BisnisJatim Raya

OJK KR IV Catat 2,4 Juta Debitur Ikut Program Restrukturisasi Terdampak Covid 19

13
×

OJK KR IV Catat 2,4 Juta Debitur Ikut Program Restrukturisasi Terdampak Covid 19

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional (KR) IV mencatat hingga akhir Oktober 2020 ada sebanyak 2,4 juta debitur yang mengikuti program restrukturisasi terdampak Covid-19 dengan nilai outstanding kredit sebesar Rp 106,4 triliun.

Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 4 dan Perizinan OJK KR 4, Moh Eka Gonda Sukmana mengatakan, para debitur itu terdiri dari segmen perbankan, UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), non UMKM dan IKNB (Industri Keuangan Non Bank).

“Program restrukturisasi ini telah sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 11 tahun 2020, tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019,” katanya.

Masing-masing segmen perbankan sebanyak 1 juta debitur dengan nilai outstanding kredit sebanyak Rp 86,4 triliun, segmen UMKM sebanyak 905.200 debitur senilai Rp 49,4 triliun, segmen non UMKM sebanyak 142.800 debitur senilai Rp 37 triliun dan segmen IKNB sebanyak 1,3 juta debitur. Khusus jumlah debitur IKNB terbilang paling banyak, namun nilai kreditnya paling kecil hanya sebesar Rp 20 triliun.

Selain restrukturisasi, OJK KR IV juga telah menerapkan kebijakan pemberian subsidi bunga sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 138/PMK.05/2020 sebagai perubahan atas PMK 85/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga Atau Subsidi Bunga Margin Dalam Rangka Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Beleid ini berlaku mulai tanggal 28 September 2020. “Subdisi bunga yang mencapai Rp 457,4 juta diberikan pada 1.394 debitur dengan nilai outstanding sebanyak Rp 61,1 miliar,” terang Eka.

Sedangkan untuk implementasi PMK nomor 104/PMK.05/2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Penempatan Dana Dalam Rangka Pelaksanan Program PEN, OJK KR IV telah melakukan penyaluran Kredit PEN di Jatim melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD), yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk atau Bank Jatim, serta bank Himbara (Himpunan Perbankan Milik Negara).

Tercatat penerima kredit PEN ini mencapai sebanyak 528.000 debitur dengan nilai outstanding sebanyak Rp 22,6 triliun. Mereka terdiri dari segmen UMKM dan non UMKM. “UMKM paling banyak mencapai 510.900 debitur dengan nilai Rp 19,3 triliun, sedang sisanya adalalah segmen non UMKM,” lanjutnya.

Dia berharap pelaksanaan kebijakan kepada debitur tersebut dalam rangka pemulihan ekonomi itu akan membantu dunia usaha terutama di sektor UMKM. “Kita optimistis kondisi perekonomian di Jatim di triwulan IV akan lebih baik mengingat Jatim yang menjadi benchmark bagi penanganan Covid-19 sudah memasuki zona green dan kegiatan ekonomi juga mulai lebih lancar pasca penerapan PSBB,” tambah Eka.

Sementara itu, Kepala OJK KR 4 Jatim Bambang Mukti Riyadi mengungkapkan, pihaknya akan fokus kepada lima hal. Yakni, pertama adalah perpanjangan relaksasi kredit yang akan berlangsung hingga tahun 2022.

Kedua, fokus pada akselerasi roda perekonomian daerah. Dan ketiga optimalisais peran industri keuangan. “Tiga hal tersebut yang terdampak ke masyarakat. Sementara dua lainnya yang harus dilakukan secara internal untuk memberi dampak ke eksternal. Keempat adalah percepatan ekosistim digital ekonomi dan keuangan terintegrasi. Dan, kelima adalah penguatan pengawasan yang terintegrasi,” paparnya.

Dampak ekonomi akibat pandemi Covid -19 adalah pertumbuhan ekonomi yang turun baik nasional maupun Jatim. Bedanya sektor terdampak ketiga antara keduanya. Secara nasional, sektor terdampak utama ada tiga. Yaitu sektor transportasi dan pergudangan.

Kemudian sektor penyediaan akomodasi dan hotel serta perdagangan besar, mobil dan motor. Untuk di Jatim, sektor pertama dan kedua mengikuti. Hanya sektor ketiga nasional tidak ada di Jatim, yang sektor ketiganya adalah pertambangan dan penggalian. Karena itu pihaknya telah memberikan upaya-upaya di atas, bersamaan dengan kebijakan yang dilakukan Pemerintah pusat dan Bank Indonesia (BI). (q cox, tama dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *