SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberikan perhatian serius terhadap penggunaan gadget yang berlebihan oleh anak-anak. Karenanya, kebebasan dalam mengakses informasi tersebut perlu diwaspadai sebagai salah satu langkah mencegah terjadinya Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA) atau eksploitasi dan kekerasan seksual anak di ranah daring.
Sekolah di Kota Surabaya pun tidak tinggal diam, mereka merancang sejumlah strategi dalam melindungi peserta didik dengan memberikan edukasi dan pengertian tentang bahaya OCSEA bagi remaja. Seperti para pelajar di SMP Santa Maria Surabaya, mereka mengenalkan upaya pencegahan dan antisipasi OCSEA dengan cara menyenangkan, yakni bermain sambil belajar, Kamis (1/8/2024).
Di samping itu, puluhan pelajar lainnya mewakili anak-anak Kota Pahlawan pun mengkampanyekan pencegahan OCSEA. Dihadapan United Nation Childern’s (UNICEF), di SMP Santa Maria Kota Surabaya, para pelajar itu menjelaskan upaya mereka dalam mensosialisasikan OCSEA kepada teman-temanya. Langkah ini didukung penuh oleh pihak sekolah dan orang tua sehingga peserta didik terhindar dari OCSEA.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Surabaya, Ida Widayati menyampaikan, upaya pencegahan OCSEA rutin dilakukan oleh Pemkot Surabaya, seperti Sosialisasi Dinamika Remaja yang menyasar SD dan SMP negeri maupun swasta di Kota Pahlawan, hingga ke pesantren.
“Materinya adalah pencegahan bullying hingga pencegahan OCSEA. Hasilnya pun terlihat, anak-anak mulai paham. Tapi ini tidak akan berhenti, contoh di SMP Santa Maria mereka mengemasnya dengan bermain sambil belajar agar lebih menarik dan mudah diingat, ini menjadi salah satu ide yang bisa kita tiru untuk di aplikasikan di sekolah yang lain,” kata Ida
Ida menjelaskan, saat pelaksanaan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah), DP3A-P2KB berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya memberikan edukasi tentang parenting kepada wali murid.
“Tidak hanya pengasuhan, tapi juga memberikan pendampingan kepada anak-anak agar bisa menggunakan gadget dengan baik. Harus ada monitoring dari orang tua,” jelasnya.
Semantara itu, Kepala Perwakilan UNICEF Pulau Jawa Arie Rukmantara menyampaikan bahwa UNICEF sangat mendukung dan mendorong semua komponen dalam upaya pencegahan kekerasan berbasis online, karena anak-anak merupakan pengguna internet yang sangat rentan.
“UNICEF sangat bangga bahwa Kota Surabaya sudah memastikan bahwa anak-anak bisa melindungi diri mereka sendiri. Resiko di dunia daring itu sudah mereka ketahui, jadi pemkot juga ingin memastikan anak-anak di seluruh Kota Surabaya memahami dan terlindungi dari resiko kekerasan dan eksploitasi seksual online,” kata Arie Rukmana.
Sebab, menurutnya, Kota Surabaya sebagai anggota Child Friendly Cities Initiative (CFCI), semua komponen telah memiliki tanggung jawab dalam melindungi anak-anak. Mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah, hingga stakeholder pendukung yang lainnya.
“Program yang sudah digalakkan oleh Dispendik Surabaya, yakni prevention OCSEA awalnya hanya di sekolah negeri, tapi sekarang sudah diadopsi di sekolah swasta. Sekolah swasta memiliki inisiatif, contoh SMP Santa Maria bisa mereplikasikannya,” terangnya.
Kepala SMP Santa Maria Surabaya, Martha Sawitri Handayani menyampaikan bahwa dunia pendidikan memiliki peran penting terhadap perlindungan anak. Sebab, saat memasuki usia remaja, mereka belum memiliki kemampuan dalam membedakan hal baik dan buruk.
“Sejak awal tahun pembelajaran, kita sosialisasikan tentang hak-hak perlindungan anak kepada orang tua, maka orang tua juga bisa melakukannya di rumah. Kami menciptakan komunitas belajar yang kritis, kreatif, dan inovatif. Ini selaras bagaimana mencegah OCSEA untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan pelecehan seksual,” tandasnya. (q cox)