Politik

Hadir di Hearing Komisi B DPRD Surabaya, Penghuni Surat Ijo Protes Soal Pungutan Retribusi

18
×

Hadir di Hearing Komisi B DPRD Surabaya, Penghuni Surat Ijo Protes Soal Pungutan Retribusi

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Hadir dalam undangan rapat dengar pendapat (hearing) di Komisi B DPRD Surabaya, belasan perwakilan paguyuban penghuni tanah surat ijo Surabaya justru wadul soal pungutan retribusi yang tertuang dalam Raperda 22/1977. Kamis (14/1/2021).

Mereka sangat menyesalkan hasil hearing di Komisi B DPRD Kota Surabaya, krena dianggap tidak berpihak terhadap penghuni tanah surat ijo.

“Padahal kami pada dasarnya memperjuangkan Raperda yang tidak berpihak pada kami, pertama tentang retribusi, kedua PBB, dan ketiga tentang aset daerah,” kata Titus salah satu penghuni surat ijo di Dukuh Kupang kepada wartawan,” Kamis (14/1/2021).

Menurut Titus, meskipun pihaknya sudah menggelar hearing (dengar pendapat) namun apsirasi mereka tidak pernah didengar oleh anggota dewan.

“Kita bicarakan masalah retribusi. Asal usul istilah IPT dan retribusi berasal dari Perda Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomer 22 Tahun 1977. Padahal perda itu belum disahkan sampai sekarang,” terangnya.

Titus menjelaskan, bahwa Raperda 22/1977 belum disahkan, maka retribusi tidak ada dasar hukumnya. Bahkan, ada surat dari Gubernur Jawa Timur tanggal 3 Juni 1981 yang menyatakan bahwa Perda 22/1977 tersebut ditangguhkan sampai saat diperoleh hak pengelolaan atas tanah yang dimaksud dalam perda tersebut.

“Jadi perda 22/1977 ini masih berupa peralat perda dan belum menjadi perda karena belum disahkan. Kalau sumbernya sudah cacat atah tidak ada kekuatan hukumnya, kenapa dilanjutkan berdasarkan perda tahun 2010,” ungkapnya.

Lanjutnya, penghuni tanah surat ijo merasa keberatan dengan biaya retribusi tersebut. Bayangkan di daerahnya retribusi sampai 400-500 persen bedanya.

“Contohnya di sekitar jalan raya untuk PBB sebesar 10 juta per tahun, tapi retribusinya 50 juta hampir lima kali lipat dari PBB. Seharusnya wakil rakyat ini sadar dan berpihak kepada rakyat yang telah dilakukan pemerintah tersebut,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz menyampaikan, bahwa yang dipermasalahkan penghuni tanah surat ijo adalah status hukumnya awal perda tersebut.

“Padahal di hearing ini kita menampung unek-unek warga membahas retribusi dan tidak membahas apakah perda sebelumnya landasan hukumnya sah atau tidak,” terangnya.

Lanjut Mahfudz, kalau memang warga penghuni tanah surat ijo keberatan dengan perda Tahun 2010 silakan saja digugat di pengadilan.

“Jangan terus kita yang diadili di sini. Padahal kita mengundang mereka untuk menyampaikan aspirasinya. Tapi saya juga sepakat kalau perda diduga cacat hukum dan digugat di pengadilan,” pungkasnya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *