SURABAYA (Suarapubliknews) –Pernah ingat lapangan tennis Embong Sawo Surabaya ? Lapangan tennis tanah liat standard WTP yang satu-satunya ada di Surabaya. Lapangan ini kini sudah milik swasta setelah sengketa tahun 2006 lalu.
Nah, pada proses eksekusi mempertahankan lapangan tennis itu, ada tangan Almarhum KH.Hasyim Wahid – Gus Im (Adik Gus Dur). Beliau pihak yang bertahan supaya lapangan tennis itu tetap menjadi tempat berlangsungnya turnamen tennis tanah liat.
Sampai kepergiannya menghadap sang kholid. Khalayak ramai tidak pernah mengenal kiprah beliau.
Seperti dilontarkan Ketua PWNU KH, Masduki Mustamar, yang mengatakan bahwa saat memberikan sambutan terahkir jelang pemakaman di Pondok Pesantren Manbaul Ma’arif Denayar, KH. Masduki Mustamar, mengatakan, bahwa Gus Iim adalah tokoh bangsa yang mengambil jalan zuhud. Tidak butuh populeritas. Tidak butuh mendapat apa dari apa yang diperjuangan.
Menurut KH. Mustamar banyak konstribusi pemikiran dan gerakan beliau yang mewarnai perjalanan demokrasi bangsa ini.
“Beliau cucu Mbah Hasyim Asyari, Putera Wahid Hasyim. Pemikiran dan jaringannya luar biasa. Kalau sekedar jadi menteri atau jabatan lain. Ujung kuku jari kelingking,” ujar KH. Mustamar.
Hal senada juga disampaikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawangsa, dengan tersedu-sedu menahan tangis, Khofifah bertistemoni, kalau sangat kehilangan beliau.
“Gus Iim ini luar biasa. Orang langkah. Bangsa ini kehilangan” tuturnya lirih sambil menangis.
Menurut Khofifah, sebulan sebelum meninggal. Gus Iim menemui dirinya. Membahas soal penanganan covid-19. Gus Iim memberikan formulasi agar Jawa Timur segera turun jumlah penderita pasien covid- 19.
Begitulah Gus Iim. Apa yang dipikirkan dan dilakukan untuk bangsa ini. Tidak pernah terpublikasi.
Kembali soal Lapangan Embong Sawo Surabaya. Sebuah pengalaman pribadi yang sangat membangakan saya. Karena mendapat kepercayaan Gus Iim untuk mengjalankan misi.
Melalui Eman Hermawan Ketua Umum Garda Bangsa waktu itu. Menunjuk saya untuk melaksanakan misi tersebut. Untuk segera merumuskan cara bagaimana agar eksekusi itu gagal.
“Ini perintah Gus Iim”, perintahnya.
Lalu, usul saya mengelar lomba karikutur Gus Dur dan Foto tentang Gus Dur di Lapangan Embong Sawo.
Oke, usul itu diiyakan. Saya diminta segera untuk koordinasi kepada salah seorang pengurus lapangan Embong Sawo.
Kebetulan orang tersebut punya hubungan dengan Gus Iim. Disela koordinasi, pengurus embong sawo bercerita tentang sepak terjang Gus Iim. Bagaimana Gus Iim sebagai aktor dibelakang layar abangnya Gus Dur. Disana saya mulai paham rute pergerakan Gus Dur dan koneksi-koneksinya.
Selang beberapa hari setelah pertemuan. Pengurus Embong Sawo memberikan kabar kalau usul saya diterimah. Segera dilaksanakan acara itu.
Kalau sebelumnya lewat Mas Eman Hermawan. Kali ini Gus Iim yang menelpon langsung.
“Tolong dibantu lapangan Embong Sawo. Gimana caranya tidak di-eksekusi” ujarnya singkat.
Lomba karikatur itu pun digelar. Namun hanya bisa mengulur waktu eksekusinya. Lapangan Embong Sawo pun kini tidak tahu dimanfaatkan untuk apa sampai hari ini.
Namun karikatur hasil lomba itu. Tetap abadi hingga saat ini. Menempel disetiap dinding kantor DPP PKB. Penulis : Raylis Sumitra