Pemerintahan

Pemkot Surabaya Siapkan Formula Baru Agar Pekerja Seni Dapat Berkarya

69
×

Pemkot Surabaya Siapkan Formula Baru Agar Pekerja Seni Dapat Berkarya

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tengah menyiapkan formula baru agar pekerja seni di Kota Pahlawan tetap bisa berkarya dan berkreasi meski di tengah pandemi Covid-19. Tentunya formula yang disiapkan ini dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan ketat, serta tidak menimbulkan kerumunan.

Baca juga:

Pernyataan ini disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti usai menggelar rapat bersama OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait serta Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesian (Persakmi) di Balai Kota Surabaya, Rabu (26/8/2020).

“Dari hasil analisa kajian dan masukan dari Persakmi bahwa untuk tampilan seni di tempat terbuka, di ruang terbuka ini memiliki peluang yang cukup besar di dalam penyebaran dan penularan covid-19. Sehingga dari sarannya, untuk tidak dilakukan saat ini,” kata Antiek.

Meski demikian, pihaknya menyatakan bahwa Pemkot Surabaya tetap berkomitmen ingin memberikan ruang gerak bagi seniman, budayawan, atau pekerja seni untuk bisa tetap berkarya dan berkreasi. Tentunya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

“Sehingga kita mencari pola baru bagaimana pekerja seni tetap bisa berproduksi, berkarya dan bisa mendapatkan penghasilan, tetapi tetap memperhatikan bagaimana pengamanan supaya tidak terjadi klaster baru di dalam Covid-19 ini,” katanya.

Makanya, saat ini Disbudpar Surabaya sedang menyiapkan formula baru bagaimana untuk konsep ke depannya. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya bakal menggelar rapat bersama seniman, budayawan, serta media. Ini dilakukan untuk mendapat masukan-masukan dari berbagai pihak sebelum konsep itu diterapkan.

“Dimana produksinya nanti akan kita buat, kemudian konsep produksinya seperti apa, yang tampil modelnya seperti apa. Kita memiliki beberapa pola alternatif yang akan kita tayangkan, di antaranya menggunakan media yang interaktif dan non interaktif,” ungkap dia.

Bahkan, tidak memungkinkan nantinya Disbudpar bakal menggandeng media, maupun industri pariwisata untuk bisa berkolaborasi bersama memberikan ruang gerak yang lebih bagi para seniman dan budayawan. Untuk itu, saat ini pihaknya tengah menyiapkan dua pola, yakni interaktif dan non interaktif.

“Interaktif itu bisa melalui misalnya, zoom, streaming dalam bentuk misalnya lewat Instagram dan Youtube. Sedangkan non interaktif, itu bisa melalui taping (siaran) di media televisi,” terangnya.

Menariknya, perempuan yang pernah menjabat Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Surabaya ini juga menyatakan, bahwa nantinya lokasi untuk pengambilan taping itu bisa memanfaatkan beberapa tempat tematik yang ada di Surabaya. Mulai destinasi sejarah, hingga wisata.

“Tadi kita sudah mengidentifikasi tempat-tempat yang mungkin bisa dipakai produksi mengangkat berbagai kolaborasi sejarah atau destinasi wisata yang terkenal. Ini sedang kita jajaki dan mungkin kita akan melakukan beberapa kali pertemuan dengan berbagai pihak,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) dan Linmas Surabaya, Irvan Widyanto menyatakan, bahwa pekerja seni di Surabaya tetap bisa tampil namun dengan mengedepankan protokol kesehatan ketat. Selain itu, dalam pertunjukkan nanti, pastinya tidak menimbulkan kerumunan dengan cara-cara format yang anti mainstream.

“Yang penting seniman tampil. Dan kemudian format tontonannya pun bisa diseleksi hanya ada beberapa orang, kemudian dikedepankan melalui daring. Yang penting kemasannya harus bisa menarik,” kata Irvan.

Irvan memastikan bahwa dalam waktu dekat formula itu akan segera direalisasikan. Namun, yang pasti bahwa selama ini Pemkot Surabaya terus berupaya agar bagaimana pekerja seni di Kota Pahlawan tetap bisa berkarya meski di tengah pandemi Covid-19. Sehingga pertunjukkan yang digelar nantinya tidak harus di Sentra Wisata Kuliner (SWK) ataupun taman.

“Jadi tidak mengacu waktu dan tempat. Kenapa kok tidak? Kan intinya seniman bisa menyalurkan bakatnya. Yang kedua dia kan bisa bekerja, mendapatkan honor dan sebagainya. Jadi tidak perlu harus di SWK atau di taman,” pungkasnya. (*)

Foto: Dok. Pertunjukkan kesenian ludruk sebelum adanya pandemi COVID-19

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *