BisnisJatim Raya

Nakgung, Olahan Jagung Yang Lahir di Masa Pademi Covid 19

54
×

Nakgung, Olahan Jagung Yang Lahir di Masa Pademi Covid 19

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pademi Covid 19 yang melanda dunia mengakibatkan terganggunya sektor ekonomi, apalagi di bidang food and beverage. Di Indonesia khususnya, dimasa pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar ada sektor f&b yang bertahan, adapula yang gulung tikar atau malah semakin kreatif.

Nakgung adalah olahan jagung yang lahir dimasa pademi. Walau bahan makanan ini mudah didapat di Indonesia, pengembangan olahan bahan ini masih belum banyak dilakukan masyarakat.

Founder dan Owner Nakgung, Ferry Setiawan mengatakan dipilihnya jajanan berbahan jagung manis karena jagung sejak dulu sudah menjadi budaya (culture) orang Indonesia. “Selain jadi culture, bahan baku jagung manis juga tersedia di dalam negeri,” katanya.

Atas dasar itu dia akhirnya memulai bisnis olahan jagung namun bukan ingin dinikmati sendiri, tapi mengajak mitra yang mau berbisnis bareng. Ferry membuat model bisnis kemitraan, dengan racikan menu, brand dan peralatan serta business opportunity yang dia buat.

“Sejatinya saya memulai ini sejak Maret 2020 lalu, namun karena ada pandemi Covid-19, akhirnya baru Juni lalu kita jalan, dan kami bersyukur banyak mitra yang mau bergabung,” jelas Ferry yang sebelumnya merintis bisnis Kakkk Ayam Geprek ini.

Dengan investasi hanya Rp 6,5 juta per titik, Ferry memberikan modal kepada mitra berupa booth, bahan 300 pack, dan peralatan untuk memasak, serta branding tentunya. Tak disangka, hanya dalam kurun dua bulan, sudah 40 titik atau booth dari mitra yang tersebar di 15 kota di Indonesia, diantaranya Surabaya, Bangkalan, Tangerang, Samarinda Gresik, Solo, Situbondo, Batam, Sidoarjo, Bali, Makasar, Jakarta, Madiun, Kediri, Mojokerto, Prigen, dan Banjarmasin.

“Mitra kami rata-rata memang anak muda, dan karena produknya banyak disukai anak-anak muda, dengan harga terjangkau,” ulas Ferry.

Ketertarikan mitranya karena konsep yang dilemparkannya bukan waralaba, tapi business opportunity. Pasalnya, sebagai pemegang merek, dia tak mensyaratkan mitranya untuk memberli bahan di tempatnya.

“Mereka bebas membeli bahan, kita hanya menyupport trik-trik bisnis dan pakacging atau cup karena memang untuk pemesanan cup harus dalam volume besar untuk menekan harga. Selebihnya mereka bisa menkreasikan sendiri,” sebutnya.

Ferry menjamin, bersama NakGung, mitra bisa sukses bahkan balik modal dalam jangka 2-3 bulan. “Kita asumsikan dengan harga di kisaran Rp8.000 hingga Rp 17.000 per cup, untuk hitungan minimal saja ada 5 cup penjualan per jam per titik, dengan jam operasional 10 jam per hari saja, akan ada penjualan sekitar 50 cup. Jadi minimal omzet penjualan bisa Rp 500.000-600.000 per hari,” ujarnya.

Dia bersyukur, di masa pandemi yang sekarang masih melanda, permintaan untuk menjadi mitra terus mengalir, baik dari mitra yang sudah ada ingin menambah titik booth maupun dari mitra baru. “Kita optimis hingga akhir tahun ini ada sekitar 500 titik booth mitra di seluruh Indonesia,” ujar Ferry.

Mitra NakGung di kawasan Taman Bungkul, Surabaya,   Mercia Anggara dan Maria Angeladhani  mengaku memilih bermitra bisnis NakGung, selain karena olahan makanan ini banyak disukai anak muda, dia sendiri juga menyukai makanan Jasuke (jagung, susu, keju) sejak kecil.

“Kami bersyukur sejak buka pada bulan lalu, penjualan kami cukup bagus di masa kondisi pandemi saat ini. Rata-rata bisa 30 cup per hari,” ungkap Mercia.

Di area Local Container di kawasan Taman Bungkul, NakGung yang dikelolanya menawarkan sejumlah pilihan rasa, mulai original, mozarella, banana, coklat, bbq, kacang, hingga lada garam. Harganya pun terjangkau, mulai Rp 8.000 hingga Rp 17.000 per cup

Shabila Gadis, mitra NakGung yang memilih lokasi di Bangkalan, Madura juga mengakui jika menu olahan jagung yang dijualnya banyak disukai masyarakat Bangkalan. “Kami membuka booth di pinggir jalan raya. Dan alhamdulillah rata-rata omzet penjualan bisa mencapai 50-60 cup atau sekitar Rp 700 ribu per hari,” kata wanita 23 tahun ini.

Dengan kenyataan itu, dia berencana menambah titik di Pamekasan. Selain itu, di booth Bangkalan juga akan dia buat kreasi olahan dan rasa yang saat ini masih dirahasiakan. “Kami bersyukur bisa bergabung di bisnis ini. Karena bisa dijalankan meski tanpa kehadiran kita setiap hari, karena saya mempercayakan ke penjaga dua orang secara shift,” terangnya. (q cox, tama dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *