SURABAYA (Suarapubliknews) – Merasa menjadi korban dugaan diskriminasi hukum, H Achmad Yusuf, H Nasrul Abdi dan Bambang Asmuni, akhirnya wadul presiden Joko Widodo. Mereka meminta perlindungan hukum atas statusnya sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemalsuan surat dan perbuatan tidak menyenangkan.
Ketiganya menyesalkan lambatnya proses hukum atas kasus yang saat ini sedang ditangani penyidik Ditreskrimum Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur tersebut. Tak berlebihan, pasalnya sudah hampir tiga tahun sejak dilaporkan 2015 lalu, ketiganya harus menyandang status tersangka. Hingga saat ini, status tersebut tanpa kelanjutan kepastian atas perkembangan proses hukumnya.
Mereka merasa digantung dengan status tersebut. Terlebih, mereka menilai penetapan status tersangka terhadap ketiganya sarat kejanggalan. Status Eko Prasetyo dari PT Cipta Perkasa Oilindo (CPO) sebagai pelapor, dalam laporan polisi bernomor LPB/1771/XII/2015/UM/Jatim tanggal 3 Desember 2015 itu, dinilai tidak memiliki legal standing, karena pelapor tidak memiliki bukti surat kepemilikan apapun terkait lahan yang disoal.
“Lah kita melakukan pengurukan diatas tanah yang kita beli sendiri kok malah dilaporkan dan dijadikan tersangka. Untuk itu kita menuntut keadilan, sampai kapan status ini kita sandang,” ujar H Achamad Yusuf.
Ketiganya dilaporkan sesaat usai melakukan pengurukan diatas tanah di kawasan karangbong RT 01 / RW 02 kecamatan Gedangan, 3 Desember 2015 silam.
Mereka mengklaim tanah itu dibeli secara patungan seharga Rp750 juta, dengan luas 265 M2, letter C no 1132 persil 22 klas d.1 luas 0,035 Ha dengan prosedur yang benar dan sah, disaksikan semua ahli waris yang didampingi kuasa hukumnya.
“Bahkan saat transaksi jual beli itu dilakukan dihadapan H Kusnandar, pejabat Lurah Karangbong dan saksi-saksi lainnya dari staf kantor kelurahan,” beber H Achmad.
Tak hanya itu, mereka juga mengklaim telah mengantongi Keputusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur nomor: 221/ PDT/ 2017/ PT tanggal 21 Juni 2017. Isi dari putusan tersebut menerangkan soal status kepemilikan lahan yang menjadi persoalan saat ini.
Selain ke presiden, surat permohonan perlindungan hukum juga mereka kirimkan ke Kapolri, Bareskrim Mabes Polri, Kompolnas dan Kapolda Jatim. Namun sayangnya, upaya tersebut belum mendapat respon dari pihak terkait, kendati sudah dilakukan sejak pertengahan tahun lalu.
“Adapun harapan saya agar proses hukum ini segera diselesaikan dan nama baik saya segera dipulihkan,” tambah H Achmad Yusuf.
Terpisah, Kabidhumas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera saat dikonfirmasi mempersilahkan mereka untuk melakukan upaya tersebut. “Semua mempunyai hak untuk lapor,” ujarnya, Senin (11/2/2019).
Barung pun menegaskan bahwa polisi bakal secara profesional melayani dan menangani segala keluhan masyarakat manapun. “Polisi juga mempersilahkan untuk diperiksa,” tambahnya.
Pasang Patok di Depan Pabrik
Seakan menunjukan legalitas kepemilikan tanah, H Achmad Yusuf dan H Nasrul Abdi akhirnya melakukan aksi pemasangan patok, yang diletakan diatas jalan aspal yang dibangun oleh PT CPO, Minggu (10/2/2019).
Keduanya mengklaim, pengaspalan jalan yang dilakukan PT CPO tersebut janggal. Pasalnya, jalan aspal tersebut, dibangun diatas tanah milik mereka.
Bahkan, saat aksi pemasangan patok, keduanya juga didampingi oleh Sugeng Priyanto, si penjual tanah. Pemasangan patok ini, tidak mendapat perlawanan dari pihak PT CPO. Pada papan patok terdapat beberapa kalimat pesan yang dituliskan.
Berikut isi pesan tersebut:
Tanah ini milik H Achmad Yusuf dkk
Letter C no 1132 luas 265 M2
1. Berdasarkan Keputusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur nomor: 221/ PDT/ 2017/ PT tanggal 21 Juni 2017
2. Dilarang mendirikan bangunan apapun diatas tanah ini
3. Barang siapa melanggar ketentuan pasal 167 dan atau 170 KUHP diancam pidana penjara selama-lamanya 6 tahun. (q cox)
Foto -Tampak proses pemasangan patok yang dilakukan H Achmad Yusuf dan H Nasrul Abdi (pembeli tanah) dan Sugeng Priyanto (penjual tanah) diatas jalan aspal didepan pabrik PT Cipta Perkasa Oilindo (CPO), Minggu (10/2/2019).