KEDIRI (Suarapubliknews) –Keterbatasan bukan menjadi alasan untuk tidak berkarya dan keluar dari ujian kesulitan yang diberikan Tuhan.
Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk disematkan kepada Totok Yulianto, seorang tuna netra asal Desa Papar, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri. Pasalnya pria yang akrab disapa Totok tersebut mampu keluar dari kesulitan dengan membuat usaha pahatan meja dan kursi dari bambu yang dijalani selama 10 tahun terakhir.
Sebelumnya, Totok pernah merasakan frustasi akibat sakit mata yang diderita sehingga mengakibatkan buta. Bahkan ia harus merasakan depresi selama 2 tahun sejak tahun 2008 hingga 2010.
Selain mengalami kebutaan mata, saat itu dia mendapat ujian bertubu-tubi seperti kehilangan anak pertama dan ditinggal pergi oleh sang istri. Dua tahun hidup dalam kekecewaan dan kesedihan, Totok Yulianto kemudian berani mengambil keputusan yang cukup berat untuk bangkit. Meski dalam keterbatasan, ia ingin buah hatinya tetap bisa bahagia, serta mengenyam pendidikan.
Bermodal uang Rp 2 juta dari pemberian temannya, pria bergelar Sarjana Ekonomi tersebut memutuskan untuk membeli sejumlah limbah kayu dan bambu serta peralatan memahat. Dengan berbekal kecintaannya pada dunia seni, ia kemudian mencoba menyulap limbah tersebut menjadi kursi dan pigura.
“Memilih menggunakan bambu untuk dipahat dan dijadikan karya seni karena saat itu bambu barang yang mudah ditemui,” ungkap Totok. Jumat (18/09/2020)
Meski dalam proses produksi hanya mengandalkan indera peraba, namun keterampilan tangannya justru mampu membuat ukiran yang indah pada meja dan kursi. Akhirnya berkat kerja kerasnya tersebut, kini hasil karya Totok Yulianto telah terjual ke berbagai daerah di Indonesia.
Harganya juga bervariasi mulai dari Rp. 1 juta hingga Rp. 5 juta, tergantung jenis dan tingkat kerumitan. Dan berkat hasil kerja keras dan ketekunannya itu, Totok mampu menyekolahkan anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.
Selain mendatangkan keuntungan pribadi, berkat usahanya itu Totok juga mampu memberdayakan 2 orang tetangganya. Dirinya bersyukur, meski tidak dapat melihat indahnya dunia, namun ia masih bisa membantu sesama.
“Karya yang dibuat ini tetap membutuhkan orang lain terutama untuk tahapan finishing seperti mengecat, namun yang pekerjaan kasar seperti mahat dll, itu semua saya sendiri,” tuturnya.
Menurut Totok, untuk 1 set kursi bambu mampu ia kerjakan 3 minggu hingga 1 bulan. Selain menghasilkan kursi bambu, Totok juga bisa membuat pigora, tempat sampah dan pahatan meja kayu. (q cox, Iwan)