SURABAYA (Suarapubliknews) – Terdakwa Achmad Fauzi, SH harus menanggung malu saat menjalani sidang atas kasus pencurian di Pengadilan Negeri Surabaya. Fauzi membantah dirinya bergelar Doktor saat ditanya oleh majelis hakim.
Ia berdalih bahwa gelar Drs tersebut salah data saat mengajukan KTP di Sidoarjo. “Maaf yang mulia saya sebetulnya hanya sarjana hukum. Karena salah input jadi di KTP dan dakwaan tertera Drs,” ujarnya, Senin, (13/1/2020).
Ironisnya sarjana hukum di salah satu universitas di Samarinda, Kalimantan itu mencuri handphone di panti pijat yang berlokasi di Kalijudan, Surabaya.
Saat berada di resepsionis dia melihat satu buah HP Redmi milik saksi Yulia Sixtiarni. Dia berpura-pura meminta air dan sendok untuk minum obat.
Lalu, secara sigap dia langsung menggondol hp tersebut. Tak hanya itu, di hari yang sama tepatnya pada 7 Oktober 2019, dia mengulangi perbuatannya. Kali ini di lokasi berbeda yaitu di kantor Kelurahan Kalijudan.
Dia berpura-pura mengurus akta nikah anaknya. Yang menjadi korban kali ini adalah Rosiana Septiana yang sedang bertugas di kantor kelurahan tersebut.
Dia berhasil menggasak hp merk Samsung A7 yang terletak di atas meja kerja korban. Guna mengalihkan perhatian terdakwa Fauzi berpura-pura menelpon anaknya. Dan langsung membawa lari hp tersebut.
Dua hp hasil curiannya itu kemudian dijual ke WTC dengan harga Rp 500 dan Rp 600 ribu. Di hadapan majelis dan JPU dia mengaku telah berdamai dengan korban dan mengembalikan kerugiannya dengan uang tunai.
JPU dari Kejari Tanjung Perak, Yusuf Akbar menjerat terdakwa dengan pasal pasal 362 Jo Pasal 65 Ayat (1). “Sebelumnya kamu juga pernah dihukum atas kasus yang sama, kenapa diulangi lagi?,” tanya JPU Yusuf.
Lantas terdakwa hanya terdiam membisu. “Kamu ini orang terpelajar masa mencuri. Tindakanmu tidak terpuji,” tegas hakim ketua Yohanes Hehamoni seraya menutup persidangan. (q cox, K)