Hukrim

JPU Jerat Pasal 378 KUHP, Kuasa Hukum Penjual Tanah Kavling di Sidoarjo Ajukan eksepsi

20
×

JPU Jerat Pasal 378 KUHP, Kuasa Hukum Penjual Tanah Kavling di Sidoarjo Ajukan eksepsi

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – M Fauzi, terdakwa dalam kasus penipuan bermodus penjualan tanah kavling di Sidoarjo, menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti dari Kejaksaan Negeri Surabaya.

Bertempat di ruang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya, terdakwa didakwa telah menipu dua koleganya Jusub Novendri Behuku dan Victor Salay. Dalam surat dakwaannya menyatakan, pria 40 tahun itu awalnya mengaku sebagai kuasa ahli waris Saudah, pemilik tanah seluas 40.425 meter persegi di Desa Tambakrejo, Sidoarjo.

Fauzi yang berprofesi sebagai penjual tanah kavling menawarkan tanah itu kepada Jusub dan Victor yang merupakan bos PT Salay Bumi Propertindo. Perusahaan properti itu memang mencari tanah untuk dibangun perumahan. Jusub dan Victor sepakat membeli seharga Rp 40 miliar.

Kemudian, mereka menyerahkan uang secara bertahap kepada terdakwa senilai Rp 7,7 miliar. Setelah itu, terdakwa yang tinggal di Jalan Medokan Sawah ini menyerahkan sebanyak 70 Petok D atas tanah tersebut.

“Terdakwa menjanjikan dalam sehari akan menyerahkan sertifikat hak milik atas nama ahli waris Saudah kemudian dilakukan ikatan jual beli antara ahli waris dengan PT Salay Bumi Propertindo,” kata JPU Suwarti, Senin (07/09).

Namun, sertifikat yang telah dijanjikan oleh terdakwa, ternyata tidak pernah ada. Terdakwa didakwa telah menggunakan uang Rp 7,7 miliar tersebut untuk kepentingan pribadi.

“Padahal tanah yang tercantum dalam Petok D berdasarkan Perda Nomor 8 tahun 2018 masuk zona konservasi yang tidak bisa dijadikan tanah pemukiman karena tidak akan terbit tanah IMB,” imbuhnya.

Menanggapi dakwaan ini, terdakwa Fauzi mengajukan eksepsi. Pengacara terdakwa, Tobbyas Ndiwa menyatakan bahwa kasus ini sebenarnya perkara perdata bukan pidana. Alasannya, kasus ini bermula dari ikatan perjanjian antara kedua pihak.

“Bukan soal bicara pidana penipuan. Semua ada ikatan keperdataan dengan beberapa pihak. Klien kami baru diperiksa langsung ditetapkan tersangka. Sengaja dikriminalisasi,” ujarnya.

Menurut dia, kasus ini semestinya diselesaikan secara perdata dahulu. Dia menuding pelapor justru yang wanprestasi dengan mengingkari sejumlah perjanjian. “Kalau mau fair diselesaikan perdata dulu. Putusan perdata bisa menjadi acuan untuk kasus pidana. Bukan serta merta langsung pidana seperti ini,” tandasnya.

Ataa perbuatannya, terdakwa didakwa dianggap melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *