Jatim RayaPemerintahan

Gubernur Khofifah Kagumi Perpaduan Arsitektur Masjid Jami’ Panembahan Somala – Sumenep

143
×

Gubernur Khofifah Kagumi Perpaduan Arsitektur Masjid Jami’ Panembahan Somala – Sumenep

Sebarkan artikel ini

SUMENEP (Suarapubliknews) ~ Keindahan Masjid Jami’ Panembahan Somala Kab. Sumenep menarik rasa kagum Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Desain arsitektur yang memadukan budaya Tiongkok, Eropa, Jawa, dan Madura menjadi daya tarik tersendiri bagi masjid yang didirikan pada tahun 1779 hingga 1787 Masehi tersebut.

Di masjid itu, Gubernur Khofifah bersama Bupati Sumenep Ra Achmad Fauzi dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Jatim dan Pemkab Sumenep melanjutkan rangkaian safari ramadannya dengan melaksanakan shalat tarawih, Minggu (2/4).

Masjid yang terletak di terletak Jl. Trunojoyo No.184, Dalem Anyar, Bangselok, Kec. Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep tersebut juga menjadi salah satu bangunan dari 10 masjid tertua di Nusantara. “Arsitektur masjid ini memiliki kekhasan tersendiri dengan unsur kebudayaan Tiongkok, Eropa, Jawa, dan Madura,” katanya usai melaksanakan shalat tarawih.

Disadur dari laman kemendikbud.go.id , Masjid Jami’ ini didirikan pada masa pemerintahan Panembahan Somala, Penguasa Negeri Sungenep XXXI yang sekarang disebut Sumenep. Masjid Jami’ ini merupakan salah satu bangunan pendukung Karaton yang digunakan sebagai tempat ibadah bagi keluarga Karaton dan masyarakat. 

Masjid Panembahan Somala ini dibangun setelah pembangunan Kompleks Keraton Sumenep, dengan arsitek yang sama yakni Lauw Piango. Secara garis besar, arsitektur bangunan masjid  Jami’ Sumenep dipengaruhi unsur kebudayaan Tiongkok, Eropa, Jawa, dan Madura. Salah satunya nampak pada pintu gerbang atau pintu masuk utama masjid yang corak arsitekturnya bernuansa kebudayaan Tiongkok. 

“Pintu gerbang Masjid Agung Sumenep ini mengingatkan kita pada bentuk tembok besar di Cina yang terbuat dari tembok besar yang memanjang, melambangkan kekokohan dan ke-agungan,” jelasnya.

Tak hanya itu, dinding mimbar, mihrab dan maksurah pada masjid ini dilapisi dengan keramik porselen dari Cina. Model interiornya mencerminkan nuansa dan pengaruh Cina yang kental. 

Sedangkan bangunan utama masjid ini hampir keseluruhannya dipengaruhi budaya Jawa pada bagian atapnya dan budaya Madura pada pewarnaan pintu utama dan jendela masjid. “Ada simbol akulturasi dan bukti toleransi yang tinggi tercermin di masjid Panembahan Somala ini, bahwa toleransi ini memang harus terus kita semai,” ucapnya.

Selain memiliki corak dan arsitektur dari pengaruh berbagai budaya, Masjid Jami’ Sumenep ini juga memiliki filosofi tinggi. Salah satunya adalah pagar tembok dengan pintu gerbang berbentuk gapura sebagai pintu utama masjid yang memiliki makna agar para jemaah lebih berhati-hati dalam menjalankan ibadah shalat.

Kemudian pintu Masjid Jami’ yang berbentuk gapura. Kata gapura ini diambil dari bahasa arab “ghafura” yang artinya tempat pengampunan. Sehingga diharapkan masyarakat yang beribadah disini bisa memohon ampun kepada Allah dan mendapatkan ampunan-Nya. “Selain sarat nilai estetika, dan unsur budaya yang kental, masjid ini juga memiliki filosofi tinggi,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Khofifah juga membagikan 850 kantong beras kepada jemaah shalat tarawih Masjid Jami’ Sumenep yang masing-masing menerima 3 kg beras.

Usai menjalankan shalat tarawih, Gubernur Khofifah melanjutkan rangkaian safari ramadhan dengan berziarah ke Asta Tinggi yang terletak di dataran tinggi Kab. Sumenep tepatnya di Jalan Asta Tinggi, Temor Lorong, Kebunagung, Kec. Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep.

Dalam bahasa Madura, Asta Tinggi juga disebut dengan Asta Raja atau makam Pangradja, baik dari keturunan maupun kerabatnya. Makam tersebut milik Pangeran Anggadipa dan menjadi makam pertama di kompleks pemakaman Asta Tinggi. “Jadi disini adalah makam dari para raja dan istri-istri dari raja Sumenep,” terangnya.

Sementara itu arsitektur bangunan yang ada di makam tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan Belanda, Arab, China maupun Jawa. Namun yang masih nampak menonjol adalah kebudayaan Hindu. “Ziarah ke Asta Tinggi Sumenep itu selain sebagai wisata spiritual tetapi juga bernilai sejarah yang sangat kental,” pungkasnya. (q cok, tama dini)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *