SURABAYA (Suarapubliknews) – Tanjung perak tepi laut, Siapa suka boleh ikut, Bawa gitar keroncong piul, Jangan lupa bawa anggur, Tanjung perak tepi laut. Cuplikan lagu yang dipopulerkan dalam bentuk keroncong oleh Waljinah dan dangdut oleh Lord of Broken Heart, Didi Kempot ini menggambarkan keceriaan masyarakat Surabaya.
Pelabuhan utama kota Surabaya ini memang memiliki keunikan dan ceritanya sendiri. Tempat ini pula yang menginspirasi Executive Chef In Charge F7B Surabaya Suite Hotel, Christfian S dengan kreasinya Lontong Korak.
“Korak dalam makna sehari-hari identic dengan image negative. Korak itu Komplek Perak, kalau dibawa keranah negative artinya Komando Perak yang identic dengan berandalan tidak ada aturan. Kenapa Tanjung Perak? Karena sudah ada Lontong Balap Wonokromo, Peraknya mana. Padahal Surabaya itu dari Wonokromo sampai Perak,” katanya.
Berawal dari sebuah perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Perak, melihat keadaan laut disekitaran pelabuhan yang keruh dan kompleknya kehidupan disana dengan segala suka dukanya menginspirasi Chef Christfian dalam sebuah bentuk menu makanan yang berragam cita rasa.
“Laut yang keruh, kehidupan yang penuh suka duka dengan keruwetannya saya tuangkan dalam bentuk saus kuning bertekstur seperti bumbu sate padang yang manis, gurih, pedas dan manis seperti kehidupan. Sedangkan lontong dan lauknya menggambarkan perputaran perekonomian di Tanjung Perak. Mulai dari kelas bawah hingga menengah atas,” katanya.
Perputaran perekonomian ini dituangkan dalam bentuk laut yang terdiri dari Abon ikan, ikan panggang atau goreng, udang bakar, ebi dan sambal yang pedas. Dengan 2 tampilan plating yang menggambarkan masyarakat kelas menengah yang campur aduk serta masyarakat atas dengan keteraturan dan keindahannya.
“Lontong Korak paling enak dinikmati pada pagi atau siang hari karena selain mengenyangkan juga berkalori tinggi yang dapat menjadi sumber energi saat beraktivitas,” tutup Chef Christfian. (q cox, tama dinie)