SURABAYA (Suarapubliknews) – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jatim mengingatkan kepala daerah 19 kabupaten/kota di Jawa Timur yang mempunyai jadwal pelaksanaan Pilkada tahun 2020 untuk tidak memanfaatkan situasi pandemi untuk kepentingan pilkada serentak 2020.
Pernyataan ini disampaikan Novli B Thyssen, S.H, Ketua KIPP Jawa Timur, yang mengatakan bahwa potensi Kepala Daerah untuk menyalahgunakan kewenangannya sangat besar sekali mengingat kapasitasnya sebagai pengambil kebijakan daerah.
Menurut Novli, penyalahgunaan kewenangan ini bisa dalam bentuk alokasi sumber daya manusia dalam kapasitas posisi dan jabatan yang strategis berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat semisal penempatan seseorang pada pokja atau tim gugus tugas daerah penanganan covid-19.
“Yang mana penempatan dalam posisi strategis tersebut diduga ada kepentingan mensosialisasikan calon kepala daerah kepada masyarakat,” kata Novli. Rabu (17/06/2020)
Karena, kata Novli, dengan penempatan pada jabatan posisi trategis tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan interaksi sosial dengan masyarakat sekaligus mensosialisasikan diri dalam bingkai pelaksanaan tugas jabatan untuk kepentingan pilkada kedepan.
“Selain itu, penyalahgunaan kewenangan bisa dalam bentuk mutasi jabatan/pengantian jabatan pada organ organ pemerintahan yang menjadi desain kepentingan pemenangan pilkada nanti,” tandasnya.
Dia menegaskan, pada pasal 71 ayat 3 undang undang 10 tahun 2016 tertulis: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang mengunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Sementara pada pasal 71 ayat 2 undang undang 10 tahun 2016, tertulis: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan pengantian jabatan enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Oleh karenanya, jika merujuk pada jadwal pelaksanaan tahapan pemilihan serentak di mana jadwal penetapan pasangan calon dijadwalkan di bulan september, maka aturan pasal tersebut mulai berlaku enam bulan sebelumnya, yaitu terhitung di mulai bulan April 2020.
“Dan KIPP akan mentracking pemantauan kebijakan pemerintah jika dikemudian hari kebijakan pemerintah daerah tersebut bertentangan dengan regulasi,” ujarnya.
Novli berpendapat, jika pengelolahan anggaran penanganan pandemi oleh pemerintah daerah juga perlu diawasi oleh Bawaslu. Apakah mengelolahan anggaran penanganan pandemi cukup wajar atau tidak. “
“Jangan sampai fleksibilitas dalam pengunaan anggaran penanganan pandemi dapat dimanfaatkan kepala daerah calon petahana atau non petahana untuk kepentingan pilkada,” kritisnya.
Menurut dia, masyarakat sedang susah dan berat hidupnya secara perekonomian jangan sampai lalu kemudian situasi tersebut dimanfaatkan oleh para aktor politik demi kepentingan syawat politiknya. Ini yang harus diwaspadai.
Untuk itu, lanjut Novli, KIPP Jawa Timur mengajak masyarakat untuk berperan aktif memantau segala kebijakan pemerintah daerah di dalam penanganan pandemi ini.
“Apakah kebijakan kebijakan tersebut berorientasi pada kepentingan masyarakat atau kepentingan tertentu kaitan dengan jelang hajatan demokrasi 9 Desember. Baik itu pemantauan terhadap kebijakan pemerintah daerah terkait dengan manajemen pengelolahan anggaran maupun kebijakan lainnya,” tambahnya.
Di akhir paparannya, Novli berpesan, teruntuk bagi tiap orang yang mengatasnamakan bakal calon kepala daerah hendaknya bijak dan arif memberi contoh kepada masyarakat dengan tidak memberikan bantuan dengan embel embel status bakal calon kepala daerah karna hal tersebut tentunya tidak memberikan edukasi yang baik tentang nilai nilai kemanusian dan nilai nilai gotong royong kepada masyarakat. (q cox)