Hukrim

Majelis Hakim Putus Bersalah, Nenek Siti Asiyah Spontan Nyatakan Banding

18
×

Majelis Hakim Putus Bersalah, Nenek Siti Asiyah Spontan Nyatakan Banding

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Majelis Hakim PN Surabaya memutus vonis hukuman penjara selama 43 hari dikurangi masa penahanan ke Nenek Siti Asiyah (82), atas perkara dugaan Pemalsuan Akta Otentik. Kamis (22/10/2020)

Keputusan ini disampaikan di ruang Candra Pengadilan Surabaya oleh Johannes Hehamony selaku Ketua Majelis Hakim. “Mempertimbangkan bahwa terdakwa dianggap bersalah, oleh karena itu terdakwa diputus selama 43 hari. Putusan tersebut dikurangi masah tahanan rumah, selama 43 hari,” ucapnya.

Mendengar keputusan Majelis Hakim tersebut, melalui Sahlan Azhar selaku kuasa hukumnya terdakwa spontan mengajukan banding, “banding yang Mulia,” sergahnya.

Menurut Sahlan Azhar, ada beberapa unsur. Tanggapan atas pertimbangan hakim diantaranya soal pertimbangan Hakim yang menjelaskan bahwa “nenek dengan sadar datang Kepolda membuat laporan kehilangan”.

“Hal itu tidak benar dan bahwa yang benar sesuai dengan fakta persidangan setelah suami meninggal beliau mengurus tanah datang ke lurah setelah dari kelurahan beliau diminta Bu Lurah urus surat keterangan hilang karena surat beliau tidak diketahui setelah suami meninggal,” terangnya usai sidang putusan digelar.

Selain itu, Sahlan juga mengkritisi soal pernyataan hakim yang menyebut bahwa terdakwa sudah dewasa menurut unsur pasal 263.

“Padahal beliau sudah terlalu dewasa bahkan sudah tua, sehingga unsur kealpaan tentunya semestinya dipertimbangkan hakim. Selain disuruh Bu Lurah, ada Surat keterangan hilang di Polda sudah sesuai syarat formil yang ada di Polda sehingga dikeluarkan oleh Polda,” tandasnya.

Sahlan menilai bahwa ada yang janggal dalam perkara ini, karena hakim mengatakan bahwa kliennya dimanfaatkan orang orang di sekitarnya sehingga menjadikan tameng, padahal sudah jelas sedang berjuang demi tanahnya. “Beliau itu berjuang sendiri, gak ada orang lain, orang lain hanya membantu saja,” tuturnya.

Sahlan juga menganggap bahwa Hakim tidak mempertimbangkan adanya sengketa perdata yang masih berjalan, bahkan Hakim menyebut jika di tempat itu keselurahannya eigendom.

“Klaim hakim itu saya kira secara sepihak, saya anggap putusan tadi kurang adil padahal Klien kita itu ada surat letter C dan perkara perdata sampai saat ini masih berjalan. Hal ini juga sesuai surat balai harta peninggalan kota surabaya tgl 21 februari 2019 untuk egendom vervonding nomor 7159 berada ke daerah Ketintang bukan di Gayungsari,” Pungkasnya. (q cox, Hrf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *