak lahan konsesi Pelindo III yang berada di waterfront atau berbatasan langsung dengan laut.
“Pelindo III bahkan sudah menyiapkan lini usaha khusus, yaitu Pelindo Energi Logistik (PEL), yang akan fokus mengembangkan integrated services shorebase terminal atau terminal pelabuhan dengan sejumlah layanan yang siap mendukung logistik pelaku industri migas. Terminal Gresik di Jawa Timur sudah siap dengan dedicated area untuk memberikan layanan terintegrasi dari kegiatan di laut, seperti kapal sandar, hingga kegiatan di darat, untuk lokasi penyimpanan misalnya,” ujar mantan Direktur Pertagas tersebut.
Melalui konsep integrated services shorebase terminal tersebut, layanan PEL akan di-back up oleh lini usaha Pelindo III Group lainnya. Mulai dari layanan armada kapal offshore, transportasi truk, mooring-unmooring (penambatan), loading-unloading (bongkar muat), penyediaan alat berat, perawatan dan suku cadang peralatan.
Termasuk penyediaan tenaga kerja professional operasional, pengamanan, kebersihan, dan transportasi. Bahkan hingga jasa klinik kesehatan dan catering untuk pekerja di lokasi khusus. Dengan lengkapnya layanan dalam satu kawasan yang terdedikasi untuk kegiatan industri migas yang menuntut standar keselamatan yang tinggi, maka potensi efisiensi yang dicapai cukup besar.
Kepala Divisi Penunjang Operasi dan Keselamatan Migas, SKK Migas, Bagus Edvantoro, pada kesempatan tersebut membenarkan bahwa penurunan cost recovery merupakan isu penting. Menurutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti kehandalan operasional, personel yang professional, kualitas layanan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3/HSSE).
“Kemudian juga faktor ketepatan waktu penyediaan jasa dan harga yang kompetitif. Integrasi faktor-faktor tadi dibutuhkan untuk mencapai penurunan cost recovery dalam industri migas,” ujarnya.
“Kami juga mengapresiasi diadakannya workshop migas bersama seperti ini, karena bisa menjadi sarana komunikasi dua arah. Para calon mitra kerja dan masyarakat jadi bisa memahami minimum requirement yang dibutuhkan untuk berkerjasama di industri migas. SKK Migas terbuka untuk kerja sama bila memang tujuannya untuk meningkatkan efisiensi,” ungkapnya.
Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim Henky Pratoko, yang juga hadir, menyebutkan dengan berdiskusi langsung dengan SKK Migas dan Pelindo III, para pelaku bisnis logistik di asosiasinya menjadi bisa mencari peluang bisnis di jasa logistik industri migas.
“Di tengah bisnis yang semakin menantang, peluang baru menjadi penting bagi kami. Agar bisa turut bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan efisien logistik di Indonesia,” katanya. (q cox)