Politik

Gelar Hearing, Komisi A DPRD Surabaya Mulai Ungkap Status Tanah Milik Pertamina di Kelurahan Pakis

24
×

Gelar Hearing, Komisi A DPRD Surabaya Mulai Ungkap Status Tanah Milik Pertamina di Kelurahan Pakis

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Merespon pengaduan warga Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, soal proses pengurusan status kepemilikan tanahnya yang dihentikan sepihak oleh BPN, Komisi A DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan berbagai pihak. Senin (09/11/2020).

Hadir dalam rapat, BPN Kota Surabaya, Kabag Hukum Pemkot Surabaya, Kecamatan, Kelurahan dan sejumlah perwakilan warga Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.

Menurut keterangan salah satu perwakilan warga bernama Nanang Hendratno, pengurusan status kepemilikan tanah miliknya dihentikan secara sepihak oleh BPN sejak tahun 2010, dengan alasan muncul klaim dari pihak lain yakni PT.Pertamina.

Usai mengikuti hearing, Section head Comunition PT Pertamina Regional Jawa Timur Ahad Rahedi mengatakan, jika sesuai dengan arahan dari pimpinan komisi A pihaknya akan menindaklanjuti kejelasan persoalan yang dikeluhkan warga.

Sementara Kasi Penanganan Sengketa dan Pengendalian Kantor Pertanahan 1 Kota Surabaya 1, Agus Hariyanto mengatakan, intinya warga mengajukan sertifikat sebanyak 85 orang atau bidang sudah diproses.

“Bahkan dari 85 itu sudah diukur semuanya, sedangkan yang 22 sudah terbit surat keputusan pemberian haknya,” ujar Agus Hariyanto.

“Tetapi, ketika ada semacam klaim bahwa itu aset milik PT Pertamina, maka pihaknya menghentikan sementara prosesnya dan sambil menunggu kejelasan apakah itu aset atau tidak. Kita menghentikan sementara prosesnya sambil menunggu kejelasan apakah itu aset atau tidak,” tambah Agus.

Saat ini, kata dia, masih mencari tahu kejelasannya, kalau memang aset tersebut milik PT Pertamina tentu pihaknya kemballi menegaskan akan menghentikan sementara proses pengajuan warga. “Kalau PT Pertamina tidak bisa menunjukkan, seharusnya bisa memberikan kejelasan juga ke warga,” terangnya.

Setelah mendengarkan penjelasan dari berbagai pihak, Ketua Komisi A Pertiwi Ayu Krishna selaku pimpinan rapat mengatakan, jika pihaknya sangat prihatin jika ada sebuah institusi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) mengklaim memiliki aset tanah seluas 220 hektar.

“Notabenenya kalau disana ada 220 hektar, berarti ada tanah tanah pemkot yang diakui oleh PT Pertamina, padahal ada 85 warga Pakis yang sedang dalam proses pengajuan sertifikasi ke BPN, dan ternyata harus terhenti karena muncul klaim dari BUMN (PT Pertamina). Dalam hearing tadi, pihak Pertamina sendiri tidak bisa meperlihatkan dan menunjukkan peta bidangnya,” ujar Pertiwi Ayu Krishna

Ayu-sapaan akrab Pertiwi Ayu Krishna, menerangkan bahwa wakil dari Pertamina mengaku jika peta bidangnya ada di BPN yang perwakilannya juga hadir dalam rapat.

“Namun tinggal konstruksi penempatannya ada dimana, dan kalau memang 220 hektar, maka termasuk kantor kecamatan sawahan, hotel shangrilla dan lainya berarti milik pertamina. Apakah mungkin tanah seluas itu miliknya, apalagi pertamina tidak bisa menunjukan suratnya,” terang Ayu.

Oleh karenanya, saat hearing berlangsung Ayu sempat menyarankan kepada Pertamina agar langsung menancapkan patok sesuai surat kepemilikan lahannya, jika itu memang ada.

“Kenapa tidak langsung dipatok tanah yang disana, berarti bisa dicurigai karena tidak mau membayar pajak otomatis merugikan negara. Disini fer feran saja, kalau memang diakui ya bayarlah pajak (Tanah) tersebut,” tegas Ayu.

Sementara sudah ada 22 warga yang sudah mengajukan sertifikat namun harus terhenti karena alasan dari BPN sudah mendapatkan surat dari Pertamina. “Kalau memang BPN dapat surat dari Pertamina, kenapa dia tidak segara langsung memancang patoknya,” kata Ayu.

Ayu mengutarakan kalimat sindiran, yang mengatakan jika PT Pertamima sangat hebat karena memiliki aset tanah yang luas dan lokasinya di tengah kota. Namun Ayu juga mempertanyakan soal kebenarannya.

“Padahal sebanyak 22 warga sudah rutin membayar HGB. Mereka ini kasihan juga, karena warga sudah rutin membayar HGB dan ini sudah menjadi kewajiban mereka,” pungkasnya. (q cox, Irw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *